Dengan adanya semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo yang mengakibatkan banyak perusahaan/pabrik yang masuk di dalam peta terdampak tidak dapat dioperasikan kembali. Dampak dari kejadian tersebut adalah potensi PHK terhadap pekerja perusahaan/pabrik yang ada di daerah terdampak tersebut. Dikarenakan hal tersebut, mohon dijelaskan, apakah PHK yang timbul bisa menggunakan klausula PHK force majeure? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) sesuai dengan Pasal 1 butir 25 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”) diartikan sebagai pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/ buruh dan pengusaha.
Terkait dengan yang Anda tanyakan, mengenai PHK karena alasan force majeure ini dapat kita temui pengaturannya dalam Pasal 164 ayat (1) UUK yang berbunyi:
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Dalam pembahasan artikel Klinik Hukum tentang Keadaan Memaksa/Force Majeur disampaikan bahwa Force majeure adalah kejadian atau keadaan yang terjadi di luar kuasa dari para pihak yang bersangkutan (dalam hal ini, di luar kuasa dari pihak perusahaan maupun pekerja/buruh). Namun, UUK tidak menjelaskan lebih lanjut pengertian keadaan memaksa. Sepanjang yang kami ketahui, force majeure biasanya merujuk pada tindakan alam (act of God), seperti bencana alam (banjir, gempa bumi), epidemik, kerusuhan, pernyataan perang, perang dan sebagainya.
Selain itu dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 409 K/Sip/1983 (dikutip dari buku Penjelasan Hukum tentang Keadaan Memaksa terbitanNLRP, hal. 114) disebutkan bahwa Force Majeure adalah keadaan memaksa diakibatkan oleh suatu malapetaka yang secara patut tidak dapat dicegah oleh pihak yang harus berprestasi.
Sedangkan mengenai semburan lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo, konsiderans Menimbang huruf bPerpres No. 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (“PP 14/2007”), menyebutkan;
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
bahwa dalam rangka melanjutkan langkah-langkah penyelamatan penduduk, penanganan masalah sosial dan infrastruktur di sekitar bencana akibat luapan lumpur di Sidoarjo, perlu peningkatan penanganan masalah dimaksud, dengan memperhitungkan risiko lingkungan yang terkecil;
Dengan demikian, meninjau analisis dan penilaian pemerintah serta peradilan terkait dengan semburan lumpur Lapindo, maka perusahaan/pabrik yang masuk di dalam peta terdampak berdasarkan PP 14/2007 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Perpres No. 68 Tahun 2011 sehingga tidak dapat dioperasikan kembali dapat dikategorikan dalam force majeure.
Jadi, dapat kami simpulkan bahwa force majeure yang mengakibatkan tidak beroperasinya perusahaan akibat semburan lumpur Lapindo dapat digunakan sebagai dasar terjadinya PHK bagi pekerja perusahaan/pabrik yang berada di peta dampak semburan lumpur Lapindo.