Atasi Tantangan, Pemerintah Perkuat Sistem Data dan Informasi Perpajakan
Berita

Atasi Tantangan, Pemerintah Perkuat Sistem Data dan Informasi Perpajakan

Langkah awal pemerintah yang harus dilakukan guna memperbaiki sistem perpajakan ini adalah dengan menyiapkan peraturan hukum, salah satunya melalui revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Oleh:
Fathan Qorib/ANT
Bacaan 2 Menit
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Pemerintah akan menyiapkan penguatan serta pembaharuan sistem data dan informasi perpajakan untuk mengatasi berbagai tantangan dalam bidang perpajakan di Indonesia yang makin berkembang.

"Kita bicara mengenai pentingnya untuk membangun suatu core tax system, yaitu sistem database dan informasi di perpajakan yang selama ini memang sudah membukukan upgrade berdasarkan tingkat perkembangan yang terjadi," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani seusai melakukan rapat koordinasi mengenai perpajakan di Jakarta,sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (18/9).

Sri Mulyani menjelaskan,salah satu alasan dari penguatan sistem data dan informasi ini karena telah terjadi peningkatan jumlah Wajib Pajak yang signifikan, diiringi dengan penambahan jumlah kantor pelayanan pajak di berbagai daerah di Indonesia. Sehingga membutuhkan peningkatan IT dari segi pengelolaan data.

(Baca Juga: Oknum Pajak Ditahan Terlibat Suap, Ini Klarifikasi Ditjen Pajak)

"Jumlah pembayar pajak kita sudah lebih dari tiga kali lipat, jumlah kantor-kantor dari DJP, KPP, maupun Kanwil, juga sudah meningkat. Dan juga dari tingkat registrasi dari pembayar pajak, dan pengelolaan dari datanya, itu sudah makin membutuhkan suatu upgrade dari sistem TI," paparnya.

Selain itu, alasan lainnya, saat ini terdapat sejumlah tantangan administrasi perpajakan mulai dari pelaksanaan pertukaran data secara otomatis (AEOI) hingga proses pengisian data dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Tahunan secara elektronik.

"Kita makin meluaskan database pajak kita, tax payer kita, dan bagaimana membuat suatu sistem keseluruhan mulai dari registrasi, pengisian SPT, sampai pada pembayaran pajak, auditing, sampai kepada di mana kita melakukan payment dan repayment kalau memang kita harus melakukan pengembalian," ujarnya.

Untuk itu, salah satu langkah awal pemerintah yang harus dilakukan guna memperbaiki sistem perpajakan ini adalah dengan menyiapkan peraturan hukum, salah satunya melalui revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.Lewat revisi diharapkan dapat terbentuk system administrasi perpajakan yang baik.

"Kita bisa membuat suatu peraturan perundang-undangan yang bisa menuangkan kebutuhan untuk membangun core tax system atau sistem administrasi perpajakan yang baik, yang bisa memenuhi perkembangan perubahan yang sekarang ini terjadi dan yang akan datang," tutur Sri Mulyani.

Ia mengharapkan proses awal dari penguatan dan pembaruan sistem perpajakan ini bisa dilaksanakan mulai Oktober 2017 sesuai dengan rencana awal yang sudah dibahas dalam sidang kabinet. (Baca Juga: Penulis ‘Menjerit’ Dibebani Pajak Besar, Ini Klarifikasi Ditjen Pajak)

"Diharapkan ini bisa dilakukan segera, karena sudah pernah dibahas dalam sidang kabinet, sehingga inisiatif itu sudah disampaikan kepada Presiden dan menteri-menteri terkait. Inisiatif ini sudah dibuat draftnya, jadi kita harap bisa selesai secepat mungkin, Oktober barangkali," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Penerimaan PPN
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menjanjikan tambahan penerimaan pajak dari sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp6,5 triliun untuk tahun anggaran 2018. "Kami mampu menambah PPN sebesar Rp6,5 triliun," kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi saat mengikuti rapat panitia kerja dengan Badan Anggaran membahas postur penerimaan perpajakan RAPBN 2018.

(Baca Juga: 4 Aturan Perpajakan Terbaru yang Wajib Anda Ketahui)

Menurut Ken, potensi tambahan penerimaan dari PPN tersebut lebih mudah dilakukan, karena jenis pajak ini mempunyai dampak imbalan langsung, sehingga tidak akan menimbulkan resistensi dari masyarakat. "Karena menyangkut PPN agak lebih mudah, karena saya memungut pajak tidak langsung, jadi banyak orang tidak teriak. Kalau ke PPh (Pajak Penghasilan), banyak orang yang teriak," katanya.

Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal menjelaskan upaya yang akan dilakukan untuk mencapai tambahan Rp6,5 triliun dari usulan awal RAPBN 2018 adalah melalui perbaikan di kepatuhan. "Kita akan lakukan perbaikan di kepatuhan, melalui complex improvement plan untuk sektor PPN khusus di tahun depan," katanya.

Ia mengatakan rencana khusus yang akan dilakukan untuk menambah penerimaan PPN tersebut salah satunya melalui perbaikan pengisian faktur elektronik (e-faktur). "Perbaikan e-faktur, mulai proses registrasinya diperbaiki lagi, kita juga cek lagi lubang-lubangnya dimana, karena masih ada ruang," kata Yon.

Dengan potensi tambahan tersebut, maka target penerimaan pajak nonmigas dalam RAPBN 2018 mengalami kenaikan dari Rp1.379,4 triliun menjadi Rp1.385,9 triliun. Rincian target pajak nonmigas sebesar Rp1.385,9 triliun itu dipenuhi dari PPh nonmigas Rp817 triliun, PPN dan PPnBm Rp541,8 triliun, PBB Rp17,4 triliun dan pajak lainnya Rp9,7 triliun.

(Baca Juga: Aturan Terbaru Controlled Foreign Company, Korporasi Dipersulit ‘Pecah-Pecah’ Saham)

Sementara itu, target penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai ditetapkan sebesar Rp194,1 triliun yang terdiri dari penerimaan cukai Rp155,4 triliun, bea masuk Rp35,7 triliun dan bea keluar Rp3 triliun. Dengan demikian, target penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2018 sesuai usulan baru ini adalah Rp1.615,9 triliun, sudah termasuk penerimaan dari PPh migas sebesar Rp35,9 triliun.
Tags:

Berita Terkait