KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perlindungan Pemilik Showroom Mobil dari Tindak Pidana Pencucian Uang

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Perlindungan Pemilik Showroom Mobil dari Tindak Pidana Pencucian Uang

Perlindungan Pemilik Showroom Mobil dari Tindak Pidana Pencucian Uang
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Perlindungan Pemilik Showroom Mobil dari Tindak Pidana Pencucian Uang

PERTANYAAN

Bisakah pemilik Showroom mobil dikenakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang apabila pembelinya menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi untuk membeli mobil? Terima kasih admin hukumonline.com

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Ā 
    Intisari:
    Ā 
    Ā 

    Pemilik showroom mobil dapat dianggap melakukan tindak pidana pencucian uang pasif sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU TPPU jika ia mengetahui bahwa uang yang digunakan untuk membayar tersebut merupakan hasil dari tindak pidana. Ada beberapa ketentuan dan prosedur yang harus dilakukan pemilik showroom mobil agar tidak terkait dengan tindak pidana pencucian uang ini.

    Ā 

    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

    Ā 
    Ā 
    Ā 
    Ā 
    Ulasan:
    Ā 

    Sebagaimana pernah dijelaskan oleh Muhammad Arief, S.H., dalam artikel Cara Agar Pengusaha Online Terhindar Kejahatan Pencucian Uang, secara umum pengertian pencucian uang (Money laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal. Dalam hukum positif, hal ini diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (ā€œUU TPPUā€).

    Ā 

    Dalam UU TPPU diberikan pengertian bahwa pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam UU TPPU.[1]

    Ā 

    Dalam artikel tersebut juga dijelaskan bahwa dalam UU TPPU, pencucian uang dibagi atas 3 (tiga) tindak pidana:

    KLINIK TERKAIT

    Gunakan Harta Hasil Korupsi, Keluarga Koruptor Bisa Dipidana?

    Gunakan Harta Hasil Korupsi, Keluarga Koruptor Bisa Dipidana?

    1.Ā Ā Ā  Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. Atas perbuatan ini pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).[2]

    Ā 

    2.Ā Ā Ā  Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Atas perbuatan ini pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).[3]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Yang dimaksud dengan "patut diduganya" adalah suatu kondisi yang memenuhi setidak-tidaknya pengetahuan, keinginan, atau tujuan pada saat terjadinya transaksi yang diketahuinya yang mengisyaratkan adanya pelanggaran hukum.[4]

    Ā 

    3.Ā Ā Ā  Dalam UU TPPU, Pencucian Uang dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yakni kepada setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Atas perbuatan ini pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).[5]

    Ā 

    Yang dimaksud dengan hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia, sebagai berikut:[6]

    a.Ā Ā Ā  korupsi;

    b.Ā Ā Ā  penyuapan;

    c.Ā Ā Ā  narkotika;

    d.Ā Ā Ā  psikotropika;

    e.Ā Ā Ā  penyelundupan tenaga kerja;

    f.Ā Ā Ā Ā  penyelundupan migran;

    g.Ā Ā Ā  di bidang perbankan;

    h.Ā Ā Ā  di bidang pasar modal;

    i.Ā Ā Ā Ā Ā  di bidang perasuransian;

    j.Ā Ā Ā Ā  kepabeanan;

    k.Ā Ā Ā  cukai;

    l.Ā Ā Ā Ā Ā  perdagangan orang;

    m.Ā perdagangan senjata gelap;

    n.Ā Ā Ā  terorisme;

    o.Ā Ā Ā  penculikan;

    p.Ā Ā Ā  pencurian;

    q.Ā Ā Ā  penggelapan;

    r.Ā Ā Ā Ā  penipuan;

    s.Ā Ā Ā  pemalsuan uang;

    t.Ā Ā Ā Ā  perjudian;

    u.Ā Ā Ā  prostitusi;

    v.Ā Ā Ā  di bidang perpajakan;

    w.Ā Ā  di bidang kehutanan;

    x.Ā Ā Ā  di bidang lingkungan hidup;

    y.Ā Ā Ā  di bidang kelautan dan perikanan; atau

    z.Ā Ā Ā  tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih

    Ā 

    Merujuk pada penjelasan di atas, pemilik showroom mobil dapat dianggap melakukan tindak pidana pencucian uang pasif sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU TPPU jika ia mengetahui bahwa uang yang digunakan untuk membayar tersebut merupakan hasil dari tindak pidana.

    Ā 

    Perlu diketahui bahwa pemilik showroom mobil sebagai penjual mobil memiliki kewajiban untuk melaporkan jika ada transaksi yang mencurigakan. Pedagang kendaraan termasuk sebagai pihak pelapor.[7] Pihak Pelapor wajib menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa yang ditetapkan oleh setiap Lembaga Pengawas dan Pengatur.[8]

    Ā 

    Kewajiban menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa dilakukan pada saat:[9]

    a.Ā Ā Ā  melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa;

    b.Ā Ā Ā  terdapat Transaksi Keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

    c.Ā Ā Ā  terdapat Transaksi keuangan Mencurigakan yang terkait tindak pidana Pencucian Uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; atau

    d.Ā Ā Ā  Pihak Pelapor meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan Pengguna Jasa.

    Ā 

    Prinsip mengenali pengguna jasa sekurang-kurangnya memuat:[10]

    a.Ā Ā Ā  identifikasi Pengguna Jasa;

    b.Ā Ā Ā  verifikasi Pengguna Jasa; dan

    c.Ā Ā Ā  pemantauan Transaksi Pengguna Jasa.

    Ā 

    Mengenai prinsip mengenali pengguna jasa ini dapat dilihat lebih rinci dalam Peraturan Kepala Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor PER-10/1.02.1/PPATK/09/2011 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyedia Barang Dan/Atau Jasa Lainnya (ā€œPeraturan PPATK 10/2011ā€).

    Ā 

    Dalam Peraturan PPATK 10/2011 diatur bahwa penyedia barang dan/jasa lainnya wajib meminta informasi dan Dokumen kepada Pengguna Jasa sebagai berikut:[11]

    a.Ā Ā Ā  untuk Pengguna Jasa perseorangan paling sedikit mencakup:

    1.Ā Ā Ā  identitas Pengguna Jasa yang memuat:

    a)Ā Ā Ā  nomor identitas kependudukan atau paspor;

    b)Ā Ā Ā  nama lengkap;

    c)Ā Ā Ā  kewarganegaraan;

    d)Ā Ā Ā  alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas;

    e)Ā Ā Ā  alamat tempat tinggal terkini termasuk nomor telepon bila ada;

    f)Ā Ā Ā  alamat di negara asal dalam hal warga negara asing; dan g) tempat dan tanggal lahir;

    2.Ā Ā Ā  pekerjaan;

    3.Ā Ā Ā  sumber dana; dan

    4.Ā Ā Ā  tujuan Transaksi.

    Ā 

    b.Ā Ā Ā  untuk Pengguna Jasa yang berbentuk Korporasi paling sedikit mencakup:

    1.Ā Ā Ā  identitas Pengguna Jasa yang memuat:

    a)Ā Ā Ā  nomor surat keputusan pengesahan Korporasi dalam hal telah berbadan hukum;

    b)Ā Ā Ā  nama Korporasi;

    c)Ā Ā Ā  bentuk Korporasi;

    d)Ā Ā Ā  bidang usaha; dan

    e)Ā Ā Ā  alamat Korporasi dan nomor telepon;

    2.Ā Ā Ā  sumber dana;

    3.Ā Ā Ā  tujuan Transaksi; dan

    4.Ā Ā Ā  informasi pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama Korporasi, sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

    Ā 

    Penyedia barang dan/atau jasa lainnya wajib meneliti kebenaran Dokumen identitas Pengguna Jasa.[12]

    Ā 

    Jika pengguna jasa melakukan transaksi di bawah Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), penyedia barang dan/atau jasa lainnya dapat menerapkan permintaan informasi dan Dokumen secara lebih sederhana[13], mencakup identitas Pengguna Jasa yang paling sedikit memuat:[14]

    a.Ā Ā Ā  nama;

    b.Ā Ā Ā  tanggal lahir;

    c.Ā Ā Ā  nomor Dokumen identitas; dan

    d.Ā Ā Ā  alamat.

    Ā 

    Identitas pengguna jasa tersebut dapat dibuktikan dengan kartu tanda penduduk, paspor atau surat izin mengemudi.[15]

    Ā 

    Ini berarti pedagang kendaraan harus mengetahui identitas diri si pembeli mobil, pekerjaan, sumber dananya, dan sebagainya untuk menentukan apakah transaksi pembeli mobil tersebut mencurigakan atau tidak jika dilihat dari si pembeli mobil dengan pekerjaan yang dimilikinya.

    Ā 

    Jika pedagang mobil telah (sebagai penyedia barang) melakukan transaksi dengan pihak tersebut, setelah melakukan identifikasi pengguna jasa, penyedia barang dan/atau jasa wajib menyampaikan laporan Transaksi yang dilakukan oleh pengguna jasa dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp.Ā 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (ā€œPPATKā€).[16] Laporan Transaksi tersebut disampaikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal Transaksi dilakukan.[17] Penyedia barang yang tidak menyampaikan laporan kepada PPATK akan dikenai sanksi administratif.[18]

    Ā 

    Mengenai tata cara pelaporan dapat dilihat lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor PER-12/1.02.1/PPATK/09/11 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Bagi Penyedia Barang Dan/Atau Jasa Lainnya (ā€œPeraturan PPATK 12/2011ā€).

    Ā 

    Perlu diketahui bahwa kewajiban laporan transaksi tersebut meliputi:[19]

    a.Ā Ā Ā  Laporan Transaksi pembelian tunai baik secara langsung, dengan menggunakan uang tunai, cek atau giro maupun pentransferan atau pemindahbukuan; dan

    b.Ā Ā Ā  Laporan Transaksi pembelian tunai bertahap yang total nilai Transaksinya paling sedikit atau setara dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

    Ā 

    Pada praktiknya, jarang kami menemukan pemilik showroom mobil yang ikut menjadi terdakwa. Biasanya hanya sebagai saksi. Sebagai contoh, dalam artikel Saksi Beberkan Kehidupan Mewah Malinda, salah satu saksi yang dihadirkan adalah Vigor Agung Waluyo, pemilik showroom di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Vigor mengatakan bahwa Malinda beberapa kali memesan pembelian mobil mewah.

    Ā 

    Vigor menjelaskan mengenai beberapa cara pembayaran dari mobil-mobil yang dibeli oleh Malinda. Namun, Vigor menegaskan dirinya tidak tahu dari mana asal-usul dana yang dipakai Malinda untuk membeli mobil mewah. Vigor menjelaskan bahwa pembayaran pakai lembaga pembiayaan.Setelah dibayar uang muka itu surat diserahkan keleasing.

    Ā 

    Jadi, menjawab pertanyaan Anda, seringkali pemilik showroom mobil hanya sebagai saksi dalam tindak pidana pencucian uang, dengan dalih bahwa mereka tidak mengetahui darimana asal uang yang digunakan untuk melakukan pembayaran.

    Ā 

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Ā 
    Dasar Hukum:

    1.Ā Ā Ā  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;

    2.Ā Ā Ā  Peraturan Kepala Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor PER-10/1.02.1/PPATK/09/2011 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyedia Barang Dan/Atau Jasa Lainnya;

    3.Ā Ā Ā  Peraturan Kepala Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor PER-12/1.02.1/PPATK/09/11 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi Bagi Penyedia Barang Dan/Atau Jasa Lainnya.

    Ā 

    Ā 


    [1] Pasal 1 angka 1 UU TPPU

    [2] Pasal 3 UU TPPU

    [3] Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU TPPU

    [4] Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU TPPU

    [5] Pasal 4 UU TPPU

    [6] Pasal 2 ayat (1) UU TPPU

    [7] Pasal 17 ayat (1) huruf b angka 2 UU TPPU

    [8] Pasal 18 ayat (2) UU TPPU

    [9] Pasal 18 ayat (3) UU TPPU

    [10] Pasal 18 ayat (5) UU TPPU

    [11] Pasal 5 ayat (1) Peraturan PPATK 10/2011

    [12] Pasal 5 ayat (2) Peraturan PPATK 10/2011

    [13] Pasal 6 ayat (1) Peraturan PPATK 10/2011

    [14] Pasal 6 ayat (2) Peraturan PPATK 10/2011

    [15] Pasal 6 ayat (3) Peraturan PPATK 10/2011

    [16] Pasal 27 ayat (1) UU TPPU

    [17] Pasal 27 ayat (2) UU TPPU

    [18] Pasal 27 ayat (3) UU TPPU

    [19] Pasal 2 ayat (2) Peraturan PPATK 12/2011Ā 

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    1 Sep 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!