Perbedaan Wesel dengan Cek
PERTANYAAN
Apakah cek memiliki kekuatan hukum? Apa perbedaaan cek dengan wesel dari segi fungsi masing-masing kalau memiliki kekuatan hukum sebagai alat pembayaran?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah cek memiliki kekuatan hukum? Apa perbedaaan cek dengan wesel dari segi fungsi masing-masing kalau memiliki kekuatan hukum sebagai alat pembayaran?
Intisari:
Wesel dan cek keduanya merupakan jenis surat berharga. Wesel dan cek sebagai surat berharga mempunyai kekuatan hukum bagi pemegangnya yang berhak atas surat berharga tersebut.
Dilihat dari segi fungsi, perbedaan antara wesel dan cek sebagai surat berharga adalah wesel berfungsi sebagai alat kredit atau pembayaran dan pembayarannya dilakukan beberapa waktu setelah diunjukkan atau diperlihatkan kepada tertarik. Sedangkan cek berfungsi sebagai alat pembayaran tunai, jadi seperti uang biasa, dan penarikannya melalui bankir yang menguasai dana untuk kepentingan penarik, dan menurut perjanjian tegas atau secara diam-diam yang menetapkan bahwa penarik mempunyai hak untuk menggunakan dana itu dengan menarik cek
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Jenis-Jenis Surat Berharga
Wesel dan cek keduanya merupakan jenis surat berharga. Menurut H.M.N. Purwosutjipto dalam bukunya Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 7 (Hukum Surat Berharga) (hal. 11-16), jenis-jenis surat berharga adalah:
1. Surat wesel
2. Surat sanggup
3. Surat cek
4. Carter partai
5. Konosemen
6. Delivery-order
7. Ceel
8. Volgbriefje
9. Surat saham
10. Surat obligasi
11. Sertifikat
Lebih lanjut Purwosutjipto mendefinisikan surat berharga sebagai surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah dijualbelikan.[1]
Hal serupa juga disebutkan oleh Emmy Pengaribuan Simanjuntak dalam bukunya Hukum Dagang Surat-Surat Berharga (hal. 9). Disebutkan bahwa di dalam surat berharga, surat itu mempunyai 2 (dua) fungsi yaitu:
1. Sebagai alat untuk dapat diperdagangkan;
2. Sebagai alat bukti terhadap utang yang telah ada.
Emmy Pengaribuan Simanjuntak (hal. 19) menjelaskan bahwa surat berharga itu tidak hanya sebagai alat bukti untuk mempermudah pembuktian hak dari si penagih utang dalam suatu proses jika terdapat suatu perselisihan saja, melainkan juga untuk mempermudah penagih utang melakukan/menuntut haknya terhadap pengutang di luar proses. Dengan kata lain, surat berharga itu adalah suatu surat legitimasi, suatu surat yang menunjuk pemegangnya sebagai orang yang berhak khususnya di luar suatu proses.
Jadi berdasarkan penjelasan tersebut, wesel dan cek merupakan surat berharga yang mempunyai kekuatan hukum bagi pemegangnya yang berhak atas surat berharga terebut.
Surat Wesel
Mengenai surat wesel diatur dalam Bab VI Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”), mulai Pasal 100 - Pasal 177.[2] Surat wesel adalah surat berharga yang memuat kata “wesel” di dalamnya, ditanggali dan ditandatangani di suatu tempat, dimana penerbit (trekker) memberi perintah tak bersyarat kepada tersangkut (betrokkene) untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar (vervaldag) kepada orang yang ditunjuk oleh penerbit yang disebut penerima (nemer) atau penggantinya di suatu tempat tertentu.[3]
Sentosa Sembiring dalam bukunya Hukum Surat Berharga, (hal. 26) berpendapat bahwa untuk menerbitkan sepucuk surat wesel diperlukan 8 (delapan) syarat yaitu sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 100 KUHD yang menyatakan bahwa surat wesel memuat:
1. pemberian nama "surat wesel", yang dimuat dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang digunakan dalam surat itu;
2. perintah tak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu;
3. nama orang yang harus membayar (tertarik);
4. penunjukan hari jatuh tempo pembayaran;
5. penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan;
6. nama orang kepada siapa pembayaran harus dilakukan, atau orang lain yang ditunjuk kepada siapa pembayaran itu harus dilakukan;
7. pernyataan hari ditandatangani beserta tempat penarikan surat wesel itu;
8. tanda tangan orang yang mengeluarkan surat wesel itu (penarik).
Pengecualian dari syarat-syarat di atas tercantum dalam Pasal 101 KUHD yang berbunyi:
Suatu surat demikian, di mana satu dari syarat-syarat di atas tidak tercantum, tidak berlaku sebagai surat Wesel, dengan pengecualian-pengecualian seperti tersebut di bawah ini:
1. Surat Wesel yang tidak ditetapkan hari jatuh tempo pembayarannya, dianggap harus dibayar pada hari ditunjukkannya.
2. Bila tidak terdapat penunjukan tempat khusus, maka tempat yang tersebut di samping nama tertarik dianggap sebagai tempat pembayaran dan juga sebagai tempat domisili tertarik.
3. Surat Wesel yang tidak menunjukkan tempat penarikannya, dianggap telah ditandatangani di tempat yang tercantum di samping nama penarik.
Perlu diperhatikan dalam penerbitan wesel harus menyebutkan jumlah uang yang hendak dibayar oleh tertarik. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 105 KUHD:
Surat Wesel yang jumlah uangnya dengan lengkap ditulis dengan huruf dan juga dengan angka, maka bila terdapat perbedaan, berlaku menurut jumlah uang yang ditulis lengkap dengan huruf.
Surat Wesel yang jumlahnya berkali-kali ditulis dengan lengkap baik dengan huruf maupun dengan angka, maka bila terdapat perbedaan, hanya berlaku sebesar jumlah yang terkecil.
Jadi dalam penerbitan wesel ada syarat formal yang harus dipenuhi yaitu harus ada kata wesel, perintah tidak bersyarat, dan tanda tangan penarik. Sedangkan syarat tentang hari jatuh atau kapan harus dibayar dan tempat pembayaran bukan syarat mutlak dalam penerbitan wesel. Oleh karena itu, jika syarat mutlak tidak dipenuhi pembayar atau tertarik dapat menolak untuk melakukan pembayaran.[4]
Fungsi Wesel
Pada dasarnya fungsi wesel itu adalah sebagai alat kredit karena pembayaran terhadap wesel beberapa waktu setelah diperlihatkan atau diakseptasi oleh tertarik.[5] Hal serupa juga dikatakan oleh H.M.N. Purwosutjipto (hal. 139) yaitu menurut pandangan pembentuk undang-undang, wesel termasuk alat pembayaran kredit.
Dewasa ini wesel dapat berfungsi sebagai:[6]
1. Alat pembayaran;
2. Alat perkreditan (mobilasi piutang); dan
3. Alat penjamin kredit.
Surat Cek
Mengenai surat cek diatur dalam Bab VII, Buku I, mulai dari Pasal 178 - Pasal 229d KUHD. Bila nilai surat wesel didasarkan atas kemampuan kredit dari penerbit, andosan dan lain-lainnya, maka surat cek harus dipandang sebagai alat pembayaran tunai, jadi seperti uang biasa. Tujuan penerbitan cek adalah untuk meningkatkan jaminan pembayaran.[7] Dari itu ada ketentuan-ketentuan sebagai berikut:[8]
a. Cek hanya diterbitkan kepada bankir;
b. Cek boleh diterbitkan jika bankir telah mempunyai dana untuk pembayaran itu;
c. Cek berlaku dalam jangka waktu singkat, dalam jangka waktu nama cek tidak boleh dicabut.
Syarat yang harus dipenuhi untuk penerbitan cek dijabarkan dalam Pasal 178 KUHD, yaitu tiap-tiap cek memuat:[9]
1. Nama ”cek", yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang digunakan dalam alas hak itu;
2. perintah tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu;
3. nama orang yang harus membayar (tertarik);
4. penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan;
5. pernyataan tanggal penandatanganan beserta tempat cek itu ditarik;
6. tanda tangan orang yang mengeluarkan cek itu (penarik).
Fungsi Cek
Fungsi cek adalah sebagai alat pembayaran. Hal inilah yang membedakan dengan wesel sebagai surat berharga. Untuk wesel, pembayarannya dilakukan beberapa waktu setelah diunjukkan atau diperlihatkan kepada tertarik.
Cek sebagai alat pembayaran mendapat landasan yuridis, sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 180 KUHD:[10]
Cek itu harus ditarik atas seorang bankir yang menguasai dana untuk kepentingan penarik, dan menurut perjanjian tegas atau secara diam-diam yang menetapkan, bahwa penarik mempunyai hak untuk menggunakan dana itu dengan menarik cek. Akan tetapi bila peraturan-peraturan itu tidak diindahkan, maka atas-hak itu tetap berlaku sebagai cek.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, dilihat dari segi fungsi, perbedaan antara wesel dan cek sebagai surat berharga adalah wesel berfungsi sebagai alat kredit atau pembayaran dan pembayarannya dilakukan beberapa waktu setelah wesel diunjukkan atau diperlihatkan kepada tertarik. Sedangkan cek berfungsi sebagai alat pembayaran tunai, jadi seperti uang biasa, dan penarikannya melalui bankir yang menguasai dana untuk kepentingan penarik, dan menurut perjanjian tegas atau secara diam-diam yang menetapkan bahwa penarik mempunyai hak untuk menggunakan dana itu dengan menarik cek.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Referensi:
1. Emmy Pengaribuan Simanjuntak. 1993. Hukum Dagang Surat-Surat Berharga. Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
2. Purwosutjipto. 2000. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 7 (Hukum Surat Berharga). Jakarta: Djambatan.
3. Sentosa Sembiring. 2016. Hukum Surat Berharga. Bandung: Nuansa Aulia.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?