Pemerintah Diminta Konsisten dengan Aturan Pengetatan Remisi
Berita

Pemerintah Diminta Konsisten dengan Aturan Pengetatan Remisi

Pembinaan berbeda terhadap narapidana merupakan konsekuensi logis adanya perbedaan karakter jenis kejahatan yang dilakukan narapidana.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Menkumham, Yasonna H. Laoly. Foto: RES
Menkumham, Yasonna H. Laoly. Foto: RES
Rencana pemerintah merombak aturan pengetatan pemberian remisi dinilai bertolak belakang dengan PP No. 99 Tahun 2012. Pemerintah semestinya konsisten dalam melaksanakan aturan yang dibuatnya sendiri. Apalagi, pengetatan remisi sebagai upaya memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan luar biasa. Bukan sebaliknya memberikan remisi dengan mudah kepada narapidana pelaku tindak kejahatan luar biasa seperti koruptor.

“Jika pemerintah tetap bersikeras melakukan remisi bagi koruptor yang jelas-jelas melanggar peraturan ini berarti pemerintah sendiri yang tidak taat peraturan. ICJR menyerukan agar pemerintah konsisten dengan aturan yang dibuatnya sendiri, dan juga berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan agar tidak bertentangan dengan peraturan perundnag-undangan yang ada,” Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono di Jakarta, Selasa (17/3).

Menurutnya, pemerintah semestinya membaca secara utuh putusan Mahkamah Agung Nomor 51 P/HUM/2013. Putusan itu memberikan legitimasi yang amat kuat dalam pelaksanaan PP 99/2012. Dengan begitu, tak ada lagi alasan diskriminatif dan melanggar hak narapidana koruptor sebagaimana penilaian pemerintah. Dalam pertimbangan putusan MA tersebut menyebutkan tak adanya pertentangan antara PP 99/2012 dengan UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pasalnya, tujuan PP tersebut merupakan pembinaan terhadap narapidana.

Pembinaan berbeda terhadap narapidana merupakan konsekuensi logis adanya perbedaan karakter jenis kejahatan yang dilakukan narapidana. Selain itu adanya perbedaan sifat berbahayanya kejahatan yang dilakukan, dan akibat yang ditimbulkan tindak pidana yang dilakukan narapidana.

Peneliti hukum Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Susanto Ginting menambahkan, materi PP 99/2012 masih memang memuat banyak kelemahan. Namun penguatan dan penyempurnaan terhadap PP tersebut semestinya mengarah pada penguatan gerakan pemberantasan korupsi, bukan sebaliknya.

Selain itu, momentum merevisi PP bukan di waktu yang tepat. Pasalnya kondisi hari ini gerakan pemberantasan korupsi sedang mengalami fase darurat. Mulai persoalan dugaan kriminalisasi terhadap pimpinan dan penyidik KPK, juga aktivis anti korupsi masih terus berlangsung. “Pemerintah seharusnya menjadikan penyelesaian terhadap kriminalisasi sebagai prioritas,” katanya.

Miko berpandangan momentum dan rangkaian mundur terhadap gerakan pemberantasan korupsi yang tak kunjung rampung. Hal itu pun menjadi pertanyaan arah kebijakan dan agenda pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dalam pemberantasan korupsi. Padahal nawacita Jokowi adalah komitmen penguatan pemberantasan korupsi. “Pertanyaannya, ke arah mana politik hukum Jokowi dalam hal pemberantasan korupsi akan dibawa?,” katanya.

Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Lola Easter, menyayangkan rencana Menkumham Yasonna H Laoly bakal merevisi PP tersbeut. Padahal kondisi saat ini darurat korupsi. Ia menilai, PP 99/2012 sudah tepat dalam pengetatan pemberian remisi terhadap narapidana kejahatan luar biasa, khususnya korupsi. Jika saja PP tersebut diterapkan secara maksimal, dapat memaksimalkan penjeraan.

Menurutnya, tren vonis pengadilan terhadap terdakwa korupsi di periode 2014 rata-rata 2 tahun 8 bulan dengan tuntutan 3 tahun 11 bulan. Ia menilai jika pemberian remisi diperlonggar, tak ada lagi efek jera. “Bisa jadi sebelum setengah masa pidana yang dijalani terpidana, mereka bisa keluar penjara,” katanya.

Lebih jauh Lola berpandangan revisi aturan pengetatan pemberian remisi bentuk ketidakonsitenan pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Bahkan, pemerintah dinilai tak berpihak dalam pemberantasan korupsi di saat darurat korupsi. “Ini jelas langkah mundur pemberantasan korupsi. Rasanya ini bukan cuma agenda napi korupsi yang dari PDIP, tetapi semua koruptor. Karena belakangan muncul dukungan dari berbagai fraksi di DPR untuk revisi PP 99/2012,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait