Agus Martowardojo Bantah Terima Gratifikasi Anggaran E-KTP
Berita

Agus Martowardojo Bantah Terima Gratifikasi Anggaran E-KTP

Kontrak tahun jamak merupakan kewenangan Menkeu, tapi untuk perencanaan, pelaksanaan, pembayaran dan evaluasi kontrak bukan wewenangnya.

ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Gubernur BI, Agus Martowardojo. Foto: RES
Gubernur BI, Agus Martowardojo. Foto: RES
Menteri Keuangan 2010-2013 Agus Martowardojo membantah menerima gratifikasi karena menyetujui anggaran tahun jamak dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) selama periode 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.

"Kalau tadi ada pertanyaan bahwa ada Nazaruddin menyampaikan saya menerima gratifikasi, saya ingin menjelaskan bahwa kalau betul Nazar mengatakan saya menerima fee atau menerima aliran dana, saya menyampaikan itu fitnah dan bohong besar. Saya menerima fee itu adalah suatu fitnah, kebohongan besar. Dan kalau mengatakan seperti itu saya ingin dia cepat sadar karena dia terpidana dan di dalam penjara. Dia tidak kredibel dan jangan meneruskan ucapan-ucapan fitnahnya." katanya seusai diperiksa di gedung KPK di Jakarta, Selasa (1/11).

Agus menjadi saksi untuk dua tersangka kasus korupsi E-KTP, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.

Menurut Agus, meski kontrak tahun jamak itu adalah kewenangan Menkeu. Sedangkan proses perencanaan, pelaksanaan, pembayaran, dan evaluasi kontrak bukan wewenang dirinya selaku Menkeu. (Baca Juga: Hari Ini, KPK Panggil Agus Martowardojo Terkait Korupsi E-KTP)

"Saat terima kontrak itu Menkeu akan mengevaluasi antara lain didukung oleh adanya pandangan dari kementerian/lembaga yang memahami teknis proyek itu, yang bisa menyatakan proyek itu lebih dari 12 bulan. Kemudian kementerian yang meminta multiyears itu harus meyakini bahwa selama kontrak berlangsung akan menyediakan anggaran," ujarnya.

Bahkan menurut Agus, tanda tangan surat tanggung jawab mutlak selama periode kontrak disiapkan anggarannya dan dalam ketentuan yang ada dalam peraturan Menteri Keuangan No. 56 PMK 02 tahun 2010.

"Kelihatan bahwa betul-betul semua itu adalah tanggung jawab dari kementerian/lembaga dan minta persetujuan menteri keuangan karena setelah disetujui multiyears baru dilakukan pengadaan, tender, pengikatan, pembayaran," jelas Agus.

Agus bahkan mendukung pelaksanaan kontrak tahun jamak di Indonesia untuk menyediakan pembangunan infrastruktur. "Kalau kementerian/lembaga takut selesaikan dalam multiyears, nanti proyek yang harus diselesaikan dalam waktu dua sampai tiga tahun dan diselesaikan satu tahun nanti kualitasnya jelek," ujarnya.

KPK sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto. Keduanya diduga melakukan penggelembungan harga sehingga menyebabkan dugaan keuangan negara hingga mencapai Rp2 trililun dari anggaran Rp6 triliun.

Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp2 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun. (Baca Juga: Nazaruddin: KPK Sudah Tetapkan Tersangka Baru E-KTP)

Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.

PNRI bertugas mencetak blangko E-KTP dan personalisasi, Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkan keras AFIS, Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak, dan Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko E-KTP dan personalisasi dari PNRI.

Program E-KTP ini secara nasional dilaksanakan dalam dua tahap yakni pada 2011 dan 2012. Tahap pertama dilaksanakan di 197 kabupaten/kota dengan target 67 juta penduduk telah memiliki KTP elektronik. Namun, pada pelaksanaannya, terdapat masalah terkait ketersediaan dan distribusi perangkat yang dibutuhkan.
Tags:

Berita Terkait