Hak Revindikasi dari Pemilik: Dilihat dari Pasal 582 BW
Kolom Hukum J. Satrio

Hak Revindikasi dari Pemilik: Dilihat dari Pasal 582 BW

​​​​​​​Hak revindikasi pemilik dihormati, tetapi di lain pihak hak pemegang juga dilindungi.

RED
Bacaan 2 Menit
J. Satrio (BAS)
J. Satrio (BAS)

Artikel ini merupakan kelanjutan artikel yang sedang membahas tentang hak revindikasi pemilik -yang kehilangan atau kecurian benda miliknya- bisa berhadapan dengan hak pemegang, yang dilindungi oleh Pasal 1977 ayat (1) BW, kalau pemegang telah mengoper benda itu dengan iktikad baik. Namun, dalam waktu 3 tahun berlakulah Pasal 1977 ayat (2) BW.

 

Dalam pembicaraan artikel di atas telah dibahas tentang hak pemegang, yang mengoper benda curian atau yang hilang, dengan iktikad baik dari pemegang sebelumnya. Di mana telah dikatakan, bahwa ia berhak untuk menuntut ganti rugi dari pemegang sebelumnya, dari siapa ia (atas beban) telah mengopernya. Dalam hal  C yang membeli benda X dari B (pencuri), maka C berhak menuntut penggantian dari B sebesar uang yang telah dibayarkan oleh C untuk mendapatkan benda itu dari B (Pasal 1977 ayat (2) BW).

 

Di depan, atas dasar Pasal 1977 ayat (2) BW, dalam waktu 3 tahun memang kepada pemilik diberikan hak untuk merevindikasi benda itu dari tangan pemegang. Tetapi tadi belum diberikan penjelasan, apakah untuk itu pemilik (A) harus memberikan ganti rugi kepada pemegang yang mengoper benda itu dari pemegang sebelumnya dengan iktikad baik?

 

Pasal 1977 ayat (2) BW tidak mengaturnya, tetapi merujuk kepada Pasal 582 BW. Pasal 582 BW mengatakan, bahwa: Pada asasnya pemilik yang melancarkan revindikasi, tidak perlu memberikan ganti rugi kepada orang yang memegang benda itu, sekalipun pemegang telah memperolehnya dengan iktikad baik.

 

Perhatikan kata-kata “….. tak diwajibkan untuk memberi penggantian kepada si yang memegangnya, untuk uang yang telah dibayarkan guna memegangnya, …..”.

 

Kata-kata “untuk uang yang telah dibayarkan” mengajarkan kepada kita, bahwa dasar penguasaan pemegang atas benda tersebut adalah jual beli. Perhatikan adanya unsur “uang”.

 

Sekalipun demikian, mestinya ketentuan itu bermaksud untuk mengatur peroleh hak atas beban (jadi lebih luas dari jual beli), sehingga meliputi juga perolehan melalui tukar menukar. Bukankah ketentuan itu (kalau kita simak) hendak melindungi pemegang, yang mendapatkan benda itu dengan iktikad baik dari kerugian? Kerugian itu juga bisa menimpa pemegang, kalau ia telah memperoleh benda itu atas dasar tukar menukar, atau lebih luas “atas beban”.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait