Kontrak Tak Jelas, Pekerja Outsourcing Menggugat
Berita

Kontrak Tak Jelas, Pekerja Outsourcing Menggugat

Sepuluh tahun bekerja hanya dengan dua kontrak di dua tahun pertama.

Ady/IHW
Bacaan 2 Menit
Kontrak tak jelas, pekerja Outsourcing menggugat. Foto: ilustrasi (Sgp)
Kontrak tak jelas, pekerja Outsourcing menggugat. Foto: ilustrasi (Sgp)

Kepastian bekerja dan mendapat hak sebagai pekerja mungkin menjadi harapan bagi sebagian pekerja. Namun hal itu tak dirasakan oleh Eka Riesdianto dan keempat rekannya pekerja outsourcing di PT Graha Sarana Duta (GSD). Oleh perusahaan, Eka dkk ditempatkan di kantor cabang PT Telkom Indonesia di bilangan Jakarta Utara sebaagai pekerja jasa kebersihan (cleaning service).

Selama bekerja sejak 2002, Eka misalnya hanya dua kali menandatangani kontrak. Yaitu kontrak pertama untuk masa kerja 1 Juni 2002 sampai 31 Mei 2003. Dilanjutkan dengan kontrak kedua, 1 Juni 2003 sampai 31 Mei 2004. Selepas itu Eka tak beroleh kontrak baru.

Petaka datang pada 5 September 2011 ketika manajemen GSD menawarkan kepada Eka dkk untuk menandatangani kontrak kerja dengan Koperasi Sarana Sejahtera (KSS). Pihak manajemen pun mengingatkan jika Eka dkk tak mau menandatanganinya maka dianggap mengundurkan diri.

Menganggap telah menjadi pekerja berstatus tetap, maka Eka dkk menolak untuk dialihkan ke koperasi. Karena menolak dialihkan, pada akhir September 2011, Eka dkk diputus hubungan kerjanya secara sepihak tanpa pesangon. Tak ketinggalan, pihak manajemen pun memerintahkan kepada penjaga keamanan untuk melarang Eka dkk masuk ke lokasi kerja.

Untuk menyelesaikan perselisihan, Eka dkk didampingi pengurus Serikat Pekerja Graha Sarana Duta (SEJAGAD) Sektor Area II Jakarta Utara. Sayangnya, surat permintaan perundingan bipartit yang dilayangkan SEJAGAD kepada manajemen, tak direspon. Kemudian bersama LBH ASPEK Indonesia, SEJAGAD mengajukan permohonan mediasi tripartit ke Disnakertrans Jakarta. Pada Januari 2012, Disnakertrans Jakarta menerbitkan anjuran yang ditolak Eka dkk.

Perselisihan lantas berlanjut ke Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta. Eka menuntut dipekerjakan kembali sebagai pekerja tetap. Selain itu, juga menuntut selisih upah yang kurang dari upah minimum dan upah lembur serta Jamsostek.

Kuasa hukum pekerja dari LBH Aspek Indonesia, Ahmad Fauzi menuturkan bahwa perusahaan sebenarnya sudah pernah menawarkan kompensasi sebesar satu bulan upah. Namun ditolak pekerja karena dianggap tidak sesuai peraturan.

Tags: