Apakah diperbolehkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada DPR-RI memakai baju mirip seorang hakim meliputi toga dengan warna merah dan dengan panggilan "Yang Mulia"? Apakah ada aturan tentang baju seorang hakim/mahkamah dan sebutan "Yang Mulia" pada MKD tersebut selain aturan intern mereka? Terima kasih atas kesempatan dan perhatiannya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
TAP MPRS XXXI/MPRS/1966 telah mengatur bahwa sebutan "Paduka Yang Mulia" (P.Y.M.), "Yang Mulia" (Y.M.), "Paduka Tuan" (P.T.) diganti dengan sebutan "Bapak/Ibu" atau "Saudara/Saudari". Adapun penyebutan sebutan Hakim “Yang Mulia” ini hanyalah sebagai suatu cara untuk menunjukkan sikap hormat tersebut.
Akan tetapi, dalam Peraturan DPR 2/2015 memang diatur kewajiban Pengadu, Teradu, Saksi, dan/atau Ahli memanggil ketua dan anggota sidang dengan sebutan “Yang Mulia” selama sidang.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Mahkamah Kehormatan Dewan (“MKD”)
MKD adalah alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”), Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan peraturan DPR yang mengatur mengenai Tata Tertib.[1]
Salah satu tugas MKD adalah mengadakan sidang mengenai tindakan dan/atau peristiwa yang patut diduga dilakukan oleh Anggota sebagai pelanggaran terhadap undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta peraturan DPR yang mengatur mengenai Tata Tertib dan Kode Etik.[2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Oleh karenanya, MKD dan hakim melakukan tugas dan fungsi yang berbeda. Hakim dan MKD dalam bersidang punya tata tertib beracaranya masing-masing.
Sidang MKDsendiri adalah proses mendengarkan keterangan Pengadu dan Teradu, memeriksa alat bukti, dan mendengarkan pembelaan Teradu terhadap materi Pengaduan berdasarkan Tata Tertib dan Kode Etik yang dihadiri Pengadu, Teradu, Saksi, Ahli, atau pihak lain yang diperlukan oleh MKD.Baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri dan dilaksanakan dalam ruang sidang MKD.[3]
Pemakaian Toga
Berdasarkan penelusuran kami, dalam Peraturan DPR 2/2015 tidak ada ketentuan yang mewajibkan ketua dan anggota sidang MKD untuk mengenakan pakaian atau atribut khusus seperti toga berwarna merah. Terkait pakaian, menurut Peraturan DPR 2/2015, yang diatur adalah Pengadu, Teradu, Saksi, Ahli, dan unit pendukung wajib berpakaian sopan, rapi, dan resmi.[4]
Masih soal pemakaian toga merah-putih oleh MKD, dalam artikel Ini Alasan MKD Pakai Toga Bagai Wakil Tuhan Saat Sidang di DPR yang kami akses dari laman detik.com diinformasikan bahwa MKD setiap sidang memakai seragam berupa toga seperti yang biasa dipakai oleh hakim. Alasannya adalah agar semua anggota tampak seragam dan resmi saat sidang.
Dalam konteks pertanyaan Anda,
Penyebutan “Yang Mulia”
Sebenarnya, perlu diketahui bahwa Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. XXXI/MPRS/1966 tentang Penggantian Sebutan "Paduka Yang Mulia" (P.Y.M.), "Yang Mulia" (Y.M.) "Paduka Tuan" (P.T.) dengan Sebutan "Bapak/Ibu" atau "Saudara/Saudari" (“TAP MPRS XXXI/MPRS/1966”) telah mengatur bahwa sebutan "Paduka Yang Mulia" (P.Y.M.), "Yang Mulia" (Y.M.), "Paduka Tuan" (P.T.) diganti dengan sebutan "Bapak/Ibu" atau "Saudara/Saudari".
Penggantian tersebut dilakukan untuk mengikis habis sisa-sisa feodalisme serta kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.[5]
Namun, ternyata dalam sidang MKD memang ada pengaturan eksplisit yang mewajibkan Pengadu, Teradu, Saksi, dan/atau Ahli memanggil ketua dan anggota sidang dengan sebutan “Yang Mulia” selama sidang, sebagaimana diatur internal oleh DPR dalam Pasal 18 ayat (3) Peraturan DPR 2/2015:
Pengadu, Teradu, Saksi, dan/atau Ahli wajib memanggil ketua dan anggota sidang dengan sebutan “Yang Mulia” selama Sidang.
Hal ini berbeda dengan kondisi di sidang pengadilan. Walaupun tidak ada aturan yang eksplisit mewajibkan memanggil hakim dengan sebutan “Yang Mulia”, namun pada praktiknya ada pihak (baik jaksa penuntut umum, penggugat maupun tergugat) yang memanggil hakim dengan sebutan demikan. Lebih lanjut silakan baca artikel Keharusan Memanggil Hakim dengan Sebutan 'Yang Mulia'.
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. XXXI/MPRS/1966 tentang Penggantian Sebutan "Paduka Yang Mulia" (P.Y.M.), "Yang Mulia" (Y.M.) "Paduka Tuan" (P.T.) dengan Sebutan "Bapak/Ibu" atau "Saudara/Saudari";
[1] Pasal 1 angka 3 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (“Peraturan DPR 2/2015”)