Saya berencana menjalin kontrak (perjanjian) pembelian usaha franchise sebuah rental VCD/DVD selama 5 tahun. Di dalam salah satu klausul kontrak franchise disebutkan “apabila terjadi penghentian/pemutusan kontrak franchise, maka saya sebagai franchisee dilarang membuka usaha sejenis (rental VCD/DVD) sendiri selama 5 tahun terhitung sejak kontrak franchise tersebut berakhir.” Apakah klausul larangan ini masuk akal, terlebih penting tidak melanggar prinsip-prinsip hukum perjanjian yang ada? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Asas perjanjian yang tersirat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yaitu asas kebebasan berkontrak. Pasal tersebut menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sampai dengan batas tertentu, ketentuan dalam perjanjian yang disepakati oleh para pihak harus dihormati. Di Indonesia meskipun tidak dirumuskan secara eksplisit mengenai pembatasan tersebut, namun dalam ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata, terdapat pembatasan bahwa setiap perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan, kesusilaan dan ketertiban umum. Secara khusus dalam peraturan tertentu yang melarang setiap perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang menyebabkan terjadinya penyelundupan hukum.
Sehubungan dengan syarat sahnya perjanjian waralaba antara pemberi waralaba (franchisor) dengan penerima waralaba (franchisee), harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut:
-Adanya kesepakatan (isi atau klausul perjanjian);
-Umur para pihak sudah mencapai 18 tahun atau sudah pernah melakukan perkawinan (cakap atau dewasa menurut hukum);
-Mengenai hal tertentu, dalam hal ini mengenai waralaba;
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
-Suatu causa yang halal, tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
Pengertian Waralaba yaitu hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan Perjanjian Waralaba (Pasal 1 butir 1 Permendag 31/2008).
Berdasarkan pengertian tersebut, hal yang perlu dipahami terkait dengan pemberian lisensi dalam waralaba adalah kerahasiaan atas seluruh data, keterangan dan informasi yang diperoleh oleh penerima waralaba dari pemberi waralaba. Umumnya, lisensi merupakan rangkaian independen dan sulit dipisahkan. Untuk melindungi rangkaian inilah maka kemudian dilakukan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan selanjutnya pemberi waralaba mewajibkan penerima waralaba untuk merahasiakannya.
(v)bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba;
(vi)wilayah usaha;
(vii)jangka waktu perjanjian;
(viii) tata cara pembayaran imbalan;
(ix)kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris;
(x)penyelesaian sengketa; dan
(xi)tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.
Ingat, pemberi waralaba merasa memiliki andil besar dalam sistem waralaba yang telah dikembangkannya karena dianggap berhasil dan oleh karenanya telah didaftarkan dan memperoleh Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (“STPW”).
Lalu bagaimana pemegang STPW ini melindungi haknya, dan kenapa harus dirahasiakan? Kerahasiaan tersebut semata-mata ditujukan untuk melindungi bisnis yang dimiliki pemberi waralaba dari “pencurian” oleh penerima waralaba. Walaupun dalam praktiknya jamak kali dilakukan pengembangan-pengembangan atas “rahasia” bisnis tersebut melalui cara ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) yang kemudian sudah menjadi sistem waralaba baru yang independen.
Merujuk lagi pada kerahasiaan dan upaya untuk melindunginya, maka sering diatur ketentuan non-kompetisi (non-competition clause). Jika dalam ketentuan kerahasiaan penerima waralaba hanya diwajibkan untuk merahasiakan data dan informasi sistem waralaba, dalam ketentuan non-kompetisi ini penerima waralaba tidak diperkenankan untuk melaksanakan kegiatan yang sama, serupa, mirip, ataupun yang langsung atau secara tidak langsung akan berkompetisi dalam kaitan pemberian lisensi waralaba tersebut dalam jangka waktu tertentu. Baik dengan menggunakan atau tidak mempergunakan satu atau bahkan lebih informasi yang dimiliki oleh penerima waralaba.
Pembatasan non-kompetisi ini dalam banyak hal ditindaklanjuti dengan larangan melakukan kegiatan yang serupa dengan waralaba setelah pengakhiran perjanjian waralaba.
Yang menjadi pertanyaan, apakah larangan atau pembatasan ini bertentangan dengan peraturan dan ketertiban umum yang dimaksud dalam Pasal 1337 KUHPerdata? Jawabnya, tidak.
Sejauh ini ketentuan mengenai pencantuman non-kompetisi tidak dilarang, baik dalam norma yang hidup di masyarakat (tidak tertulis) maupun peraturan perundang-undangan (bersifat tertulis). Oleh karena itu, sepanjang ketentuan non-kompetisi tersebut disepakati oleh para pihak dalam perjanjian waralaba, maka ketentuan tersebut sah dan berlaku mengikat para pihak.