4 Catatan Menkopolhukam Soal Penataan Hukum dan HAM
Berita

4 Catatan Menkopolhukam Soal Penataan Hukum dan HAM

Hukum harus mampu beradaptasi dengan setiap masalah, bukan membakukan aturan dan norma. Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi untuk menjawab tantangan selama pandemi Covid-19.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Menkopolhukam M. Mahfud MD. Foto: RES
Menkopolhukam M. Mahfud MD. Foto: RES

Pandemi Covid-19 membawa dampak terhadap kehidupan masyarakat. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), M Mahfud MD, mengatakan dampak pandemi ini menyasar hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk sosial dan ekonomi. Penataan hukum sebagai norma yang yang hidup dalam masyarakat merupakan proses yang tidak sederhana. Banyak kekhawatiran yang muncul tentang peran hukum dalam menyelesaikan ketidakadilan, terutama dalam situasi saat ini dimana rentan menciptakan ketimpangan sosial, diskriminasi rasial, masalah keamanan dan dugaan pelanggaran HAM.

Menurut Mahfud, dalam situasi tertentu hukum gagal melindungi kelompok rentan dan terpinggirkan. Dia menyebut sedikitnya ada 4 hal yang perlu dicermati dalam penataan hukum dan HAM ke depan. Pertama, mengatur model produksi ekonomi dan perdagangan bebas menjadi praktik pengaturan yang adil. Liberalisasi pasar membentuk cara kerja hukum. Pada saat pandemi seperti saat ini dapat terlihat ketimpangan ekonomi menyebabkan dampak yang parah bagi kelompok rentan.

“Menjadi tantangan besar bagi masyarakat global untuk membentuk kembali dan memajukan karakter hukum yang transformatif, sehingga sesuai dengan perkembangan sosial dan ekonomi,” kata Mahfud dalam pidato pembukaan acara International Conference on Law and Human Rights 2021 yang diselenggarakan Balitbang Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM, Senin (3/5/2021).

Kedua, Mahfud menekankan karakter hukum yang transformatif harus mampu merefleksikan kemampuannya dalam menata kembali kondisi sosial. Pendidikan dan pemberdayaan hukum sangat diperlukan untuk membangun kesadaran hukum di masyarakat. Pengembangan hukum harus mencerminkan kebutuhan masyarakat untuk memiliki norma yang adil untuk mengatur semua aspek kehidupan. Pengucilan terhadap orang miskin, perempuan, anak, anak, minoritas dan kelompok terpinggirkan merupakan hambatan penting bagi masyarakat global, baik di negara maju dan berkembang.

Ketiga, hal lain yang dikhawatirkan selama pandemi ini yakni sistem kesehatan. Mahfud mengatakan ada urgensi untuk mendemokratisasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam sistem sosial yang adil dan transparan, hukum harus mampu mengatur peran dan fungsi para ilmuwan.

Keempat, hukum merupakan himpunan identitas jamak. Dalam dunia yang penuh imajinasi dan perspektif, Mahfud mengatakan pemerintah harus mampu memperluas paradigma, menyesuaikan kondisi nasional dengan pembangunan regional dan internasional. Dialog inklusif diperlukan di antara semua pemangku kepentingan tanpa pembagian selatan/utara, timur/barat, negara berkembang/maju.

“Paling penting, pandemi Covid-19 harus ditangani bersama. Hukum harus mampu beradaptasi dengan setiap masalah, bukan untuk membakukan aturan dan norma,” ujarnya.

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan pemikiran yang kritis dapat membangun demokrasi. Saat ini penting untuk membahas bagaimana penataan hukum dan HAM untuk merespon situasi akibat pandemi Covid-19. Dalam menghadapi pandemi Covid-19, pemerintah telah menerbitkan beragam kebijakan, seperti bantuan untuk usaha mikro, kecil, menengah dan vaksin gratis untuk masyarakat.

Pria yang disapa Eddy itu juga menuturkan pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi untuk menjawab tantangan setelah pandemi Covid-19, antara lain UU N0.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain itu pemerintah telah mendorong keadilan inklusif dengan menerbitkan kebijakan bantuan hukum bagi masyarakat yang selama ini sulit mengakses bantuan hukum.  

“Kami juga mendorong terus terwujudnya pelayanan publik yang transparan, akuntabel, dan nondiskriminatif,” katanya

Tags:

Berita Terkait