Eks Kurator Telkomsel Buka Pintu Mediasi
Berita

Eks Kurator Telkomsel Buka Pintu Mediasi

Telkomsel justru akan mengadu ke sejumlah lembaga penegak hukum.

ANT
Bacaan 2 Menit
Eks Kurator Telkomsel Buka Pintu Mediasi
Hukumonline

Mantan kurator PT Telkomsel Feri S Samad masih membuka pintu mediasi untuk bermusyawarah terkait imbalan jasa menjalankan tugas sebagai kurator selama 119 hari. Sebelumnya, Telkomsel tegas menolak membayar fee kurator dengan alasan bahwa terdapat kejanggalan pada penetapan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta.

"Telkomsel itu pernah pailit selama 119 hari terhitung sejak 14 September 2012 hingga 10 Januari 2013. Jadi, jangan dibilang tidak pernah pailit. Selama periode itu kami menjalankan tugas sebagai kurator," kata Feri, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.

Dia mengungkapkan bahwa selama menjalankan tugas, pihak kurator mengeluarkan biaya sekitar Rp240 juta untuk pembayaran iklan, pemberitahuan kreditur, mengirim berkas, dan lainnya.

"Ketika pailit itu kami harus verifikasi tagihan dari 178 kreditur dengan total tagihan mencapai Rp13,7 triliun. Kami tidak terima uang sama sekali dari Telkomsel selama bekerja. Bahkan untuk parkir sehari Rp70 ribu, kami bayar sendiri. Kami hanya pernah sekali dibayar makan siang berupa nasi bungkus, catat itu," kata Feri.

Dijelaskannya, terdapat tiga unsur yang menentukan imbalan kerja kurator yakni kerumitan, profesional, dan waktu kerja.

"Ada yang bilang harusnya berdasarkan jam kerja. Kata siapa kurator berdasarkan jam kerja, begitu Telkomsel diputus pailit siang itu (14 September 2012), kami langsung bertanggungjawab sejak pukul 00.00 WIB, berarti itu dihitung mundur. Bagaimana bisa dibilang jam-jaman," tegasnya.

Ia mengatakan dalam pembayaran fee atau imbalan bagi kurator, selama ini jarang yang sesuai dengan besaran penetapan. Pasalnya, pintu mediasi antara kedua belah pihak selalu terbuka.

"Dalam sejarah tidak pernah ada penetapan kasus pailit imbalannya dibayar penuh sesuai putusan pengadilan. Semua bisa dimusyawarahkan, bisa dinego. Mau dapat setengahnya syukur, 10 persen pun tidak apa-apa," jelasnya.

Diprediksinya, dengan langkah Telkomsel yang menolak pembayaran saat jatuh tempo pada Jumat (15/2) lalu, maka upaya hukum yang dilakukan Telkomsel adalah melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

"Tidak ada sejarahnya pihak yang menolak imbalan pailit itu menang. Karena itu kami yakin menang. Apalagi saya sudah berniat imbalan yang saya dapat setelah dipotong pajak maksimal 30 persen dan dibagi dua rekan kurator lainnya, seluruh bagian saya akan dihibahkan ke enam panti asuhan dan kaum duafa," jelasnya.

Telkomsel Mengadu
Terpisah, Tim Kuasa Hukum Telkomsel berencana melaporkan masalah penetapan fee kurator senilai Rp146,808 miliar ke MA, Komisi Yudisial, dan KPK untuk mendapatkan keadilan dan menghindari kerugian negara.

"Kami sudah baca di media online komentar dari Pengadilan Niaga Jakarta terkait masalah penetapan fee kurator kepada klien kami, Telkomsel.Kami berencana melapor keMA dulu, setelah itu ke KY, bahkan ke KPK untuk meminta keadilan terhadap yang terjadi pada Telkomsel," tegas Andri.

Diharapkannya, MA mau turun tangan untuk melihat masalah penetapan tersebut karena sarat dengan dugaan praktik konspirasi yang mengarah ke mafia peradilan.

"Kami harapkan MA turun tangan dan beraksi cepat untuk memeriksa dugaan konspirasi tersebut. Jika memang terbukti ada permainan oknum, sebaiknya dilakukan rotasi dan sanksi terhadap yang terlibat agar ada efek jera," ujar Andri.

Ditegaskannya, langkah untuk menuntut keadilan ke MA, KY atau KPK sebenarnya bukan hanya untuk Telkomsel, tetapi bagi perusahaan lain yang kemungkinan senasib dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.

"Kali ini dialami Telkomsel dan berani melawan. Kita bicara ini untuk kondusifnya iklim berinvestasi di Indonesia agar memberikan kepastian hukum dan keadilan sebenarnya," tandasnya.

Tags: