Putusan pengadilan tentang polemik pembangunan Bendungan Bener di Purwerjo, Jawa Tengah menuai sorotan publik terutama dari kalangan akademisi. Putusan PTUN Semarang No.68/G/PU/2021/PTUN.SMG dan Putusan MA No.482 K/TUN/2021 pada intinya menolak gugatan warga Wadas yang meminta SK Gubernur No.590/20 Tahun 2021 dibatalkan atau dinyatakan tidak sah.
Dalam sebagian pertimbangan hukum putusan PTUN Semarang No.68/G/PU/2021/PTUN.SMG, majelis hakim menilai Pasal 21 ayat (6) Peraturan Presiden No.58 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang dijadikan dasar bagi Gubernur Jawa Tengah sebagai tergugat dalam menerbitkan SK Gubernur No50/20 Tahun 2021 masih berlaku secara hukum.
“Sehingga telah tepat secara hukum dijadikan dasar bagi tergugat untuk menerbitkan objek sengketa a quo,” begitu kutipan sebagian pertimbangan hukum putusan PTUN Semarang yang dibacakan 30 Agustus 2021 itu.
Putusan itu diperkuat majelis kasasi melalui putusan No.482 K/TUN/2021. Dalam pertimbangannya majelis kasasi menilai putusan judex factie tidak bertentangan dengan hukum dan/atau UU. Karenanya, permohonan kasasi tersebut harus ditolak dan pemohon kasasi sebagai pihak yang kalah dihukum membayar biaya perkara.
Baca:
- Dua Catatan Akademisi FH Atma Jaya Atas Putusan Wadas
- Konflik di Desa Wadas, ICEL: Momentum Presiden Evaluasi PSN Bermasalah
Menanggapi putusan tersebut, sejumlah akademisi yang tergabung dalam Akademisi Peduli Wadas menggelar eksaminasi terhadap kedua putusan tersebut. Salah satu eksaminator, Dosen Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Richo Andi Wibowo, menyebut sedikitnya ada 4 catatan terhadap putusan itu.
Pertama, dia khawatir hakim PTUN Semarang yang memutus perkara itu tidak menyadari filosofi dan implikasi bahwa Perpres adalah bagian dari delegated regulations atau regulasi turunan. Derajat delegated reguations selalu lebih rendah daripada primary regulation atau UU.