Tiga Syarat Gugatan Actio Pauliana dalam Kepailitan
Utama

Tiga Syarat Gugatan Actio Pauliana dalam Kepailitan

Selain ahli kepailitan, tergugat juga mengajukan ahli akuntansi.

HRS
Bacaan 2 Menit
Gedung Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat. Foto: SGP.
Gedung Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat. Foto: SGP.
Gugatan actio pauliana yang diajukan oleh kurator terhadap Presdir Batavia, Yudiawan Tansari akan segera diputus oleh majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Majelis akan memutus perkara ini pada Senin (19/5) mendatang. 

Dua belah pihak sudah “bertukar argumen” mengenai persoalan hukum ini. Sejumlah ahli dan saksi pun telah dihadirkan di muka persidangan. Salah seorang ahli yang dihadirkan oleh pihak Yudiawan adalah mantan Hakim Agung Susanti Adi Nugroho pada Kamis malam (8/5) lalu.

Susanti mengupas seluk beluk gugatan actio pauliana dan adanya tiga syarat yang harus dipenuhi kurator ketika akan mengajukan gugatan jenis ini.

Sebagai informasi, actio pauliana adalah upaya hukum untuk membatalkan transaksi yang dilakukan oleh debitur untuk kepentingan debitur tersebut yang dapat merugikan kepentingan para krediturnya.

Lebih lanjut, Susanti memaparkan tiga syarat tersebut adalah (1) ada perbuatan hukum yang dilakukan debitor merugikan kreditor, (2) perbuatan itu tidak wajib untuk dilakukan, dan (3) dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan pailit diucapkan.

Actio pauliana adalah tindakan yang dilakukan debitor merugikan kreditor dalam jangka waktu satu tahun dan tindakan tersebut tidak wajib dilakukan,” terang Susanti dalam persidangan.

Kategori merugikan kreditor ini, sambung Susanti, adalah merugikan budel pailit. Debitor menjual aset aset pailit dan dapat mengurangi nilai pailit. Akhirnya, hal tersebut merugikan hak yang seharusnya diperoleh kreditor lainnya, seperti kreditor konkuren.

Namun, UU Kepailitan memberikan pengecualian. Berdasarkan Pasal 41 ayat (3) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, debitor pailit dapat mengambil tindakan hukum sepanjang tindakan tersebut bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk menyehatkan perusahaan. Justru, menyehatkan perusahaan adalah kewajiban dari direktur sebagaimana diatur dalam Pasal 92 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Contohnya, menjual aset perusahaan untuk melunasi utang-utang kreditornya. Tindakan ini menurut Susanti termasuk tindakan yang dikecualikan oleh Pasal 41 UU Kepailitan. Bahkan, apabila jual beli ini dapat dilakukan sebelum pailit dijatuhkan, tindakan ini dianggap menguntungkan para pihak karena harga jual aset tersebut tidak akan turun drastis sehingga utang-utang kreditor dapat dibayar lebih banyak.

Ketua Badan Mediasi Indonesia ini menambahkan bahwa jual beli itu tetap dapat dilaksanakan meskipun telah dijaminkan ke bank meskipun bank memiliki kewenangan sendiri untuk menjual benda yang telah diagunkan saat debitor telah jatuh pailit seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun, persoalannya adalah siapa pihak yang akan membeli benda agunan tersebut. Sebab, banyak orang yang tidak mau mengambil risiko dengan membeli aset yang telah diagunkan karena khawatir tidak bisa diroya. Untuk itu, Susanti mengatakan biasanya pihak pembeli adalah orang-orang kepercayaan atau terdekat debitor pailit.

“Kalau bisa menjual sebelum pailit sangat menguntungkan karena harganya tidak akan turun,” papar Susanti lagi.

Ketika ditanya bagaimana jika aset yang diagunkan tersebut bukanlah aset perusahaan, melainkan aset pribadi direksi, tetap adakah hak direktur tersebut untuk melakukan penjualan demi melunasi utang perusahaan? Susanti menjawab aset tersebut tetaplah aset pribadi direktur. Meskipun telah diagunkan kepada kreditor, pribadi direktur tersebut dapat menjual asetnya secara pribadi. Sebab, berdasarkan hukum perusahaan, perseroan  terbatas memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dengan harta kekayaan pribadi direksinya.

Dan apabila terjadi pailit, untuk harta benda yang diagunkan ini, kurator tidak bisa langsung main rampas harta-harta yang diagunkan. Kurator harus bijak untuk melihat terlebih dahulu kepemilikan harta yang diagunkan tersebut. Meskipun direktur telah mengagunkan harta pribadinya untuk kepentingan perusahaan, kurator tidak bisa menarik harta tersebut dan dimasukkan sebagai budel pailit.

“Tidak bisa diambil (untuk dimasukkan ke budel pailit, red) kalau terjadi pailit, tetapi kalau gagal bayar berdasarkan hukum jaminan bisa,” lanjutnya.

Ketika ditanya kembali apa saja yang termasuk dalam budel pailit perusahaan, Susanti mengatakan adalah harta kekayaan perusahaan pailit itu sendiri. Penentuan harta kekayaan perusahaan dengan harta kekayaan pribadi direksi adalah terlihat dari sertifikat kepemilikan dari harta kekayaan masing-masing pihak.

“Patokan gugatan actio pauliana ini adalah kreditor rugi,” tegasnya.

Ahli Akuntansi
Selain Susanti, ahli lain yang didatangkan Yudiawan adalah ahli akuntansi, Dani Sudarsono. Kedatangan ahli akuntan ini untuk mencari kebenaran terkait dengan bukti Laporan Keuangan yang diterima kurator. Dewan Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia ini menyebutkan ada tiga syarat utama agar suatu aset dapat dimasukkan ke dalam aktiva tetap.  Syarat itu adalah merupakan benda berwujud; berusia lebih dari satu tahun, dan telah jelas kepemilikan aset itu.

Dari tiga syarat ini, Dani lebih menekankan pada syarat kejelasan kepemilikan suatu aset. Demi kejelasan kepemilikan aset ini, auditor tidak dapat hanya mempercayai surat pernyataan yang telah ditandatangani oleh seorang manajer perusahaan belaka. Auditor wajib memeriksa dokumen-dokumen yang diperlukan. Sebab, bisa saja nanti ada aset pribadi yang tercatat sebagai aset perusahaan. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan ini, auditor wajib memeriksa dokumen-dokumen yang diperlukan.

Ketika ditanya apabila aset tersebut telah tercatat pada aktiva tetap di Laporan Keuangan perusahaan, Dani mengatakan seharusnya aset tersebut memang milik perusahaan. Akan tetapi, Dani mengajak untuk tidak langsung melihat hal tersebut sebagai aset perusahaan karena bisa saja ada aset yang digunakan suatu perusahaan berdasarkan hubungan sewa menyewa. Untuk hal ini, pencatatan tersebut masuk ke dalam biaya yang ditangguhkan dan sifatnya semacam aktiva tetap.

“Tidak bisa percaya pada surat pernyataan saja,” tegas Dani dalam persidangan.
Tags:

Berita Terkait