Menyesal Terima Suap, Politisi PDIP Terima Divonis Tiga Tahun Penjara
Berita

Menyesal Terima Suap, Politisi PDIP Terima Divonis Tiga Tahun Penjara

Adriansyah tidak mengajukan banding.

NOV
Bacaan 2 Menit
Politisi PDIP Adriansyah tertunduk saat mendengarkan pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/11). Foto: RES
Politisi PDIP Adriansyah tertunduk saat mendengarkan pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/11). Foto: RES
Ketua majelis hakim Tito Suhud menyatakan anggota DPR nonaktif Adriansyah terbukti menerima suap. "Menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp100 juta. Apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana satu bulan kurungan," katanya saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/11).

Adriansyah yang juga politisi PDIP ini terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP karena menerima hadiah berupa uang sejumlah Rp1 miliar, AS$50 ribu, dan Sing$50 ribu dalam empat kali pemberian dari pemilik PT Mitra Maju Sukses (MMS) Andrew melalui Agung Krisdianto.

Padahal, menurut Tito, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah uang tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan Adriansyah sebagai anggota DPR dan Bupati Tanah Laut, atau yang menurut orang yang memberikan hadiah, Andrew ada hubungannya dengan jabatan Adriansyah.

Dalam pertimbangannya, Tito menguraikan, berdasarkan fakta-fakta dan alat bukti yang terungkap di persidangan, peristiwa ini berawal pada 2012. Andrew diberi kepercayaan oleh pemegang kendali PT Indoasia Cemerlang (IAC) Jason Surjana Tanuwidjaja dan pemegang saham PT MMS Budi Santoso Simin.

Andrew bersama-sama Suparta alias Keta menemui Adriansyah yang ketika itu menjabat Bupati Tanah Laut. Keduanya memperkenalkan diri dan memohon izin untuk melakukan kegiatan jual beli batubara milik PT IAC dan PT Dutadharma Utama (DDU) yang memiliki izin usaha pertambangan batubara di Kabupaten Tanah Laut.

Hakim anggota Joko Subagyo melanjutkan, Andrew juga meminta agar Adriansyah nantinya dapat membantu memperlancar pelaksanaan kegiatan usahanya, yaitu jual beli batubara milik PT IAC dan PT DDU. Namun, pertama-tama, Andrew harus menyelesaikan permasalahannya dengan Kepala Desa Sungai Cuka, H Rahim.

Atas permintaan Andrew, Adriansyah memanggil H Rahim untuk menyampaikan agar permasalahan dengan Andrew diselesaikan secara musyawarah. Denga bantuan Adriansyah, sekitar 2013, permasalahan Andrew dengan H Rahim terkait rute jalan yang dipergunakan untuk pengangkutan batubara dapat terselesaikan.

Meski Adriansyah sudah menjadi anggota DPR dan tidak lagi menjabat Bupati Tanah Laut, hubungan Andrew dan Adriansyah masih berlanjut. Andrew yang menyadari Adriansyah masih memilki pengaruh atas pelaksanaan pemerintahan di Kabupaten Tanah Laut, meminta bantuan Adriansyah untuk memperlancar kegiatan jual beli batubara PT IAC dan PT DDU.

Andrew meminta bantuan Adriansyah untuk pengurusan surat Eksportir Terdaftar PT IAC dan PT DDU. PT IAC dan PT DDU belum mendapat persetujuan RKAB dari Pemkab Tanah Laut, sedangkan batas waktu hanya sampai akhir Agustus 2014. Andrew sebelumnya telah berupaya menghubungi anak Adriansyah, Bambang Alamsyah (Bupati Tanah Laut sekarang).

Akan tetapi, menurut Joko, Bambang tidak dapat dihubungi, sehingga Andrew meminta bantuan Adriansyah yang ketika itu sudah menjadi anggota DPR. Adriansyah lalu menghubungi Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Laut M Hanil dengan maksud meminta tolong agar RKAB PT DDU segera diterbitkan.

"Hal itu agar nantinya PT IAC dan PT DDU dapat melakukan ekspor batubara. Persetujuan RKAB Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT IAC dan PT DDU kemudian diterbitkan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Laut dengan mencantumkan tanggal mundur, yaitu 15 Februari 2015," ujarnya.

Joko mengatakan, terkait dengan pengurusan izin-izin tersebut, Adriansyah telah menerima uang sejumlah Rp1 miliar, AS$50 ribu, dan Sing$50 ribu secara bertahap. Uang itu diberikan Andrew kepada Adriansyah melalui ajudannya, Agung Krisdianto di beberapa tempat dalam rentang waktu 13 November 2014 hingga 9 April 2015.

Penyerahan terakhir dilakukan Andrew melalui Agung di Swiss Bel Resort, Sanur, Bali pada 9 April 2015. Dimana, ketika itu, Adriansyah tengah mengikuti Kongres PDIP. Setelah penyerahan uang, petugas KPK datang menangkap Agung dan Adriansyah. Sementara, di tempat terpisah, KPK juga melakukan penangkapan terhadap Andrew.

Dengan demikian, Joko berpendapat, semua unsur dalam Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP telah terpenuhi. Ia menganggap tidak ada satu pun alasan pembenar atau pemaaf atas perbuatan yang telah dilakukan Adriansyah. Adapun pembelaan Adriansyah dan tim pengacaranya, sudah sepatutnya ditolak.

Atas putusan tersebut, penuntut umum KPK masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. Sementara, Adriansyah menyatakan tidak akan mengajukan upaya banding. "Setelah berkonsultasi dengan penasihat hukum saya, kami memutuskan menerima apa yang diputuskan majelis hakim," tuturnya.

Pengacara Adriansyah, Bagus Sudarmo menambahkan, alasan kliennya tidak mengajukan upaya banding karena dalam nota pembelaan (pledoi), Adriansyah sudah menyatakan sangat menyesali perbuatannya. "Jadi, kami memutuskan menerima (putusan hakim). Apapun putusan majelis, akan diterima," tandasnya.
Tags: