Pihak rumah sakit tidak mau memberikan data rekam medis, padahal pasiennya adalah anggota keluarga saya. Apakah keluarga pasien boleh melihat rekam medis? Kemudian apa yang bisa saya lakukan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya isi rekam medis milik pasien serta disampaikan kepada pasien. Namun selain kepada pasien, rekam medis dapat disampaikan kepada keluarga terdekat yang dilakukan dalam kondisi pasien tertentu. Apakah itu?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Hak Pasien dan Keluarganya Atas Rekam Medis yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 16 Agustus 2013.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Rekam Medis untuk Pasien dan Keluarganya
Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda tentang apakah keluarga pasien boleh melihat rekam medis? Perlu dipahami dulu apa itu pencatatan rekam medis? Rekam medis adalah dokumen yang berisikan data identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien yang dibuat dengan menggunakan sistem elektronik yang diperuntukkan penyelenggaraan rekam medis.[1]
Dokumen rekam medis milik siapa? Dokumen rekam medis merupakan milik fasilitas pelayanan kesehatan serta wajib dijaga keamanan, keutuhan, kerahasiaan, ketersediaan data dalam dokumen rekam medis.[2]
Setelah menerima pelayanan kesehatan, rekam medis harus segera dilengkapi. Rekam medis pasien berisi apa saja? Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan tenaga medis atau tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan atau tindakan.[3]
Setiap pasien berhak mengakses informasi dalam dokumen rekam medis. Hak pasien atas informasi rekam medis ini diatur secara tegas dalam Pasal 276 huruf e jo. Pasal 297 ayat (2) UU Kesehatan.
Pada dasarnya isi rekam medis milik pasien serta disampaikan kepada pasien. Lalu apakah keluarga pasien boleh melihat rekam medis? Selain kepada pasien, rekam medis dapat disampaikan kepada keluarga terdekat yang dilakukan dalam hal:[4]
Pasien di bawah umur 18 tahun; dan/atau
Pasien dalam keadaan darurat.
Lebih lanjut, Pasal 33 ayat (1) jo. Pasal 34 ayat (1), (3) dan (4) Permenkes 24/2022 menyebutkan pembukaan isi rekam medis dapat dilakukan atas persetujuan pasien untuk:
kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan perawatan pasien;
permintaan pasien sendiri; dan/atau
keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan.
Namun dalam hal pasien tidak cakap, persetujuan pembukaan isi rekam medis tersebut di atas dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keluarga terdekat meliputi suami/istri, anak yang sudah dewasa, orang tua kandung, dan/atau saudara kandung pasien.
Dengan demikian, jika ditanya apakah keluarga pasien boleh melihat rekam medis? Anda selaku keluarga pasien dapat menerima rekam medis dalam hal pasien di bawah umur 18 tahun dan/atau pasien dalam keadaan darurat. Selain itu, berkaitan dengan persetujuan pembukaan isi rekam medis dalam hal pasien tidak cakap, juga dapat diberikan oleh keluarga.
Langkah Hukum
Namun bagaimana jika pihak rumah sakit tetap menolak memberikan isi rekam medis kepada keluarga? Pasien atau keluarganya yang kepentingannya dirugikan atas tindakan tenaga medis atau tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat mengadukan kepada majelis di bidang disiplin profesi memuat:[5]
identitas pengadu;
nama dan alamat tempat praktik tenaga medis atau tenaga kesehatan dan waktu tindakan dilakukan; dan
alasan pengaduan.
Selain pengaduan, dalam hal tenaga medis atau tenaga kesehatan diduga melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya yang menyebabkan kerugian pasien, perselisihan akibat kesalahan itu diselesaikan melalui alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan.[6]
Kemudian dikarenakan pasien merupakan konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam UU Perlindungan Konsumen, maka persoalan ini dapat diselesaikan melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, yakni BPSK.[7]
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.