KPK, Polri, Kejaksan Segera Teken Keputusan Bersama Soal SPDP Online
Berita

KPK, Polri, Kejaksan Segera Teken Keputusan Bersama Soal SPDP Online

Untuk mempermudah memonitor penanganan perkara korupsi di seluruh Indonesia.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Ketua KPK Agus Rahardjo. Foto: RES
Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Ketua KPK Agus Rahardjo. Foto: RES
Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian langsung menyambangi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR. Kedatangan Kapolri ini, salah satunya untuk membahas tindak lanjut rencana penerapan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan online atau e-SPDP kasus korupsi.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, dalam waktu dekat, ia bersama Tito dan Jaksa Agung M Prasetyo akan menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang e-SPDP. "Ya nanti, intinya kalau e-SPDP sudah jalan, kemudian Polri, KPK, dan Kejagung bisa memonitor jalannya (kasus) tindak pidana korupsi di seluruh Indonesia," katanya, Senin (5/12).

Selama ini, pemberitahuan SPDP dari Polri dan Kejaksaan memang sudah berjalan, tetapi belum secara online. Sesuai UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK memiliki fungsi koordinasi dan supervisi. Pasal 50 UU KPK mewajibkan Kepolisian dan Kejaksaan memberitahukan kepada KPK penyidikan yang sedang berjalan di lembaganya paling lambat 14 hari terhitung sejak dimulainya penyidikan.

Agus juga sempat menyampaikan bahwa e-SPDP itu akan memudahkan KPK, Polri, dan Kejaksaan untuk memantau kasus-kasus korupsi di seluruh daerah. Dengan e-SPDP, KPK dapat memonitor penanganan kasus korupsi di kejaksaan dan kepolisian daerah, apakah ada yang penanganan yang berlama-lama atau mengalami hambatan.

Tito pun mengamini jika penandatangan SKB e-SPDP merupakan hal penting yang harus dikoordinasikan dengan KPK. "Jadi, dengan e-SPDP, elektronik SPDP, artinya dari polisi, kami tidak perlu lagi, anggota Polri yang menyidik kasus korusi datang menyampaikan hard copy (SPDP) ke sini (KPK), tapi dengan online," ujarnya. (Baca Juga: Atasi Masalah Penyidikan, KPK Rancang SPDP Online)

Menurutnya, dengan e-SPDP, peran KPK sebagai supervisor bisa memberikan supervisi terhadap penanganan perkara-perkara korupsi di kepolisian dan kejaksaan. Dan, memang undang-undang mewajibkan polri dan kejaksaan yang menangani kasus korupsi melaporkan kepada KPK. "Otomatis semua akan termonitor melalui online," imbuhnya.

Tito berharap SKB e-SPDP dapat ditandatangani dalam waktu dekat, yakni pada Rabu perkan ini. Sebab, sudah tiga minggu mereka ingin mencari waktu yang tepat untuk menandatangi SKB. Namun, hanya tinggal menunggu informasi dari pihak Kejaksaan, apakah hari Rabu ini Jaksa Agung bisa atau tidak untuk menandatangani SKB.

Sebenarnya, terkait dengan pelaporan SPDP ke KPK ini, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Sudhono Iswahyudi pada 2004 pernah mengeluarkan Edaran Nomor : B- 125/F/Ft.2.1/02/2004  tentang Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi ke KPK kepada seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.

Dalam poin 3 disebutkan, "Apabila Kejaksaan mulai melakukan penyidikan, untuk menghindari cacat hukum sesuai ketentuan Pasal 50 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002 dan Pasal 109 ayat (1) KUHAP, maka Kejaksaan wajib segera mengirim SPDP kepada KPK dan Penuntut Umum. (contoh formulir terlampir) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterbitkan Surat Perintah Penyidikan (P-8)".

SPDP diminta agar dikirim ke Ketua KPK dan Penuntut Umum pada Kejaksaan setempat, dilampiri P-8 yang bersangkutan, dengan tembusan masing-masing kepada : a. Jampidsus; b. Kajati setempat (bila penyidikan dilakukan oleh Kejari); c. Kapolda/Kapolres setempat (untuk menghindari tumpang tindih penyidikan). (Baca Juga: 3 Catatan Jokowi untuk Tingkatkan Indeks Persepsi Korupsi)

Penambahan personil
Selain SKB e-SPDP, Agus dan Tito membahas masalah kebutuhan personil di KPK. Agus mengaku, KPK membutuhkan banyak personil di bidang penyidikan. Di tahun 2016 saja, KPK meminta tambahan 200 personil. Di tahun 2017, KPK membutuhkan dua kali lipatnya, yaitu 400 personil yang sebagian besar dari kepolisian.

Oleh karena itu, Agus meminta kepada Tito agar lulusan-lulusan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) yang baru dapat direkrut menjadi penyidik KPK. Tentu, proses seleksi akan dilakukan melalui ujian-ujian sebagaimana yang berlaku di KPK. "Mudah-mudahan kita rekrut, bisa masuk KPK, jadi penyidik di KPK," tuturnya.

Pembahasan lainnya adalah mengenai program Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK). Tito menyatakan, Polri akan memperbanyak keikutsertaan para polisi wanita (Polwan) dalam program SPAK yang nantinya akan berada di bawah supervisi pimpinan KPK. Sejauh ini, program SPAK di Polri sudah berjalan di beberap tempat.

Ke depan, sambung Tito, Polri akan membuat program tersebut semakin massif di seluruh Indonesia. Pasalnya, para polwan dinilai relatif memiliki jiwa anti korupsi yang tinggi. Apabila polwan-polwan ini bisa bergerak menyebarkan nilai-nilai anti korupsi, ia berharap budaya anti korupsi di lingkungan Polri semakin membaik. (Baca Juga: Ada Profesi Baru Lho! Penyuluh Antikorupsi)

"(Budaya korupsi di Polri) Lebih tergusur lagi nantinya. Yang Polki-polkinya (Polisi laki-laki) akan ikut. Gitu lho," tandasnya.
Tags:

Berita Terkait