Kejagung Hentikan Kasus Sisminbakum
Utama

Kejagung Hentikan Kasus Sisminbakum

Salah satu pertimbangannya adalah adanya putusan MA yang menyatakan pungutan biaya akses Sisminbakum bukan keuangan negara.

Novrieza Rahmi/Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Yusril Ihza Mahendra tidak lagi berstatus tersangka kasus Sisminbakum. Foto: Sgp
Yusril Ihza Mahendra tidak lagi berstatus tersangka kasus Sisminbakum. Foto: Sgp

Setelah menggantung lebih dari setahun, Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya secara resmi menghentikan kasus korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) yang melibatkan Yusril Ihza Mahendra, Hartono Tanoesudibyo, dan Ali Amran Djanah.

Yusril ketika itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan Hartono sebagai Komisaris PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) dan Ali Amran Djanah sebagai Ketua Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman (KPPDK).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Adi Toegarisman mengatakan penyidikan kasus Sisminbakum dihentikan karena tidak terdapat cukup bukti. Masing-masing surat penghentian penyidikan ditandatangani oleh Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arnold Angkouw.

“Penyidikan tindak pidana korupsi pungutan biaya akses dan biaya PNBP pada Sisminbakum Dirtjen AHU atas nama ketiga tersangka dihentikan sesuai Surat Perintah Penghentian Penyidikan nomor 06, 07, dan 08,” katanya, Kamis (31/5).

Adi menuturkan, perkara Yusril, Hartono, dan Ali masih dalam tahap penyidikan dan belum dilimpahkan tahap dua. Sehingga, penghentiannya pun berdasarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan bukan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP).

Lebih lanjut, Adi menjelaskan bahwa perkara Yusril, Hartono, dan Ali menjadi satu kesatuan dengan empat perkara lainnya yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam putusan kasasi, mantan Dirjen Administasi Hukum Umum (AHU) Romli Atmasasmita dan Zulkarnain Yunus diputus lepas oleh Mahkamah Agung (MA).

Sementara, mantan Direktur Utama SRD Yohanes Waworuntu diputus bebas di tingkat peninjauan kembali (PK). Hanya mantan Dirjen AHU Syamsuddin Manan Sinaga yang diputus bersalah di tingkat kasasi. Adi menyatakan perkara Yusril, Hartono, dan Ali dianggap tidak cukup bukti berdasarkan sejumlah hal.

“Dari tiga perkara yang diputus bebas dan lepas, kami lihat ada pertimbangan yang menyatakan proyek Sisminbakum merupakan kebijakan resmi pemerintah yang tidak dapat dinilai sebagai perbuatan pidana. Ini (pertimbangan) yang pokok,” ujar Adi.

Kemudian, pertimbangan berikutnya, menurut Adi adalah pungutan biaya akses Sisminbakum dinyatakan bukan keuangan negara. Hal itu karena biaya akses Sisminbakum belum ditetapkan dalam undang-undang sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Dengan pertimbangan dari putusan yang sudah inkracht itu, sudah jelas dalam perkara tersebut tidak ada perbuatan melawan hukum dan tidak ada kerugian negara. Itulah yang menjadi dasar dan pokok untuk menghentikan penyidikan dalam ketiga perkara itu,” tuturnya.

Lantas, bagaimana dengan putusan bersalah Syamsuddin, apa tidak menjadi pertimbangan dalam kasus Yusril, Hartono, dan Ali? Adi menjelaskan, dalam perkara Syamsuddin, majelis memutus bersalah karena dia menggunakan uang secara pribadi setelah uang itu masuk ke kas negara.

Syamsuddin dijatuhi hukuman satu tahun penjara bukan karena melanjutkan kebijakan biaya akses Sisminbakum, tapi karena menggunakan uang itu untuk kepentingan pribadi. Dari jumlah uang Rp334,5 juta dan AS$13 ribu, Syamsuddin baru mengembalikan sebesar Rp66,9 juta kepada penyidik.

Kontroversial dari awal
Atas penghentian kasus Sisminbakum, Yusril mengatakan seharusnya sudah sejak lama Kejagung mengeluarkan SP3. Sebab, dalam putusan MA, majelis telah menyatakan bahwa pungutan biaya akses Sisminbakum bukanlah korupsi, sehingga tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan.

Yusril merasa sejak awal kasus ini memang sudah kontroversial dan kental akan muatan politik dan ekonomi. Dia mengklaim, penghentian kasus Sisminbakum adalah kemenangan hukum atas kekuasaaan. “Kami ‘babak belur’, dicap sebagai tersangka dan kawan-kawan lain lebih mengenaskan nasibnya, seperti Pak Romli atau Pak Zulkarnain yang (sempat) ditahan, walau akhirnya dibebaskan,” katanya.

Selain ditahan, para mantan terdakwa sudah terlanjur kehilangan jabatan. Makanya, Yusril terus melakukan perlawanan karena dirinya dituding bersama-sama melakukan tindak pidana tersebut. Yusril berpendapat, apabila seseorang didakwa bersama-sama dan satu dibebaskan, secara hukum yang lain juga otomatis dibebaskan.

Namun, menurut Yusril, Kejagung selalu menunda-nunda sikap sampai akhirnya dia bertemu Presiden SBY beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan itu, Yusril memberikan waktu satu minggu kepada Kejagung untuk menghentikan kasus Sisminbakum. Kalau tidak, Yusril akan kembali mengajukan gugatan.

“Ini sudah saya nantikan. Sebetulnya saya juga sudah siap mengajukan perlawanan ke MK dan kalau saya teruskan perlawanan ini, dasyat juga akibatnya bagi Kejaksaan Agung,” ujarnya. Dengan diterbitkannya SP3 Sisminbakum, Yusril mengaku untuk sementara tidak akan mengajukan perlawanan.

“Amunisi” itu akan disimpan Yusril karena bisa saja suatu saat berguna bagi orang lain yang bernasib sama seperti dirinya. Hal ini berkaitan dengan batas waktu seseorang menjadi tersangka. Ketika menuntut seseorang di pengadilan, ada batas daluarsa, sedangkan ketika seseorang menjadi tersangka tidak ada batas waktunya. Yusril menganggap telah terjadi kepincangan hukum.

Tags: