Dear hukumonline, saya ingin menanyakan, adakah dasar hukum atau aturan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur tentang penyelesaian hasil pemilihan kepala desa? Karena selama ini hukum positif di Indonesia hanya mengatur PHPU (pilpres dan pilkada) dan pileg. Sekian. Terima kasih hukumonline.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang sama yang dibuat olehTri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 17 November 2014.
Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan kepala desa, bupati/walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Mekanisme penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala desa pada praktiknya dituangkan kembali dalam peraturan daerah setempat.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pada dasarnya, pemilihan kepala desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah kabupaten/kota. Pemerintahan daerah kabupaten/kota menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan kepala desa secara serentak dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.[1] Jadi, selain diatur dalam UU Desa, tata cara pemilihan kepala desa diatur lagi lebih khusus dalam suatu peraturan daerah setempat.
Berdasarkan penelusuran kami dalam UU Desa, berikut antara lain poin-poin penting yang diatur dalam UU Desa terkait pemilihan kepala desa:
1.Badan Permusyawaratan Desa (“BPD”) memberitahukan kepada kepala desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan kepala desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.[2]
2.Panitia pemilihan kepala desa dibentuk oleh BPD.[3]
3.Panitia pemilihan kepala desa terdiri atas unsur perangkat desa, lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat desa.[4]
5.Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa.[5]
6.Biaya pemilihan kepala desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.[6]
7.Calon kepala desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang memperoleh suara terbanyak.[7]
Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Desa
Menjawab pertanyaan Anda, dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan kepala desa, kita mengacu pada Pasal 37 ayat (6) UU Desa yang berbunyi:
(1)Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang memperoleh suara terbanyak.
(2)Panitia pemilihan Kepala Desa menetapkan calon Kepala Desa terpilih.
(3)Panitia pemilihan Kepala Desa menyampaikan nama calon Kepala Desa terpilih kepada Badan Permusyawaratan Desa paling lama 7 (tujuh) hari setelah penetapan calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)Badan Permusyawaratan Desa paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima laporan panitia pemilihan menyampaikan nama calon Kepala Desa terpilih kepada Bupati/Walikota.
(5)Bupati/Walikota mengesahkan calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi Kepala Desa paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari panitia pemilihan Kepala Desa dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota.
(6)Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa, Bupati/Walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Dengan demikian, bupati/walikota daerah setempatlah yang diberikan kewenangan oleh UU Desa untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala desa.
Dasar hukum lain yang lebih khusus mengatur tentang perselisihan mengenai hasil pemilihan kepala desa adalah Pasal 41 ayat (7) PP 47/2015 yang berbunyi:
Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan kepala desa, bupati/walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.
Perselisihan yang dimaksud dalam ketentuan ini di luar perselisihan yang terkait dengan pidana.[8]
Seperti yang dilihat dalam kedua ketentuan di atas, keduanya kurang spesifik mengatur mengenai penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala desa. Namun, sebagaimana yang kami jelaskan di awal, pengaturan pemilihan kepala desa pada praktiknya dituangkan kembali dalam peraturan daerah setempat.
Apabila setelah penyelesaian perselisihan dalam jangka waktu tersebut masih terdapat pengajuan keberatan atas penetapan calon kepala desa terpilih, maka pelantikan calon kepala desa terpilih tetap dilaksanakan.[10]
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kami simpulkan bahwa pada dasarnya, kewajiban penyelesaian perselisihan mengenai hasil pemilihan kepala desa itu ada pada bupati/walikota daerah yang bersangkutan dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari panitia pemilihan kepala desa. Dalam praktiknya, pengaturan mengenai penyelesaian perselisihan itu dituangkan kembali dalam peraturan daerah setempat.