Nunun Pemberi, Asal Uang Tak Diketahui
Utama

Nunun Pemberi, Asal Uang Tak Diketahui

Ada yang hilang dari surat dakwaan, darimana asal uang dan ada yang tidak terlacak.

Inu
Bacaan 2 Menit
Nunun Nurbaetie D Perkara suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. Foto: SGP
Nunun Nurbaetie D Perkara suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. Foto: SGP

Perkara suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia kembali disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Kali ini giliran si pemberi, Nunun Nurbaetie  menjadi terdakwa setelah para penerima, puluhan anggota Komisi IX DPR 2004-2009 telah divonis di Pengadilan Tipikor.

Penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguraikan Nunun berperan membagikan traveler cheque senilai Rp20,85 miliar yang merupakan bagian dari 480 lembar TC sebesar Rp24 miliar. Dana tersebut dibagikan pada sejumlah anggota Komisi IX yang kala itu melakukan fit and proper test DGS BI pada 2004.

Namun, surat dakwaan tidak menguraikan asal dana puluhan miliar yang digunakan untuk menyuap anggota Komisi IX DPR. Awal mula perbuatan Nunun diuraikan dengan pertemuan salah satu kandidat DGS BI Miranda S Goeltom dengan istri mantan Wakapolri, Adang Daradjatun di kantor Nunun di PT Wahana Eka Semesta, di Jalan Riau, Menteng.

Miranda meminta dukungan Nunun untuk pencalonan DGS serta minta dikenalkan pada anggota Komisi IX. Nunun menyanggupi permintaan rekan sesama sosialita itu, sambil menyerahkan nomor handphone anggota Komisi IX dari F-TNI/Polri, Udju Djuhaeri.

Kemudian, Nunun di rumahnya, Jl Cipete Raya Selatan memfasilitasi pertemuan Miranda dengan dengan Endin, Hamka Yandhu, dan Paskah Suzeta. “Setelah acara pertemuan selesai, terdakwa mendengar ada yang menyampaikan, ini bukan proyek thank you ya,” urai Jaksa Andi Suharlis.

Diuraikan penuntut umum, selain meminta dukungan pada Nunun, Miranda juga meminta dukungan kepada Komisi IX dari Fraksi PDIP dengan menggelar pertemuan di Hotel Dharmawangsa. Sementara, presentasi di hadapan anggota Komisi IX dari F-TNI/Polri di kantor Miranda di Gedung Bank Niaga, Jl Jend Soedirman, Jakarta Selatan. “Pertemuan untuk menyampaikan visi misi Miranda,” lanjut Andi Suharlis.

Kemudian, sebelum fit and proper test dilakukan pada 7 Juni 2004, Nunun bertemu Hamka Yandhu. Tamu Nunun menanyakan rencana pemberian TC BII sebagai tanda terima kasih kepada anggota Komisi IX DPR.

Terdakwa lalu memanggil Ahmad Hakim Safari MJ alias Ari Malangjudo meminta kesediaan untuk menyampaikan tanda terima kasih pada anggota DPR. Dialog saat itu, Nunun menyatakan, “Saya ingin Pak Ari membantu saya untuk menyampaikan tanda terima kasih kepada anggota dewan.”

Ari mengatakan, “Lho kenapa saya bu?”, lalu terdakwa mengatakan, “Lha, masak office boy? Ini kan untuk anggota dewan.”

“Ya sudah kalau begitu, kapan watunya,” ujar Ari lalu Nunun mengatakan sambil menunjuk Hamka, “Nanti bapak ini yang akan mengatur semuanya.” Kemudian dijawab Ari, “Baik bu.”

Hamka menimpali sambil menujuk empat kantong yang ada di dekat meja kerja Nunun, “Kita sudah atur, nanti ada kode merah, kuning, hijau, putih, kode pada kantong itu.”

Lalu, pada 8 Juni 2004, saat fit and proper test, Ari siap mengantar keempat kantong yang diambil office boy Ngatiran. Sebelumnya, Ngatiran sempat hilang dan sulit ditemukan karena dipaksa mengundurkan diri dan pulang ke kampungnya di Jawa Timur.

Ari lalu datang ke Restoran Bebek Bali, Senayan, yang kini sudah dipugar. Di tempat itu dia menyerahkan kantong dengan kode warna merah untuk PDIP. Setelahnya, kantong lain diserahkan pada masing-masing penghubung anggota fraksi lain di komisi keuangan itu.

Tercatat, dalam sehari, uang yang digelontorkan pada anggota Komisi IX DPR yang diketahui KPK adalah Rp20.85 miliar. Diuraikan pula TC untuk F-PDIP sebanyak Rp9,8 miliar. Pada F-PPP melalui Endin AJ Soefihara Rp1,25 miliar, dan F-PG melalui Hamka Yandhu Rp7,8 miliar. Lalu terdakwa mencairkan 20 lembar TC BII di cabang Thamrin, Jakarta senilai Rp1 miliar.

Penuntut umum menyatakan dalam surat dakwaan, pemberian TC BII setidaknya Rp20,85 miliar pada anggota Komisi IX DPR berhubungan dengan pelaksanaan pemilihan Miranda sebagai DGS BI yang bertentangan dengan kewajiban anggota DPR yang dilarang melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Karena itu Nunun didakwa melakukan perbuatan seperti diatur Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tipikor atau dakwaan kedua Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.

Setelah sidang dakwaan, Nunun dan penasihat hukum menyatakan tak akan mengajukan eksepsi. Namun Nunun berharap majelis hakim yang dipimpin Soedjatmiko untuk menjadi tahanan kota karena sakit.

Saat yang sama, Jaksa M Rum menyatakan memang ada sisa dari Rp24 miliar yang tidak jelas kemana sekarang ini. Diantaranya, ada dua lembar TC BII yang hingga kini tak dicairkan. “BII menyatakan itu,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait