Persoalkan Legalitas Ahok, FPI Tempuh Upaya Hukum
Berita

Persoalkan Legalitas Ahok, FPI Tempuh Upaya Hukum

Majelis anggap permohonan FPI sebagai constitutional complain.

ASH
Bacaan 2 Menit
Aksi Demonstrasi FPI menolak Ahok. Foto: RES
Aksi Demonstrasi FPI menolak Ahok. Foto: RES
Tak terima atas pelantikan Basuki T. Purnama alias Ahok selaku gubernur DKI Jakarta, Front Pembela Islam (FPI) menempuh upaya hukum dengan mengajukan uji materi Pasal 203 ayat (1) Perppu No. 1 Tahun 2014 ke MK. FPI menganggap pelantikan Ahok atas dasar pasal itu tidak sah. Sebab, terpilihnya Ahok sebagai wakil gubernur DKI mengacu pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah – sudah diubah dengan UU No. 23 Tahun 2014-- yang dipilih langsung secara berpasangan.

“Pembelakuan Pasal 203 ayat (1) Perppu Pilkada mengesampingkan hak konstitusional pemohon (FPI) yang bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 24 ayat (5) UU Pemda,” ujar kuasa hukum FPI, Fajri Apriliansyah dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Arief Hidayat di ruang sidang MK, Rabu (17/12). Arief didampingi Maria Farida dan Aswanto selaku anggota majelis.

Pasal 203 ayat (1) menyebutkan “Dalam hal terjadi kekosongan hukum gubernur, bupati, walikota, yang diangkat berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda, wakil gubernur, wakil bupati, wakil walikota menggantikan gubernur, bupati, walikota sampai dengan berakhirnya masa jabatannya.”

Fajri beralasan Pasal 24 ayat (5) UU Pemda yang menyebut kepala daerah dipilih berpasangan secara langsung  bentuk pengejawantahan Pasal 28C ayat (2) yang menjamin hak setiap warga negara menyampaikan aspirasinya dalam pilkada. Menurutnya, Pasal 203 ayat (1) Perppu Pilkada yang dijadikan dasar pelantikan Ahok seharusnya tidak dapat diterapkan untuk melantik Ahok.

“Ini karena alasan berhentinya Joko Widodo sebagai gubernur DKI bukan atas dasar putusan pengadilan seperti dimaksud Pasal 35 ayat (1) UU Pemda, melainkan berhenti karena atas permintaan sendiri (Pasal 29 ayat (1) b UU Pemda),” lanjutnya.

Jika gubernur berhenti atas dasar permintaan sendiri dan terjadi kekosongan jabatan gubernur seharusnya ditafsirkan kedudukan gubernur DKI Jakarag harus diisi melalui mekanisme dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Terlebih, sesuai Pasal 173 ayat (1) Perppu Pilkada apabila kepala daerah yang berhalangan tetap tidak serta merta (otomatis) digantikan oleh wakilnya.

“Pelantikan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta oleh Mendagri juga tak sejalan dengan Pasal 174 ayat (4) Perppu Pilkada. Sebab, sisa masa jabatan gubernur yang digantikan lebih dari 18 bulan yang seharusnya pemilihan gubernur dilakukan melalui DPRD,” dalihnya.

Karena itu, berlakunya Pasal 203 ayat (1) Perppu Pilkada jelas mengkhianati semangat Pasal 28C ayat (2) UUD 1945. “Kita minta Pasal 203 ayat (1) Perppu Pilkada dihapus karena bertentangan dengan UUD 1945,” harapnya.

Namun, nampaknya majelis panel MK tidak sependapat dengan keberatan yang diajukan FPI dalam persidangan. Sebab, pelantikan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta sudah terjadi. Kalaupun permohonan ini dikabulkan tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap status Ahok sebagai gubernur.

“Kalau sudah dilantik, ini berarti tidak ada artinya kan? MK juga tidak berwenang menguji pertentangan antar undang-undang karena permohonan menguraikan pertentangan UU Pemda dan Perppu Pilkada. Ini harus diformulasikan kembali,” ujar Maria Farida Indrati saat menyampaikan masukannya kepada pemohon.

Pemohon pun dinilai tidak menguraikan kerugian konstitusional yang dialami pemohon FPI jika Pasal 203 Perppu tetap berlaku. “Jadi ini harus diformulasikan kembali, harus dijelaskan kerugian Saudara apa? Jika Pasal 203 dinyatakan tidak berlaku, kerugian konstitusional Saudara tidak terjadi lagi. Sebab, permohonan belum menggambarkan hubungan norma dengan kerugian konstitusional Saudara,” ujar Aswanto.

Arief Hidayat menilai permohonan FPI bukan materi pengujian undang-undang, melainkan constitutional complain. Sebab, FPI terlihat mempermasalahkan penerapan hukum dari Pasal 203 Perppu Pilkada “Sejauh ini, Mahkamah tidak berwenang mengadili constitutional complain,” katanya.
Tags:

Berita Terkait