Tindaklanjuti Surat PTUN Jakarta, Menteri Jonan Cabut IUP PT MMP
Berita

Tindaklanjuti Surat PTUN Jakarta, Menteri Jonan Cabut IUP PT MMP

Pekerjaan rumah berikutnya adalah memastikan adanya audit dan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan.

Oleh:
DAN
Bacaan 2 Menit
Menteri ESDM Ignasius Jonan. Foto: RES
Menteri ESDM Ignasius Jonan. Foto: RES
Perjuangan panjang warga Pulau Bangka di Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara yang menolak keberadaan tambang bijih besi PT Mikgro Metal Perdana (MMP) akhirnya membuahkan hasil setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, mencabut izin usaha pertambangan tersebut.

Pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) ini tertuang dalam surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 1361 K/30/MEM/2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3109 K/30/MEM/2014 Tanggal 17 Juli 2014 Tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT. Mikro Metal Perdana.

“Mencabut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3109 K/30/MEM/2014 Tanggal 17 Juli 2014 Tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT. Mikro Metal Perdana,” demikian petikan isi surat keputusan pencabutan IUP PT. MMP ditandatangani langsung oleh Menteri Jonan pada 23 Maret 2017 lalu.

Surat Keputusan ini selanjutnyadikirim tembusannya kepada para pihak, termasuk Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) sebagai salah satu pihak pemohon pada 30 Maret 2017 sebagai bagian dari Koalisi Save Pulau Bangka, bersama banyak Organisasi dan kelompok masyarakat lainnya, seperti WALHI, YLBHI, ICW dan Greenpeace Indonesia. (Baca Juga: Meneropong Bisnis Tambang Pasca Terbit PP Minerba)

Surat ini merupakan tindak lanjut dari surat yang sebelumnya dikirimkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang kepada Kementrian ESDM yang menerangkan bahwa perkara Nomor: 211/G/2014/PTUN-JKT, telah diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, tanggal 14 Juli 2015, yang mana telah mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya. Pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi (PT) TUN Jakarta menguatkan putusan PTUN tingkat Pertama melalui putusannya Nomor: 271/B/2015/PT.TUN.JKT, pada tanggal 14 Desember 2015.

Sementara di tingkat kasasi, Mahkamah Agung, melalui putusan No: 255 K/TUN/2016, pada tanggal 11 Agustus 2016, menolak permohonan pencabutan perkara judex facti PTUN Jakarta dan PT TUN Jakarta. Adapun amar putusan PTUN Jakarta tanggal 14 Juli 2015 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap tersebut. Dengan Demikian gugatan warga Pulau Bangka tersebut telah berkekuatan hukum tetap.

Sempat muncul kekhawatiran dari warga pulau Bangka menyusul kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa sejumlah fasilitas penunjang pertambangan masih berdiri.alat-alat berat pihak PT MMP masih berada di lokasi keruk, sehingga warga mengindikasikanadanyakecenderungan pihak perusahaan dan pihak-pihak lain yang sebaris dengan kepentingan perusahaan tidak menghormati putusan hukum yang sudah inkracht, lalu tetap ingin melakukan eksploitasi.

Fasilitas penunjang pertambangan yang sudah berdiridi  lokasi penambangan kurang lebihdiantaranya adalah konstruksi untuk pabrik, gudang bahan peledak, tangki penampungan bahan bakar, konstruksi akses jalan ke kawasan hutan adat, Camp untuk Pekerja dan jetty-pelabuhan bongkar muat yang akan digunakan oleh perusahaan.(Baca Juga: PTUN Jakarta Surati Menteri Jonan Soal Izin Tambang di Minahasa Utara)

Menanggapi keluarnya surat keputusan Menteri ESDM No: 1361 K/30/MEM/2017, Koalisi Save Pulau Bangka mengharapkan konsistensi pemerintah untuk tidak mengeluarkan izin baru untuk perusahaan tambang mana pun di Pulau Bangka. Pekerjaan rumah berikutnya, adalah memastikan adanya audit dan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan. Ini mulai dari kerusakan bukit hingga kerusakan sejumlah terumbu karang serta penimbunan mangrove yang dilakukan selama perusahaan beroperasi.

“Dalam hal audit dan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan tersebut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus berperan nyata,” terang Koalisi melalui press rilis nya kepada hukumonline, Kamis (6/4).

Koalisi Penyelamatan Pulau Bangka menganggap kemenangan warga di Pulau Bangka ini dapat menjadi yurisprudensi, inspirasi dan tonggak hukum bagi banyak warga di pulau-pulau kecil lain di Indonesia yang saat ini sedang melawan ekspansi koorporasi tambang.

Menurut dataKementrian Kelautan dan Perikanan(KKP),terdapat lebih dari 12 ribu pulau kecil di Indonesia dan nasibnya terancam serupa Pulau Bangka. Yang paling anyar adalah Pulau Romang di Maluku Barat Daya yang juga dikapling 98 persen luasnya oleh tambang. Sementara menurut catatan koalisi, Pulau Bangka hanya berukuran 4778 hektar, 2000 hektar atau separuhnya dikapling tambang asal Tiongkok ini.(Baca Juga: Mencermati Posisi Freeport dari UU Minerba, Kontrak Karya, serta MoU)

Selanjutnya, dengan adanya SK pencabutanIUPOperasi Produksi PT MMP oleh Menteri ESDMini, Koalisi Save Pulau Bangka berpandangan dan mendesak:

1.Pencabutan Izin Usaha Pertambangan PT MMP harus diikuti langkah pemulihan kondisi sosial ekologis yang sudah terjadi selama ini, tidak sebatas mencabut izin. 2.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus segera memastikan dan secara bersama-sama dengan pihak PT MMP melakukan upaya pemulihan atas pengrusakan lingkungan hidup yang telah ditimbulkan.

3.Meminta KLHK untuk melakukan inventarisasi dan investigasi guna menemukan dan mengumpulkan data-data pengrusakan yang telah terjadi dan menemukan kemungkinan atau potensi tindak perdata dan pidana lingkungan hidup yang selama ini telah terjadi di Pulau Bangka. 4.Masyarakat Pulau Bangka mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk STOP memberi ruang kepada perusahaan tambang, sebaliknya mendukung upaya masyarakat untuk mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat, pertanian dan perkebunan, juga perikanan dan kelautan yang tidak berdampak buruk bagi kondisi sosial ekologis.

5.Koalisi mendesak pemerintah untuk memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat Pulau Bangka untuk bisa menjalankan ekonomi dan penghidupannya tanpa gangguan berupa pemberian izin-izin kepada perusahaan-perusahaan ekstraktif dan monokultur, semacam tambang serta perkebunan kelapa sawit. 6.Koalisi menuntut pemerintah untuk mentaati amanat undang-undang (UU) No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dimana seluruh kawasan pulau kecil terlarang untuk aktivitas pertambangan yang merusak ekosistem dan biota laut di sekitarnya.

7.Koalisi menyerukan pemerintah melakukan penyelamatan pulau-pulau kecil dengan cara  melakukan audit seluruh izin-izin tambang di pulau kecil dan segera melakukan pencabutan izin-izin di pulau kecil dengan menggunakan peristiwa pencabutan IUP di Pulau Bangka sebagai yurisprudensi, pijakan dan sumber hukum menyelamatkan pulau-pulau kecil yang bukan saja rentan karena kebijakan pembangunan dan lebih rentan lagi saat berhadapan dengan dampak perubahan iklim.

Tags:

Berita Terkait