MA Kembali Bebaskan Terdakwa Sisminbakum
Utama

MA Kembali Bebaskan Terdakwa Sisminbakum

Yusril minta Kejaksaan terbitkan SKPP atas perkaranya dan dua tersangka lain. Kejaksaan belum menentukan sikap.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Loket SABH atau yang dulu disebut Sisminbakum. Foto: Sgp
Loket SABH atau yang dulu disebut Sisminbakum. Foto: Sgp

Setelah memutus bebas mantan Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Yohanes Waworutu, Mahkamah Agung (MA) kembali memutus bebas mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Zulkarnain Yunus. Yohanes dan Zulkarnain adalah dua terdakwa dalam kasus korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum).

Menurut pengacara Zulkarnain, Suwaryoso, putusan bebas itu dibacakan pada hari Rabu, 11 April 2012. Zulkarnain sebelumnya dihukum satu tahun penjara dan denda Rp50 juta di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. “Kemarin ada sidang putusan atas nama terdakwa Zulkarnain Yunus sekitar pukul 12.00 WIB. Isinya menolak kasasi penuntut umum dan mengabulkan kasasi terdakwa,” katanya, Kamis (12/4).

Meski telah mengetahui kliennya diputus bebas, Suwaryoso belum mengetahui pertimbangan majelis kasasi. Walau begitu, Zulkarnain yang kini masih mendekam di penjara untuk kasus korupsi Automatic Fingerprint Information System (AFIS) di Kementerian Hukum dan HAM, tidak harus menjalani hukuman terkait kasus Sisminbakum.

“Setelah menjalani hukuman untuk kasus fingerprintdia tidak akan ditahan untuk kasus Sisminbakum. Lagipula, di kasus Sisminbakum dia tidak ditahan,” terang Suwaryoso. Senada, tersangka kasus Sismibakum, Yusril Ihza Mahendra juga mengaku mendapat informasi mengenai putusan bebas Zulkarnain yang diputus kemarin, Rabu (11/4).

Dengan dibebaskannya Zulkarnain, menambah deret panjang terdakwa kasus Sisminbakum yang dibebaskan oleh MA. Pertama, mantan Dirjen AHU Romli Atmasasmita diputus lepas di tingkat kasasi, kemudian dalam putusan peninjauan kembali (PK), MA memutus bebas Yohanes. Dengan demikian, sudah dua orang diputus bebas dan satu orang diputus lepas dari tuntutan hukum.

Untuk itu, Yusril meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) terhadap dirinya, Hartono Tanoesudibyo, dan Ali Amran Djanah. “Sudah tidak ada alasan apapun bagi Kejaksaan Agung untuk meneruskan kasus ini. Terhadap Yusril Ihza Mahendra, Hartono Tanoesudibyo, dan Ali Amran Djanah harus segera dikeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan,” ujarnya.

Ketiganya adalah tersangka dalam kasus Sisminbakum yang perkaranya sudah dinyatakan lengkap, tapi hingga setahun lebih belum dilimpahkan tahap dua. Makanya, jika dakwaan terhadap dirinya, Hartono, dan Ali (Ketua Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman), menurut Yusril, hanya akan merusak citra penegakan hukum di Indonesia. Sebab, tiga putusan MA sebelumnya telah mementahkan dakwaan penuntut umum dalam kasus korupsi Sisminbakum.

Namun, Kejagung belum bersikap dengan adanya putusan bebas Zulkarnain. Wakil Jaksa Agung Darmono mengatakan Kejagung belum menerima laporan atas putusan bebas tersebut. “Kami masih menunggu putusannya. Kemudian dipelajari, dievaluasi untuk menentukan langkah hukum selanjutnya yang akan dilakukan,” tuturnya.

Kejagung memang menunggu putusan kasasi Zulkarnain untuk menentukan kelanjutan kasus Yusril, Hartono, dan Ali. Darmono menyatakan putusan Zulkarnain ini akan menjadi pertimbangan untuk kelanjutan kasus ketiga tersangka. Namun, Kejagung belum bisa mengambil keputusan karena masih menunggu hasil evaluasi dan ekspos. Darmono memastikan apa yang dilakukan Kejagung secara hukum, tentu dapat pula dipertanggungjawabkan secara hukum.

Sekadar mengingatkan, selain Romli, Yohanes, dan Zulkarnain ada satu terdakwa lagi dalam kasus yang dahulu dianggap merugikan negara sebesar Rp420 miliar. Terdakwa dimaksud adalah Dirjen AHU periode 2006-2008 Syamsuddin Manan Sinaga. Pada tingkat kasasi MA tetap memutus Syamsuddin bersalah karena dinyatakan terbukti menikmati aliran dana Sisminbakum.

Syamsuddin dianggap menikmati aliran dana Sisminbakum sebesar Rp334,5 juta dan AS$13 ribu, meski kemudian Syamsuddin mengembalikan sebesar Rp66,9 juta kepada penyidik. Sementara, Romli diputus lepas dalam tahap kasasi dan Yohanes diputus bebas dalam tahap peninjauan kembali (PK).

MA beralasan biaya akses dalam kasus Sisminbakum bukanlah uang negara, sehingga tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan. Pungutan biaya akses Sisminbakum pun tidak masuk ke kas negara karena memang belum dituangkan dalam peraturan pemerintah sebagai PNBP. PNBP mengenai biaya akses Sisminbakum baru dimasukan ke dalam PNBP pada tahun 2009.

Pelajaran bagi penegak hukum
Untuk penyidikan kasus Sisminbakum sendiri, Yusril merasa sejak awal memang lebih banyak muatan politik dan kepentingan pencitraan institusi Kejaksaan. “Maklum tahun 2008 ketika kasus ini diusut, citra Kejagung sedang runtuh karena ulah pejabatnya sendiri. Niat untuk menaikkan citra dengan mendakwa Prof Romli dan Prof Yusril, malah membuahkan hasil sebaliknya,” katanya.

Hal ini terbukti ketika satu demi satu terdakwa dibebaskan oleh MA. Dengan dibebaskannya sejumlah terdakwa dalam kasus Sisminbakum, Yusril merasa nama para terdakwa dan tersangka telah dicemarkan karena dituduh merampok uang negara sebesar Rp420 miliar. Kejagung dianggap gagal membuktikan dakwaan korupsi biaya akses Sisminbakum.

Bahkan, Yusril melanjutkan, mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji yang dahulu sangat ngotot membawa kasus ini ke pengadilan telah “terpental” dari jabatannya sebagai Jaksa Agung. Ini juga disusul oleh Muhammad Amari yang dicopot dari jabatannya sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus karena terus memaksakan kasus ini ke pengadilan.

Karenanya, Yusril meminta kasus Siminbakum ini menjadi pelajaran bagi aparat penegak hukum agar tidak terbawa hawa nafsu dan arogansi. Tekanan politik dan opini yang terus-menerus dibentuk tentang kasus ini, ternyata tidak mampu mengalahkan hukum itu sendiri. “Kasus Sisminbakum bukan saja mencemarkan nama baik tersangka dan terdakwa, tapi juga mencemarkan profesionalitas seluruh korps Kejaksaan,” ujarnya.

Selain itu, menurut Yusril, kasus ini menurunkan pula citra pemerintahan yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Betapa tidak, seorang Jaksa Agung dikalahkan seorang tersangka tindak pidana di depan Mahkamah Konstitusi. Presiden ternyata ikut salah mengangkat seorang Jaksa Agung dengan mengabaikan ketentuan hukum yang berlaku.

“Semoga kasus ini menjadi pelajaran. Sungguh memalukan, jika di era reformasi ini, Sisminbakum telah menjadi contoh penegakan hukum yang sesat. Beberapa orang terhormat dicemarkan nama baiknya dan didakwa semena-mena, walau akhirnya semua dibebaskan oleh Mahkamah Agung,” tukasnya.

Tags:

Berita Terkait