Apa ya Poin-Poin Keberatan Pengacara Jessica atas Tuntutan Jaksa?
Utama

Apa ya Poin-Poin Keberatan Pengacara Jessica atas Tuntutan Jaksa?

Keabsahan CCTV kafe sebagai alat bukti masih terus dipertanyakan. Putusan MK bisa dijadikan rujukan.

Oleh:
FITRI N. HERIANI
Bacaan 2 Menit
Jessica Kumala Wongso berjalan di depan majelis hakim sesaat sebelum jaksa membacakan tuntutan di PN Jakarta Pusat, Rabu (05/10). Foto: RES
Jessica Kumala Wongso berjalan di depan majelis hakim sesaat sebelum jaksa membacakan tuntutan di PN Jakarta Pusat, Rabu (05/10). Foto: RES
Majelis hakim PN Jakarta Pusat telah memberikan waktu kepada tim pengacara Jessica Kumala Wongso menyampaikan pembelaan pada Rabu (12/10) pekan ini. Tim pengacara harus menyusun argumentasi yang kuat untuk melawan dalil-dalil yang dikemukakan tim penuntut umum pada sidang rekuisitor. Pada sidang Rabu (05/10) lalu, jaksa telah menuntut hukuman 20 tahun penjara terhadap terdakwa kasus pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin itu.

Tim pengacara Jessica berkejaran dengan waktu untuk menyelesaikan pembelaan. Beberapa poin keberatan sudah disampaikan Otto Hasibuan secara terbuka. Otto Hasibuan, ketua tim penasihat hukum Jessica, menilai jaksa sendiri terkesan ragu-ragu mengajukan tuntutan terhadap kliennya. Terbukti, jaksa tak mengajukan tuntutan mati, yang juga tercantum dalam Pasal 340 KUHP. Bagi Otto, itu berarti jaksa pun sebenarnya tak yakin Jessica sebagai pelaku pembunuhan berencana.

Otto yakin kliennya tidak bersalah seperti tuduhan jaksa. Karena itu, ia keberatan terhadap tuntutan penjara itu. “Apa bedanya satu hari dengan 20 tahun. Bagi kita sama saja. Satu hari pun sebenarnya tidak layak, karena tidak ada bukti,” kata Otto usai persidangan.

Berdasarkan fakta hukum yang dipaparkan penuntut umum dalam rekuisitor, Otto menilai banyak data dan fakta yang ditambahkan dan dikurangi. Keberatan atas tuntutan jaksa tersebut akan dituangkan dalam nota pembelaan (pledoi).

Otto dan tim pengacara Jessica keberatan atas beberapa hal, dan kemungkinan besar dimasukkan ke dalam materi pembelaan. Pertama, sianida sebanyak lima gram yang dikatakan jaksa dimasukkan oleh Jessica ke dalam es kopi vietnam. Menurut Otto, selama persidangan tidak ada bukti yang menunjukkan Jessica memasukkan lima gram sianida ke dalam es kopi vietnam.

“Jaksa bilang (Jessica) mengambil 5 gram  itu. Kalau sampai jaksa mengatakan 5 gram itu ada, berarti dia (Jessica) pegang barang (sianida) itu dong, dia timbang barang itu,” jelas Otto. (Baca: Momen Memasukkan Sianida, Tantangan dalam Sidang Jessica).

Kedua, dalam kesimpulan yang dibacakan jaksa, diungkapkan pipi Mirna berwarna merah. Menurut Otto, kesan merah pada pipi Mirna karena diberi perona merah pipi (blush on). Data tersebut. “Itu dari visum et repertum, tapi tidak disebutkan peronanya tapi disebut merah saja”.

Ketiga, jaksa juga menyatakan BAP petugas pemberi formalin yang bernama Lia dinyatakan dibacakan dalam persidangan. Otto mempertanyakan kapan BAP tersebut dibacakan di dalam persidangan. “Kapan dibacanya? Dia (jaksa) bilang dibacain, padahal enggak,” tegas Otto.

Keempat, persoalan bukti CCTV. Merujuk pada putusan Mahkamah Konsutitusi (MK) terkait uji materi yang diajukan Setya Novanto, dikatakan bahwa CCTV tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti. Pada dasarnya putusan MK mengatakan rekaman bisa dijadikan alat bukti dalam persidangan jika mendapat persetujuan dari pihak penyidik terlebih dahulu. Selain itu, lanjut Otto, jika CCTV itu ternyata bisa dijadikan alat bukti, maka tidak ada isi rekaman CCTV yang menunjukkan bahwa Jessica mengambil sianida ke dalam tas dan memasukkan ke dalam gelas es kopi vietnam untuk Mirna.

Otto menilai tim jaksa mempermainkan kata-kata dalam tuntutan. Tidak ada bukti yang menunjukkan Jessica memasukkan sianida. Kalaupun benar, harus ada fakta seseorang yang melihat sianida tersebut masuk ke dalam es kopi vietnam. “Jaksa itu hanya permainan kata-kata,” tuturnya.

Adapun fakta yang muncul dipersidangan diambil oleh jaksa secara parsial saja. Harusnya, tambah Otto, jaksa mengambil fakta persidangan secara keseluruhan. Jika tidak, jaksa akan memperoleh pemahaman yang salah.

“Kalau saya mengajukan permohonan kepada hakim dianggap ini adalah saksi yang meringankan, bukan, bukan ahli yang meringankan. Kalau jaksa juga mengajukan ahli, dikabulkan hakim, itu bukan ahli yang memberatkan atau meringankan. Itu salah. Saya kira sudah cukup, kita akan uraikan satu persatu nanti dalam pledoi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait