MK Diminta Beri Solusi Calon Tunggal Pilkada
Berita

MK Diminta Beri Solusi Calon Tunggal Pilkada

Kelanjutan sidang perkara ini akan diputuskan dalam sidang RPH.

ASH
Bacaan 2 Menit
Suasana pemungutan suara Pilkada. Foto: SGP (Ilustrasi)
Suasana pemungutan suara Pilkada. Foto: SGP (Ilustrasi)
Mahkamah Konstitusi (MK) diminta mempercepat proses persidangan uji materi sejumlah pasal UU No. 8 Tahun 2015tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada) terkait ketentuan minimal pasangan calon dalam Pilkada. Diharapkan melalui putusan, MK bisa memberi solusi persoalan larangan pasangan calon tunggal di beberapa daerah dalam pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2015.

Permintaan ini diungkapkan Wakil Walikota Surabaya, Whisnu Sakti Buana dalam sidang perbaikan pengujian UU Pilkada. “Kami mohon majelis bisa memutuskan untuk mempercepat keputusan ini karena kamis tanggal 3 September sudah mulai pendaftaran baru. Kami pesimis akan ada yang daftar,” ujar Whisnu dalam sidang perbaikan yang diketuai Patrialis Akbara di ruang sidang MK, Selasa (01/9).

Bahkan, kata dia, proses sidang lanjutan untuk mendengarkan keterangan ahli tidak perlu dilakukan. Pandangan para hakim konstitusi atas persoalan calon tunggal sudah cukup dibandingkan keterangan para ahli. Karena itu, ia berharap MK segera memutuskan pengujian UU Pilkada ini terkait larangan calon pasangan tunggal dalam Pilkada.

Whisnu, yang berpasangan dengan Tri Rismaharini (petahana), mengungkapkan kondisi saat ini sudah sangat nyata karena ada indikasi skenario penundaan Pilkada di Surabaya. Selain partai politik tidak mengusung pasangan calon, terlihat dari tindakan pembatalan Komisi Penyelenggaraan Umum Daerah (KPUD) Surabaya atas pencalonan pasangan Rasiyo-Dhimam Abror karena alasan administrasi.

Menurutnya, alasan KPUD Surabaya menggugurkan pasangan Rasiyo-Dhiman Abror dibuat-buat. Padahal, DPP PAN secara terang-terangan memberi rekomendasi pada pasangan ini. “Ini sudah kita sampaikan sebagai bukti, bukti pemberitaan di Surabaya juga sudah kita sampaikan. Jadi kami harap betul MK membuat putusan, dan urusan calon tunggal ini bisa terakomodir dalam pilkada serentak tahun 2015,” lanjutnya.

Lewat kuasa hukumnya, Whisnu memohon pengujian Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), Pasal 121 ayat (1), dan Pasal 122 ayat (1) UU Pilkada terkait aturan syarat minimal pelaksanaan pilkada harus diikuti dua pasangan calon kepala daerah atau mensiratkan adanya larangan pasangan calon tunggal. Dalam petitum permohonannya, Whisnu menawarkan dua opsi dalam putusan MK nanti.

Pertama, dirinya meminta MK agar calon tunggal Pilkada bisa langsung dilantik tanpa konstestasi setelah ditetapkan KPUD. Namun, jika tidak, bisa saja dalam putusannya MK tetap memberikan hak pilih masyarakat. Kedua, pasangan calon tunggal tidak serta merta dilantik, tetapi diberi pilihan setuju atau tidak dengan calon tunggal ini dalam kolom tersendiri dalam surat suara, sehingga hak pilih masyarakat tetap dijamin/dilindungi.

“Pemilih diminta memilih salah satu kolom, apabila pemilih kolom “setuju” melebihi 50 persen suara, jumlah suara tersebut bisa dijadikan landasan untuk melantik. Ini pedoman seberapa besar pemilihan dilakukan secara demokratis,” ujar kuasa hukum Whisnu, Edward Dewaruci.

Dalam sidang yang sama, Majelis juga menyidangkan perkara pengujian larangan calon tunggal yang diajukan Effendi Ghazali terkaitpengujian Pasal 49 ayat (8) dan (9); Pasal 50 ayat (8) dan (9); Pasal 51 ayat (2); Pasal 52 ayat (2); Pasal 54 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UU Pilkada.Dia meminta MK menghapus pasal-pasal itu karena bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 I ayat (2), Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.

Meski begitu, Effendi tetap meminta MK memutuskan adanya kotak dan kolom kosong yang disandingkan dengan pasangan calon tunggal dalam surat suara agar hak pilih masyarakat tetap dijamin pada 9 Desember 2015. Hal ini untuk membuktikan calon tunggal benar-benar pilihan rakyat atau hanya pencitraan.

“Hak memilih rakyat yang menentukan. Kalau banyak yang memilih kotak kosong, maka Pilkada serentak akan diundur tahun 2017. Lepas dari itu, terpenting hak pilih warga negara sudah dilaksanakan,” kata Effendi.

Menanggapi itu, Patrialis mengatakan apa yang disampaikan para pemohon akan dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) terlebih dahulu. Menurutnya, keputusan kelanjutan sidang ini akan diputuskan dalam sidang RPH. “Kami akan laporkan ke RPH dulu apa ini langsung diputus atau bagaimana?” kata Patrialis.

Sebelumnya, Ketua MK Arief Hidayat mengatakan sejumlah uji materi UU Pilkada akan dirampungkan tahun ini sebelum Pilkada serentak digelar. “Sebelum Desember 2015 semua pengujian UU Pilkada akan diselesaikan dan diprioritaskan,” kata Arief di Gedung MK, Senin (31/8) kemarin.

Menurutnya, semua pengujian UU Pilkada sudah hampir rampung dan akan segera diputus termasuk pengujian UU Pilkada terkait ketentuan calon tunggal dalam penyelenggaraan pilkada. “Sisanya, hanya beberapa perkara, tetapi tidak begitu urgent, tetapi tetap kita dahulukan,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait