Perlu Sistem Pengawasan Subsidi Energi
Berita

Perlu Sistem Pengawasan Subsidi Energi

Pemerintah tak pernah akurat menentukan besaran kuota energi.

FNH
Bacaan 2 Menit
Perlu Sistem Pengawasan Subsidi Energi
Hukumonline

Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2013 yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memuat data koreksi angka subsidi yang seharusnya dibayar pemerintah kepada dua BUMN sektor energi –PLN dan Pertamina-- sebesar Rp7.7 triliun. Angka ini muncul dari hasil pemeriksaan public service obligation (PSO) dan subsidi energi pada 2012 lalu.

Koreksi angka subsidi yang harus dibayarkan oleh pemerintah kepada dua BUMN (PLN sebesar Rp6,77 triliun dan Pertamina Rp999,38 miliar) bukan mark up yang dilakukan manajemen perusahaan plat merah ini. Wakil Ketua BPK Hasan Bisri menegaskan, angka itu adalah besaran angka yang tidak perlu dibayarkan oleh pemerintah.

"Dalam istilah BPK bukan mark up, tapi besaran angka yang tidak perlu dibayarkan oleh pemerintah kepada BUMN penerima subsidi. BPK tidak pernah menggunakan (istilah) mark up," kata Hasan Bisri saat jumpa pers di Kantor BPK Pusat Jakarta, Kamis (03/10).

Kelebihan subsidi terjadi karena target penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang tidak akurat. Setiap tahun, total penggunaan BBM bersubsidi selalui melebihi target dari yang itetapkan di APBN.

Akibatnya, ada penumpukan subsidi yang tidak dibayar kepada BUMN energi. Selain itu, dari pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, jumlah BBM bersubsidi yang dikeluarkan oleh depo Pertamina kerap tidak sesuai dengan yang disetujui di dalam APBN. Namun demikian, diakui Hasan Bisri, data yang dipakai oleh BPK untuk melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan subsidi tetap mengacu pada total yang dikeluarkan Pertamina.

Untuk menghitung subsidi, selama ini BPK menghitung berapa kiloliter BBM yang keluar dari depo Pertamina. Sementara untuk menentukan cut off, hasil pemeriksaan tersebut akan dicocokkan dengan angka subsidi BBM atau kuotanya dalam APBN tahun pemeriksaan.

"Misalnya kuota dalam APBN 100 kilo liter namun dikeluarkan 110 kilo liter, maka kami periksa 110 kilo liter. Jadi yang riil  keluar dari depo pemerintah," jelasnya.

Tags:

Berita Terkait