KPK Percepat Penanganan Perkara e-KTP
Berita

KPK Percepat Penanganan Perkara e-KTP

KPK pertemukan Setya Novanto dengan seseorang untuk mengkonfirmasi keikutsertaannya dalam sejumlah pertemuan. Anas Urbaningrum juga dititipkan di Rutan Guntur demi kepentingan pemeriksaan.

NOV
Bacaan 2 Menit
Ketua Umum DPP Partai Golkar tersebut dimintai keterangan mengenai proses pembahasan anggaran di DPR, termasuk melakukan klarifikasi dan pendalaman informasi terkait aliran dana ke sejumlah pihak serta melengkapi bukti-bukti penyidikan dengan tersangka Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto.
Ketua Umum DPP Partai Golkar tersebut dimintai keterangan mengenai proses pembahasan anggaran di DPR, termasuk melakukan klarifikasi dan pendalaman informasi terkait aliran dana ke sejumlah pihak serta melengkapi bukti-bukti penyidikan dengan tersangka Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupaya mempercepat penanganan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP elektronik atau e-KTP) tahun anggaran 2011-2012. Untuk itu, KPK kembali memeriksa sejumlah saksi.

Antara lain, Ketua DPR Setya Novanto dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. KPK juga memeriksa mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Bahkan, untuk keperluan penyidikan, Anas yang sedang menjalani masa pidana di LP Sukamiskin, sementara dititipkan di Rutan Pomdam Jaya Guntur.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Setya, Anas, dan Nazar diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sugiharto, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Kemendagri. "Penyidik punya target dan harus intensif dalam pemeriksaan ini," katanya, Selasa (10/1).

Menurutnya, penyidik kembali memeriksa Setya karena ingin lebih mendalami sejumlah pertemuan yang diduga dihadiri oleh Setya. Pasalnya, berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik, Setya diduga melakukan pertemuan-pertemuan di sejumlah tempat di Jakarta, seperti di kantor Setya di DPR dan hotel. (Baca Juga: Korupsi E-KTP, Mantan Mendagri Gamawan: Saya Terima Uang? Buktikan Saja)

Demi mengkonfirmasi pertemuan-pertemuan tersebut, dalam pemeriksaan kali ini, Setya dipertemukan dengan salah satu pihak yang terkait dengan penyidikan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Akan tetapi, Febri merahasiakan siapa pihak yang dipertemukan dengan Setya. "Mohon maaf, kami tidak bisa menyebutkan," ujarnya.

Selain soal pertemuan, penyidik juga masih mendalami keterangan Nazar tentang sejumlah pihak yang menerima atau menikmati aliran dana. Oleh karena itu, penyidik sangat kembali mengagendakan pemeriksaan Nazar. Sayang, Nazar tidak dapat memenuhi panggilan penyidik karena alasan kesehatan.

Walau begitu, Febri menegaskan, tim penyidik sudah memiliki rangkaian kronologis mengenai perbuatan yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp2 triliun ini. Mulai dari tahapan persiapan, pembahasan anggaran, hingga implementasi proyek. Bahkan, penyidik telah memeriksa lebih dari 250 saksi.

"Untuk itu, pertemuan-pertemuan yang terkait alur peristiwa e-KTP sedang kami dalami saat ini. Kami menemukan sejumlah informasi tentang pertemuan-pertemuan. Hal itu penting diklarifisikasi lebih lanjut agar penyidikan semakin utuh dan kuat untuk ditingkatkan ke proses selanjutnya, serta untuk kebutuhan pengembangan perkara," terangnya.

Khusus mengenai peran Setya, Febri belum dapat membeberkan. Yang pasti, Setya diperiksa dalam kapasitasnya ketika itu, yaitu sebagai anggota DPR sekaligus Ketua Fraksi Golkar. Sama halnya dengan Anas yang dahulu menjabat sebagai anggota DPR sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat.

Usai menjalani pemeriksaan, Setya mengaku hanya diklarifikasi penyidik mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jabatannya selaku Ketua Fraksi Golkar di DPR. "Ada pimpinan Komisi II (DPR) untuk menyampaikan. Tapi, semua yang disampaikan normatif saja. Ya, karena Komisi II dan Departemen (Dalam Negeri) itu yang saya tahu normatif saja," tuturnya.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yakni mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Irman yang juga bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Irman dan Sugiharto disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

KPK telah pula memeriksa sejumlah saksi, antara lain mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Nazar, mantan Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap, mantan anggota Komisi II DPR Ganjar Pranowo, dan Nazar. Apabila mengacu kronologis yang dibuat Nazar, Setya disebut pernah beberapa kali melakukan pertemuan di luar forum resmi DPR untuk membahas finalisasi komitmen fee proyek e-KTP.

Sebagaimana dikutip dari kantor berita Antara, pada September 2013 lalu, pengacara Nazar, Elza Syarif pernah menyampaikan dokumen kronologi dugaan rekayasa proyek e-KTP. Beberapa diantaranya memuat pertemuan-pertemuan informal yang dilakukan Setya. (Baca Juga: Agus Martowardojo Bantah Terima Gratifikasi Anggaran E-KTP)

1. Pada Desember 2010, terjadi pertemuan di rumah (Setya) Novanto yang dihadiri oleh Chairuman Harahap, Andi Septinus, seluruh direktur utama konsorsium serta Nazar untuk membicarakan finalisasi commitment fee.

2. Pada Januari 2011, terjadi pertemuan di Equity Tower lantai 20 (kantor Setya Novanto) yang dihadiri oleh Setya, Andi Septinus, Paulus Tanos, Chairuman, Anas Urbaningrum, Nazar, dan seluruh direktur utama konsorsium untuk membicarakan finalisasi commitment fee.

Nazar, melalui Elza, juga pernah mengatakan bahwa proyek E-KTP dikendalikan ketua Fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazar, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.

Dalam dokumen yang dibawa Elza tampak bagan yang menunjukkan hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi proyek KTP elektronik. Pihak-pihak yang tampak dalam dokumen Elza, yaitu Andi Narogong dan Nazar dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.

Kotak bagan "Boss Proyek e-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Mathias Mekeng AS$500 ribu, (2) Olly Dondokambey AS$ 1juta, dan (3) Mirwan Amir AS$500 ribu.

Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap AS$500 ribu, (2) Ganjar Pranowo AS$500 ribu, dan (3) Arief Wibowo AS$500 ribu. Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).

Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaputra yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012. (Baca Juga: Nazaruddin: KPK Sudah Tetapkan Tersangka Baru E-KTP)

Pembagian tugasnya adalah PT PNRI mencetak blangko E-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkan keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko E-KTP dan personalisasi dari PNRI.  

PT Quadra disebut Nazar dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan Irman punya permasalahan dengan Badan Pemeriksa Keuangan. PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka teman Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium.
Tags:

Berita Terkait