Agar PIL-Net Bukan Sekadar Kumpulan Pengacara Publik
Konferensi II PIL-NET:

Agar PIL-Net Bukan Sekadar Kumpulan Pengacara Publik

Perlu menjadi gerakan sosial yang lebih bermanfaat, dan bisa menginspirasi pengacara-pengacara muda.

Oleh:
M YASIN
Bacaan 2 Menit
Diskusi PIL-Net menghadirkan oleh Bambang Widjojanto (Wakil Ketua KPK), Andrinof Chaniago (Pengajar Fisip UI), dan Wahyu Wiguna (PIL-Net). Jakarta, Selasa (18/3). Foto: RES
Diskusi PIL-Net menghadirkan oleh Bambang Widjojanto (Wakil Ketua KPK), Andrinof Chaniago (Pengajar Fisip UI), dan Wahyu Wiguna (PIL-Net). Jakarta, Selasa (18/3). Foto: RES
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai berharap para aktivis Public Interest Lawyer Network (PIL-Net) lebih memperkuat jaringan. PIL-Net bukan hanya kumpulan pengacara publik tetapi juga harus bisa menjadi sebuah gerakan sosial.

Harapan bernada tantangan itu disampaikan Semendawai dalam pembukaan seminar dan konferensi nasional kedua PIL-Net di Jakarta, Selasa (18/3). Hadir dalam kapasitas sebagai anggota Dewan Pemangku jaringan para pengacara publik, Semendawai meminta PIL-Net menjadi sebuah gerakan sosial di masyarakat. “Agar pengaruhnya besar,” kata dia.

Menurut Semendawai, peran PIL-Net semakin penting sejak UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum hadir. Wet ini mengatur penyediaan dana oleh pemerintah untuk diserahkan kepada organisasi pemberi bantuan hukum terakreditasi yang akan mengadvokasi kepentingan masyarakat miskin. Dalam prakteknya, tak semua organisasi pemberi bantuan hukum bisa menjangkau masyarakat hingga ke pelosok. Di sinilah peran pengacara publik yang tergabung dalam PIL-Net bisa dimaksimalkan. Bagi Semendawai, PIL-Net bisa mengisi kekurangan lembaga bantuan hukum yang sudah ada.

Dalam konflik agraria yang bergerak ke pelosok, kehadiran pengacara publik semakin penting. Apalagi akses masyarakat terhadap hukum dan pengadilan relatif masih minim.

Pernyataan senada disampaikan Abetnego Tarigan. Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) ini mengungkapkan semakin banyak warga pedalaman yang dikriminalisasi oleh pemilik modal. Aparat penegak hukum digunakan pemilik usaha tambang dan perkebunan untuk mengusir dan menggusur warga sekitar. Tanpa pendamping seperti pengacara publik mustahil kepentingan masyarakat bisa diperjuangkan.

Abetnego juga meminta PIL-Net terus berjuang membantu masyarakat kecil membela kepentingan mereka. Kegigihan memperjuangkan yang hak bisa mendorong pengacara-pengacara muda untuk terlibat dalam advokasi masyarakat. “PIL-Net perlu menginspirasi pengacara-pengacara muda,” kata Abetnego.

PIL-Net didirikan pada 2010 sebagai jaringan pengacara publik yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka berasal dari berbagai organisasi yang punya komitmen sama membantu masyarakat memperjuangkan kepentingan mereka. Selama berdiri PIL-Net telah membuktikan dukungan kepada masyarakat di berbagai daerah, termasuk mengajukan judicial review beberapa Undang-Undang yang dinilai merugikan masyarakat kecil.

Gugat kebijakan negara
Konferensi kedua PIL-Net mengangkat tema ‘Menggugat Kebijakan Negara yang Pro Pasar dan Praktek Buruk Korporasi’. Prof. Achmad Sodiki jadi pembicara kunci pada konferensi ini. Dalam paparannya, mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengkritik kebijakan negara yang lebih menguntungkan satu satu pihak dan mengorbankan kepentingan pihak lain.

Secara khusus ia menyoroti praktek pemberian HGU dan HGB yang permisif terhadap investor, tetapi sangat sulit untuk orang kecil. Orang-orang miskin atau guru-guru SD bergaji rendah kesulitan mendapatkan akses tanah sedangkan pengusaha dengan mudahnya difasilitasi oleh negara untuk mendapatkan berkali-kali lipat kebutuhan orang miskin.

Kebijakan negara yang demikian telah menggeser makna cogito erga sum (saya ada karena saya berpikir) dari Cicero menjadi saya ada karena saya mampu membeli. Prinsip ‘saya ada karena saya mampu membeli’ inilah yang akhirnya menyuburkan konsumerisme. “Semakin bisa membeli sesuatu, semakin Anda ada,” kata Sodiki.

Untuk mengatasi persoalan itu, Mahkamah Konstitusi sudah menjatuhkan sejumlah putusan terhadap Undang-Undang yang materinya lebih menguntungkan pelaku bisnis. Misalnya, usaha untuk mempersoalkan aturan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) telah ditolak mentah-mentah Mahkamah. Juga putusan atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengakomodasi hutan adat.

Komitmen pada persoalan-persoalan kemasyarakatan semacam itu seharusnya mampu mendorong para pengacara publik untuk terus berusaha menjalankan tugas. Sodiki yakin advokasi yang dilakukan para pengacara publik khususnya PIL-Net bisa memberikan sumbangsih besar untuk masyarakat.
Tags:

Berita Terkait