Polemik Dana Desa; Rawan Penyelewengan Hingga Aturan Tumpang Tindih
Berita

Polemik Dana Desa; Rawan Penyelewengan Hingga Aturan Tumpang Tindih

Jalur penyaluran dan lamanya masa jabatan kepala desa menjadi potensi penyelewengan dana desa.

Oleh:
CR-24
Bacaan 2 Menit
Polemik Dana Desa; Rawan Penyelewengan Hingga Aturan Tumpang Tindih
Hukumonline
Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada pejabat daerah di Pamekasan menjadi salah satu contoh bahwa dana desa masih cukup rentan untuk diselewengkan. Penangkapan ini sendiri dilakukan kepada Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Inspektur Kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Desa Dasok Agus Mulyadi, Kepala Bagian Administrasi pada Inspektorat Noer Solehhoddin serta Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Rudi Indra Prasetya. Kelimanya kini sudah berstatus sebagai tersangka.
Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menilai, proses penyaluran dana desa yang harus melewati pemerintahan kabupaten/kota menjadi salah satu faktor besarnya potensi penyelewengan. Oleh sebab itu menurut Ali, pemerintah seharusnya bisa memotong jalur pendistribusian sehingga dana desa bisa langsung diterima di Rekening Kas Desa (RKD).
“Dananya mampir dulu, di rekening keuangan daerah. Hati-hati ketika kepala daerah, bupati walikota udah mulai cawe-cawe nih, nanti dia bisa tuh camat dikondisikan, kepala daerah dipaksa. Makanya kalau buat saya agak sedikit radikal, langsung ke RKD sehingga gak mampir. Makin panjang, makin besar peluang intervensinya,” kata Ali dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (19/8).
Selain itu, menurut Ali, jabatan kepala desa bagaimanapun bermuatan politis walaupun di tingkat pedesaan itu sendiri. Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Kepala Desa menjabat selama 6 tahun dan bisa tiga periode berturut-turut. Ini berarti seorang Kepala Desa bisa menduduki jabatan selama 18 tahun. Ali mengaku khawatir hal ini bisa menimbulkan terjadinya politik dinasti di pedesaan.
“UU Desa luar biasa, ini boleh tiga kali 6 tahun, berarti 18 tahun, bisa jadi dinasti tuh, ntar anaknya tuh, anaknya cucu nya tuh, sudah gitu perangkat desa dikontrol sama kepala desa,” ujar politisi PKS ini.

(Baca: Cegah Korupsi, Masyarakat Perlu Dilibatkan Awasi Dana Desa)

                                                    Masa Jabatan Kepala Desa
Pasal 39 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut
Pasal 47 PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa (1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
(3) Ketentuan periodisasi masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku di seluruh wilayah Indonesia.
(4) Ketentuan periodisasi masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk masa jabatan kepala Desa yang dipilih melalui musyawarah Desa.
(5) Dalam hal kepala Desa mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya atau diberhentikan, kepala Desa dianggap telah menjabat 1 (satu) periode masa jabatan.
Untuk itu, Ali berpendapat jika perangkat desa sebaiknya ada yang berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini dimaksudkan agar kepala desa tidak bisa sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya dan melakukan pemecatan sepihak kepada perangkat yang tidak sesuai dengan keputusan yang diambil. 
“Dan satu lagi, pilih yang terbaik tidak harus warga setempat, karena kita Indonesia, boleh ASN itu di Padang, orang Jawa, dari Jawa orang Sulawesi sehingga Kebhinekaan kita akan terasa karena ASN ini mengikat Kebhinekaan,” sambungnya.
Tags:

Berita Terkait