Pencabutan SE Seskab Diminta dengan Surat, Bukan Lisan
Berita

Pencabutan SE Seskab Diminta dengan Surat, Bukan Lisan

Pemerintah siap bekerjasama dengan parlemen.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Seskab Andi Wijayanto (kiri). Foto: www.setkab.go.id
Seskab Andi Wijayanto (kiri). Foto: www.setkab.go.id
Pencabutan Surat Edaran Sekretaris Kabinet (Seskab) bernomor SE-12/Seskab/XI/2014 dan bertanggal 4 November 2014, terkait menteri dan pimpinan lembaga agar menunda melakukan rapat kerja dengan DPR, semestinya tak dilakukan dengan lisan, tetapi dengan surat. Mekanisme itu dilakukan agar pembantu presiden menerima informasi secara menyeluruh pasca berdamainya dua kubu bersengketa di parlemen.

Hal itu diutarakan Ketua Komisi VIII, Saleh Partaonan Daulay, dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Kamis (27/11). “Surat pelarangan berbentuk surat, maka pencabutan surat tersebut harus dengan surat, tidak bisa hanya lisan,” ujarnya.

Presiden Joko Widodo saat di Bengkulu, Rabu (26/11) telah mempersilakan para menterinya untuk melakukan rapat kerja dengan DPR. Namun, pernyataan Jokowi itu dikhawatirkan tidak diketahui oleh seluruh menteri dan pimpinan lembaga negara. Maka dari itu, alangkah baiknya Jokowi melalui Seskab membuat surat edaran perihal pencabutan surat edaran larangan bagi para menteri dan pimpinan lembaga untuk rapat kerja dengan DPR.

Ia berharap pemerintah segera bergerak cepat. Dengan begitu, para pembantu presiden dapat berlari kencang setelah beberapa bulan tak melakukan kerjasama dengan parlemen. Banyak persoalan yang sedianya sudah dapat dikomunikasikan antara pemerintah dengan DPR. Sayangnya, perseteruan dua kubu berdampak pada hubungan yang kurang harmonis antara eksekutif dengan legislatif.

“Fungsi pengawasan harus berjalan, bayangan kalau dua bulan pemerintah berapa banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Saya meilihat surat edaran perundaan menteri bekerja dengan DPR sangat tidak efektif bagi pemerintah, bukan DPR,” ujar politisi Partai Amanat nasional itu.

Anggota Komisi III Nasir Djamil sependapat dengan pandangan Saleh. Surat pencabutan itu dinilai tepat ketimbang hanya lisan. Nasir berpandangan adanya surat edaran Seskab dapat menjadi pemicu komunikasi buruk antara eksekutif dengan legislatif. Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, Presiden Jokowi diminta menjadi negarawan dalam menyikapi persoalan di parlemen bukan sebaliknya memperkeruh keadaan.

“Saya lihat memang persoalan bentuk komunikasi politik yang buruk. Pemerintah harusnya netral. Ketika dia seorang menjadi presiden dia harus menjadi kepala negara dan negarawan. Ketika melihat konflik, seharusnya Jokowi memfasilitasi (perdamaian, red),” ujarnya.

Nasir menilai keberadaan surat edaran Seskab dinilai memperuncing perseteruan dua kubu di parlemen, yang semestinya sudah ada kesepakatan damai. Ia mempertanyakan surat edaran Seskab yang bersifat rahasia justru malah beredar di tengah masyarakat. Hal itu berdampak merenggangnya hubungan eksekutif dengan legislatif.

“Surat edaran ini seperti memancing air keruh. Harusnya presiden berada di atas semua kelompok. Harusnya bisa memfasilitasi dan menyejukan, bukan menjadi kompor yang memanaskan,” sindirnya.

Anggota dewan dari Fraksi PKB, Maman Imanulhaq, mengatakan terbitnya surat Seskab justru dilatarbelakangi kekisruhan di parlemen. Surat edaran Seskab yang meminta penundaan para pembantu presiden agar menunda melakukan rapat kerja dengan DPR sebagai upaya agar lembaga legislatif itu bersatu terlebih dahulu.

Ia menilai sejak pencabutan surat edaran tersebut sebagaimana ucapan Presiden di Begkulu sebagai pertanda para pembantunya dapat memenuhi undangan rapat kerja dengan DPR. Ia pun meminta Jokowi segera membuat pencabutan melalui surat edaran resmi kepada sejumlah kementerian dan kepala lembaga.

“Pak Jokowi sudah mencabut di Bengku kemarin dan pemerintah sangat mengharapkan DPR bekerja secara utuh, dan pemerintah siap bekerjasama dengan DPR,” pungkas Maman.
Tags:

Berita Terkait