Bulan lalu saya tidak masuk kerja selama 3 hari karena saya pergi interview ke perusahaan lain. Sebelumnya saya telah minta izin kepada bos namun tidak diizinkan, dengan dalil alasan tidak sah. Sekarang saya ingin dikenakan sanksi peringatan 2, dan sanksi itu berpengaruh atas bonus tahunan saya. Apakah sanksi tersebut pantas, padahal saya sudah berusaha minta izin untuk tidak masuk?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Lalu, bisakah pekerja dikenakan sanksi jika interview di perusahaan lain?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Kena Sanksi Setelah Interview di Perusahaan Lain yang dibuat oleh Zulhesni, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada 27 Mei 2013.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Hak dan Kewajiban Pekerja
Patut Anda ketahui, dalam melakukan pekerjaan antara pekerja dengan pengusaha harus ada hubungan kerja yaitu hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.[1]
Apa itu perjanjian kerja? Pasal 1 angka 9 PP 35/2021 mengartikan perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Dengan demikian, dalam perjanjian kerja dapat diatur lebih lanjut apa saja yang menjadi hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha.
Pemberian Surat Peringatan
Kemudian menyambung pertanyaan Anda terkait pemberian surat peringatan biasanya diberikan apabila pekerja melanggar ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Dalam PenjelasanPasal 52 ayat (1)PP 35/2021 dijelaskan bahwa surat peringatan diterbitkan secara berurutan yaitu:
Surat peringatan pertama berlaku untuk jangka waktu 6 bulan.
Apabila pekerjamelakukan kembali pelanggaran ketentuan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama masih dalam tenggang waktu 6 bulan, maka pengusaha dapat menerbitkan surat peringatan kedua, yang juga mempunyai jangka waktu berlaku selama 6 bulan sejak diterbitkannya peringatan kedua.
Apabila pekerjamasih melakukan pelanggaran ketentuan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat menerbitkan peringatan ketiga (terakhir) yang berlaku selama 6 bulan sejak diterbitkannya peringatan ketiga.
Apabila dalam kurun waktu peringatan ketiga pekerjakembali melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja.[2]
Dalam hal jangka waktu 6 bulan sejak diterbitkannya surat peringatan pertama sudah terlampaui, maka apabila pekerja yang bersangkutan melakukan kembali pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, maka surat peringatan yang diterbitkan oleh pengusaha adalah kembali sebagai peringatan pertama, demikian pula berlaku juga bagi peringatan kedua dan ketiga.[3]
Namun demikian, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dapat memuat pelanggaran tertentu yang dapat diberi peringatan pertama dan terakhir. Apabila pekerjamelakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dalam tenggang waktu masa berlakunya peringatan pertama dan terakhir dimaksud, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja.[4]
Adapun pemberian tenggang waktu 6 bulan dimaksudkan sebagai upaya mendidik pekerja agar dapat memperbaiki kesalahannya dan merupakan waktu yang cukup bagi pengusaha untuk melakukan penilaian terhadap kinerja pekerja yang bersangkutan.[5]
Dengan demikian, kami berpendapat pemberian surat peringatan kedua adalah tidak berdasar jika sebelumnya Anda tidak menerima surat peringatan pertama dalam tenggang waktu 6 bulan. Sebab, surat peringatan harus diberikan secara berurutan kecuali ada pelanggaran tertentu yang dapat diberi peringatan pertama dan terakhir.
Bisakah Pekerja Kena Sanksi Jika Interview di Perusahaan Lain?
Di sisi lain, apakah pekerja yang meminta izin untuk pergi interview ke perusahaan lain merupakan bentuk pelanggaran dan dapat dikenakan sanksi?
Penting untuk Anda ketahui terkait Pasal 28D ayat (2)UUD 1945 yang mengatur setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Kemudian di dalam UU Ketenagakerjaan pun diatur bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.[6] Yang artinya pencari kerja bebas memilih jenis pekerjaan.[7]
Dalam kasus Anda, alih-alih mempertanyakan sanksi jika interview dengan perusahaan lain, melainkan Anda perlu memastikan ketentuan mana yang melarang Anda untuk melakukan interview dengan perusahaan lain. Apabila benar ada ketentuan tersebut, kami berpendapat ketentuan larangan interview dengan perusahaan lain telah melanggar hak Anda dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, ini termasuk ke dalam perselisihan hak sebagaimana diatur dalam UU 2/2004.
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Penyelesaian perselisihan hak diawali dengan perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Jika perundingan bipartit gagal, salah satu atau kedua belah pihak mencatkan perselisihan kepada instansi di bidang ketenagakerjaan setempat dan melampirkan bukti perundingan bipartit telah dilakukan. Setelah itu, dilakukan mediasi. Apabila mediasi gagal, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.[8]
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.