4 Catatan Kementerian Kesehatan Terhadap JKN
Berita

4 Catatan Kementerian Kesehatan Terhadap JKN

Verifikasi dokumen klaim perlu dilakukan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: RZL
Layanan BPJS Kesehatan. Foto: RZL
Ada beragam tantangan pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat (JKN/KIS) selama tiga tahun terakhir. Kementerian Kesehatan memantau dan mencatat dinamika program jaminan sosial itu.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Bambang Wibowo, menyampaikan empat catatan yang penting mendapat perhatian para pemangku kepentingan. Persoalan yang menjadi bagian dari catatan itu penting diperhatikan agar bisa dicari solusinya.

Pertama, biaya pelayanan kesehatan yang dibayar BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan (FKTP). BPJS Kesehatan membayar pelayanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) melalui mekanisme kapitasi dan paket tarif INA-CBGs untuk faskes rujukan tingkat lanjut (FKRTL) seperti RS. Bambang mencatat biaya pelayanan yang dibayar untuk FKTP sebesar 27 persen dan RS 73 persen. (Baca juga: Pemerintah Ingin Ubah Aturan Kapitasi).

Bambang melihat biaya pelayanan kesehatan itu menjadi salah satu pekerjaan rumah agar program promotif dan preventif lebih diutamakan. FKTP sebagai garda terdepan. “RS menghabiskan 73 persen (biaya pelayanan kesehatan yang dibayar BPJS Kesehatan) padahal kasus yang ditangani hanya 20-25 persen,” katanya dalam acara Pertemuan Nasional Manajemen RS di Jakarta, Rabu (28/09).

Bambang yakin pelayanan kesehatan promotif dan preventif yang berjalan baik mengurangi pembiayaan pelayanan kesehatan di RS. Maksudnya, bukan berarti mengurangi penerimaan RS, tapi diharapkan RS lebih banyak menangani kasus yang sifatnya spesialis dan subspesialis sehingga pelayanan yang diberikan RS kepada peserta JKN/KIS bisa lebih baik.

Kedua, paket tarif INA-CBGs yang harus dipahami oleh pemangku kepentingan terutama RS. Bambang mengatakan perubahan metode pembayaran dari fee for service menjadi INA-CBGs ikut mengubah cara pandang dalam mengelola RS. Jika sistem pembayaran INA-CBGs tidak dipahami, pengelolaan RS berpotensi tidak berjalan baik. “Ini PR bersama agar para profesi di RS bisa menjalankan tugasnya secara profesional dan pasien mendapat pelayanan yang baik. Maka metode pembayaran INA-CBGs harus dipahami dengan baik pula,” urainya.

Ketiga, peluang terjadinya kecurangan (fraud) dalam program JKN/KIS. Intinya, Bambang mengingatkan jangan terjadi pembiaran terhadap kesalahan yang terjadi. Pemmbiaran bisa berujung pada fraud. “Awalnya kita melakukan kesalahan kecil dan dibiarkan, kemudian berlanjut, kita jadinya memberi pelayanan yang mestinya tidak perlu diberikan. Lalu terjadi penyalahgunaan sampai terjadi kecurangan,” papar Bambang mengingatkan.

Keempat, verifikasi klaim RS. Menurut Bambang kerjasama BPJS Kesehatan dan RS dalam program JKN/KIS sifatnya jangka panjang. Kerjasama itu harus dibangun dalam hubungan yang saling percaya (trust) dan menguntungkan kedua belah pihak.

Bambang mengatakan verifikasi klaim RS perlu dikembangkan. RS berharap agar proses verifikasi tidak mengganggu cash flow. BPJS Kesehatan menginginkan verifikasi dilakukan secara tepat. Bambang berpendapat BPJS Kesehatan bisa melakukan verifikasi pasca klaim agar klaim yang sudah dibayar bisa dievaluasi.

Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengatakan saat ini BPJS Kesehatan mencoba menerapkan sistem verifikasi baru yakni berkas klaim dikirim RS kepada kantor cabang BPJS Kesehatan. Petugas BPJS Kesehatan akan melakukan verifikasi di kantor.

Selama ini, petugas verifikator BPJS Kesehatan menyambangi RS untuk melakukan verifikasi klaim. Menurut Fachmi cara itu kurang efektif karena jumlah petugas verifikator BPJS kesehatan tidak sebanding dengan pertumbuhan RS. “Jadi sekarang kita gunakan simplifikasi verifikasi, semangatnya mempercepat proses administrasi klaim. Kalau berkas lengkap dan terverifikasi, dalam 15 hari BPJS Kesehatan akan membayarnya,” urainya.

Soal verifikasi pasca klaim yang diusulkan Bambang, Fachmi mengatakan BPJS Kesehatan punya satuan internal untuk mengecek apakah ada pembayaran klaim yang lebih atau kurang. Selain itu ada audtor eksternal seperti BPK. Untuk membantu cash flow RS, Fachmi mengatakan BPJS Kesehatan sudah bekerjasama dengan 4 bank untuk menggulirkan program Supply Chain Financing. [Baca Juga: BPJS Tak Boleh Telat Bayar Tagihan]
Tags:

Berita Terkait