Tak Sesuai Penyidikan, Tambahan Dakwaan Tidak Sah
Eksepsi:

Tak Sesuai Penyidikan, Tambahan Dakwaan Tidak Sah

Minta berkas dikembalikan kepada penuntut umum.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Bupati Tapanuli Tengah nonaktif Raja Bonaran Situmeang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Bupati Tapanuli Tengah nonaktif Raja Bonaran Situmeang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Tim pengacara Raja Bonaran Situmorang mengajukan nota keberatan atas surat dakwaan yang diajukan penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Salah satu yang ditekankan tim pengacara adalah ketidaksesuaian antara hasil penyidikan dengan surat dakwaan.

Kuasa hukum Bonaran, Kores Tambunan, mengatakan masuknya dakwaan subsider Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana (UU Tipikor) tak sesuai hasil penyidikan. Pasal itu ditambahkan oleh penuntut umum. Dengan mengutip doktrin, Kores mengatakan dakwaan jaksa seharusnya tidak sah atau dinyatakan tidak dapat diterima.

Raja Bonaran Situmeang dijerat dakwaan primer Pasal 6 ayat (1) huruf a, subsider Pasal 13 UU Tipikor. Masuknya dakwaan subsider itulah yang dipersoalkan. “Dakwaan yang demikian menurut hukum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima,” urai Kores dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (05/3).  

Pasal 13 UU Tipikor menyebutkan setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada kedudukan dan jabatannya dipidana maksimal tiga tahun penjara dan atau denda maksimal 150 juta rupiah.

Selain itu, Bonaran dan tim pengacara mempersoalkan bukti yang dimiliki penyidik. Sesuai KUHAP, seseorang dinyatakan sebagai tersangka jika sudah ada bukti permulaan yang cukup. Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada jika ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti. Menurut Bonaran, penyidik tak memiliki dua alat bukti sebelum ia dinyatakan tersangka.

Tim hukum Bonaran sempat menanyakan lisan dan mengirimkan surat berisi permintaan informasi tentang dua alat bukti yang dimiliki penyidik. Tetapi permintaan itu tak digubris dengan alasan akan dibuktikan di persidangan. Dari Daftar Isi Bukti yang dikeluarkan KPK, ternyata hanya ada dua saksi yang diperiksa penyidik sebelum 20 Agustus 2014. Pada tanggal inilah Bonaran diumumkan sebagai tersangka kasus suap.

Tim penasehat hukum juga memasukkan isu balas dendam Bambang Widjojanto (BW) sebagai materi eksepsi. Bonaran menuding penetapan dirinya sebagai tersangka adalah imbas dari balas dendam BW. Dalam penyelesaian sengke apilkada di Tapanuli Tengah, BW menjadi penasehat hukum pemohon penyelesaian sengketa melawan kubu Bonaran. Bonaran akhirnya menang dan dilantik menjadi Bupati Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. BW kemudian terpilih dan diangkat menjadi Wakil Ketua KPK.

Dalam petitum nota keberatan, tim kuasa hukum meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan kabur sehingga batal demi hukum. Selain itu, mereka meminta hakim mengembalikan berkas kepada penuntut umum, menghentikan persidangan, dan segera membebaskan Bonaran dari tahanan. Kepada hukumonline, Kores mengatakan seharusnya perkara Bonaran dihentikan. “Seharusnya berkas dikembalikan kepada penuntut umum, dan sidang dihentikan,” ujarnya.

Sesuai sidang, Bonaran masih menyinggung tudingan balas dendam itu. Bahkan ia mempersoalkan langkah BW masih mendatangi gedung KPK setelah polisi menyatakan aktivis bantuan hukum itu sebagai tersangka. Bonaran membandingkan saat ia sudah non-aktif, tak lagi menggunakan fasilitas bupati, termasuk untuk membayar honorarium advokat dari anggaran bupati.
Tags:

Berita Terkait