Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI), Freddy Harris, menargetkan Indikasi Geografis (IG) terdaftar sebagai aset kekayaan intelektual unggulan Indonesia dalam empat tahun ke depan. Target 1000 pendaftaran IG dicanangkan. Akankah target ini menjadi peluang pasar para konsultan HKI?
“(Dalam) empat tahun akan ada 1000 Indikasi Geografis baru,” kata Freddy mantap saat diwawancarai hukumonline usai jumpa pers, Rabu (21/3), di Toraja Coffee House, Jakarta.
Freddy mengakui bahwa hingga saat ini perhatian terhadap hak kekayaan intelektual belum mendapatkan porsi yang layak di masyarakat Indonesia. Nilai dari kekayaan intelektual masih terasa abstrak keberadaannya, apalagi untuk dilindungi dan diperjuangkan. “Untuk itulah negara harus hadir mengurusnya, untuk apa ada negara?” ujar Freddy kepada awak media yang hadir.
Padahal, Freddy menilai bahwa Indonesia memiliki kekayaan intelektual sangat berlimpah dalam bentuk Indikasi Geografis. Indikasi Geografis dapat menjadi komoditas unggulan, baik dalam perdagangan domestik maupun internasional. Caranya terlebih dulu terdata dengan rapi di bawah rezim Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights/TRIPs yang telah tercakup dalam UU No.7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
Bagi produk yang telah memiliki sertifikasi IG akan bertambah nilai ekonominya dan berpeluang meningkatkan nilai devisa negara di pasar internasional. “Kopi Arabika Toraja dan Kopi Arabika Gayo sebelumnya di kisaran Rp 25.000,00/kg. Setelah terdaftar sebagai produk IG, saat ini Rp 120.000,00/kg,” katanya mencontohkan.
Perlu diingat kembali bahwa IG adalah penanda yang menunjukkan daerah asal suatu produk khas karena faktor lingkungan geografisnya. Meliputi juga karena faktor alam serta faktor manusia yang memberikan kualitas dan karakteristik tertentu dari produk yang dihasilkan. Sehingga ada keunikan yang dimiliki produk khas ini.