4 Catatan Kritis Terhadap Putusan Pengadilan Kasus Wadas
Utama

4 Catatan Kritis Terhadap Putusan Pengadilan Kasus Wadas

Hakim PTUN Semarang dikhawatirkan tidak menyadari filosofi dan implikasi Perpres merupakan bagian dari delegated regulations atau regulasi turunan. Padahal, derajat delegated regulations selalu lebih rendah daripada primary regulation.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Tidak tepat dan tidak bijak jika hakim terlalu mendasarkan pada delegated regulations sebagai batu uji keputusan pemerintah dengan langsung mengesampingkan primary regulation sebagaimana yang terjadi di kasus ini,” kata Richo dalam diskusi bertema Eksaminasi Publik Putusan PTUN Semarang No.68/G/PU/2021/PTUN.SMG dan Putusan MA No.482 K/TUN/2021, Rabu (9/3/2022).

Kedua, hakikat hukum administrasi negara dan tujuan perlindungan peradilan administrasi tidak akan bisa dicapai bila hakim tanpa motivasi yang cukup langsung memilih menggunakan parameter yang hanya dibuat eksekutif (melalui delegated regulations). Dan langsung mengesampingkan parameter lain, padahal parameter itu merupakan primary regulations.

Ketiga, ada tradisi kesungkanan lembaga peradilan Indonesia karena cenderung untuk mentolerir luasnya peraturan delegasi. Richo menduga mungkin itu karena ada ajaran hukum yang menegaskan tidak diperkenankan hakim untuk menilai baik buruknya kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah.

Tapi hakim tetap dapat menguji tanpa ia duduk diatas kursi pemerintah. Konteks pengujian tersebut bukan pada aspek kemanfaatannya (doelmatigheid), melainkan pada aspek hukumnya (rechmatigheid).

Keempat, Richo mengatakan putusan PTUN hanya mengutip asas ketidakberpihakan (fairplay) tanpa memberikan diskusi yang cukup. Padahal asas ini sangat penting. Setidaknya ada 2 asas fairplay yakni kewajiban badan/pejabat tata usaha negara (TUN) untuk tidak menghalangi kesempatan prosedural yang dimiliki pihak yang terlibat. Selanjutnya, badan atau pejabat TUN tidak boleh berkepentingan atas keputusan yang dihasilkan.

Richo berpendapat majelis hakim PTUN gagal melihat pelanggaran fairplay yang dilakukan pemerintah. Sebaliknya malah mengkonfirmasi logika pemerintah bahwa hak pemerintah untuk membangun seolah lebih tinggi daripada HAM masyarakat di lokasi terdampak.

Tags:

Berita Terkait