5 Masalah Hukum dalam Putusan-Putusan Sengketa Wakaf
Lipsus Lebaran 2020

5 Masalah Hukum dalam Putusan-Putusan Sengketa Wakaf

Putusan pengadilan mengakomodasi keinginan untuk mengelola harta wakaf lebih produktif.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Majelis juga menunjuk Pasal 45 ayat (1) UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Berdasarkan pasal ini, nazhir dapat diganti jika terpenuhi salah satu kondisi. Pertama, nazhir perseorangan meninggal dunia. Kedua, nazhir organisasi atau nazhir badan hukum bubar atau dibubarkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, atas permintaan nazhir sendiri. Keempat, tidak melaksanakan tugasnya sebagai nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan atau pengembangan harta benda wakaf. Kelima, dijatuhi hukuman pidana berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Kalaupun penggantian nazhir tidak prosedural, seharusnya Pengadilan Tinggi Agama (judex facti) mempertimbangkan aspek keadilan. Rasa keadilan wakif yang selama 28 tahun sudah mewakafkan hartanya tidak dipertimbangkan majelis banding. “Seharusnya prosedur administrasi jangan mengalahkan rasa keadilan bagi wakif yang selama ini telah dirugikan karena tidak mendapat manfaat kebaikan dari harta yang diwakafkan,” demikian antara lain pertimbangan majelis kasasi. (Baca juga: Ada Irisan RUU Pertanahan dengan Hukum Wakaf)

Dalam amarnya, Mahkamah Agung menyatakan orang-orang yang telah ditunjuk sebagai nazhir dalam Akta Ikrar Wakaf tanggal 11 September 1989 tidak cakap karena lalai dan tidak memanfaatkan harta wakaf sesuai yang dikehendaki wakif. “Bahwa, oleh karena nazhir telah terbukti tidak cakap karena telah lalai dan tidak memanfaatkan harta wakaf sesuai yang dikehendaki oleh wakif, maka permohonan para Pemohon Kasasi untuk mengganti nazhir yang tercatat pada Akta Ikrar Wakaf Nomor W.2/05/Tahun 1989 patut dikabulkan”. (Baca: Masalah Hukum Perluasan Harta Benda Wakaf, dari Saham dan Sukuk hingga Manfaat Polis Asuransi)

  1. Tanah Wakaf versus Barang Milik Negara

Wakaf berupa tanah yang dijadikan lokasi lembaga pendidikan atau madrasah berpotensi menimbulkan sengketa, terutama antara wakif atau ahli warisnya dengan pengurus yayasan pendidikan. Tetapi sengketa dapat juga terjadi ketika harta wakaf berubah menjadi Barang Milik Negara. Peristiwa ini terjadi Aceh, ketika status madrasah Islam berubah menjadi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN). Awalnya madrasah berdiri di atas lahan yang diwakafkan oleh Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), dan pengelolaannya dilakukan Yayasan Pendidikan Islam. Yayasan ini mengelola lembaga pendidikan swasta. Belakangan status madrasah berubah menjadi negeri. Meskipun madrasah negeri sudah punya lokasi dan gedung belajar, harta wakaf tidak dikembalikan. Akhirnya, muncul sengketa ke pengadilan.

Mahkamah Syar’iyah Bireuen menyatakan tidak dapat menerima gugatan pengurus Yayasan Pendidikan Islam. Putusan itu dibatalkan Mahkamah Syar’iyah Provinsi Aceh. Pemerintah, dalam hal ini Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bireuen mengajukan kasasi. Dalam permohonan kasasi, pemerintah meminta pengadilan menyatakan lahan yang disengketakan adalah Barang Milik Negara. Dalam putusan 46K/AG/2018, Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan kasasi Pemerintah.

“Alasan I dan II tidak dapat dibenarkan karena para penggugat terbukti sebagai Pengurus Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Bireuen dan objek sengketa terbukti milik Yayasan Pendidikan Islam Bireuen sebagai harta wakaf dari Persatuan Ulama Seluruh Aceh,” demikian antara lain pertimbangan majelis. Pemerintah meminjam tanah itu dan sudah ada kesepakatan akan dikembalikan. Namun hingga sengketa muncul, tanah wakaf tidak dikembalikan. Malah didaftarkan sebagai Barang Milik Negara.

  1. Tanah Wakaf Dikuasai Pihak Ketiga

Jika tanah wakaf tidak diurus dan tidak dimanfaatkan, atau dibiarkan, sangat mungkin pihak ketiga menempatinya dan mengklaim sebagai harta waris yang belum dibagi. Kasus semacam ini terjadi di Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Ahli waris wakif mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama meminta agar tanah lebih dari enam ribu meter persegi ditetapkan sebagai tanah wakaf yang dipergunakan untuk kuburan anggota keluarga. Belasan orang mengajukan gugatan intervensi. Pengadilan Agama mengabulkan gugatan ahli waris wakif. Majelis hakim tingkat pertama juga memerintahkan agar belasan penggugat intervensi mengosongkan lahan tersebut. Dalam putusan No. 337K/AG/2019, majelis hakim kasasi menolak permohonan kasasi penggugat intervensi.

Tags:

Berita Terkait