5 Sikap Komnas HAM Terkait Kerusuhan di Wamena Papua
Terbaru

5 Sikap Komnas HAM Terkait Kerusuhan di Wamena Papua

Seperti mendorong aparat penegak hukum melakukan langkah-langkah prosedural dan upaya pemulihan terhadap korban maupun keluarga korban, hingga memantau perkembangan situasi di Wamena lebih lanjut serta berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro. Foto: ADY
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro. Foto: ADY

Kerusuhan yang terjadi di Sinakma Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Kamis (23/02/2023) lalu menuai keprihatinan dari berbagai pihak. Ketua Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Atnike Nova Sigiro, mengatakan lembaganya menyatakan 5 hal terhadap peristiwa itu. Pertama, mengucapkan duka mendalam atas meninggalnya 10 warga sipil dan belasan orang lainnya yang menjadi korban serta dalam keadaan kritis.

Kedua, mendorong aparat penegak hukum melakukan langkah-langkah prosedural untuk mengungkap fakta peristiwa dan upaya pemulihan terhadap korban maupun keluarga korban. Ketiga, mengajak semua pihak untuk mengedepankan pendekatan sesuai prinsip-prinsip HAM dalam proses penegakan hukum dan tidak menggunakan aksi kekerasan (main hakim sendiri, red).

Keempat, mengajak seluruh komponen masyarakat, terutama tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk meredakan suasana (cooling down system) agar eskalasi kekerasan tidak terus meningkat. Kelima, untuk memantau perkembangan situasi di Wamena lebih lanjut, Komnas HAM akan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi Papua, Polri, TNI, tokoh-tokoh adat, pemimpin agama, gereja, dan organisasi masyarakat sipil untuk terus mendorong pemulihan situasi HAM dan kehidupan masyarakat di Wamena.

“Demikian kami sampaikan agar semua pihak mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia, sehingga tercipta situasi yang kondusif,” kata Atnike dalam keterangannya, Jumat (25/02/2023) kemarin.

Baca juga:

Terpisah, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan pihaknya menyesalkan jatuhnya korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Menurutnya kekerasan dalam bentuk apapun tidak bisa dibenarkan. Begitu juga penggunaan kekuatan yang eksesif oleh aparat keamanan.

Usman mendesak untuk dilakukan investigasi serius guna mengusut tuntas insiden tersebut. Apalagi ada laporan yang menyebut beberapa warga tewas akibat tembakan. Peristiwa tersebut harus ditelusuri melalui proses hukum yang adil dan tidak berpihak. Tak hanya pelaku penembakan, tapi juga terhadap pelaku yang mengancam keselamatan jiwa termasuk pembakaran.

“Peristiwa yang terjadi di Wamena ini menandakan berulangnya kasus kekerasan yang merenggut nyawa banyak warga sipil di Papua.  Tindakan kekerasan, apalagi sampai menimbulkan banyak korban jiwa, hanya akan meningkatkan eskalasi lingkaran kekerasan dan konflik bersenjata di sana. Yang rugi semua pihak,” tegas Usman.

Dari informasi yang diterima Amnesty International, Usman mengatakan masalah itu berawal dari isu penculikan anak Sekolah Dasar (SD) di Sinakma, lalu orang yang dianggap pelaku diamankan pihak kepolisian setempat. Keluarga anak tersebut disebut tidak menerima kalau polisi mengamankan terduga pelaku, sehingga terjadi perbedaan pendapat antara aparat Kepolisian dan keluarga anak yang diduga diculik. 

Akhirnya, terjadi pertikaian antara masyarakat dan pihak Kepolisian. Kemudian terjadi baku lempar batu terhadap aparat kepolisian. Karena susah dikendalikan, maka  aparat keamanan mengeluarkan gas air mata berkali-kali.   Rumah-rumah warga dilaporkan juga dibakar dan kejadian itu berlangsung sampai sore hari. Menurut pantauan sumber Amnesty,  situasi saat itu sulit untuk dikendalikan setelah berlangsung bentrokan antara masyarakat dan aparat kepolisian yang kemudian dibantu oleh anggota TNI, namun sulit juga dikendalikan.   

Tags:

Berita Terkait