7 September Diusulkan Jadi Hari Pembela HAM Nasional
Berita

7 September Diusulkan Jadi Hari Pembela HAM Nasional

Untuk merawat semangat dan ide perlindungan pembela HAM agar keadilan dan kesejahteraan berbasis HAM terwujud di Indonesia. Sebab, Pembela HAM kerap mengalami berbagai kekerasan dan kriminalisasi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Topeng Aktivis HAM (Alm) Munir Said Thalib yang diperankan istrinya.  Foto: RES
Topeng Aktivis HAM (Alm) Munir Said Thalib yang diperankan istrinya. Foto: RES

Reformasi yang bergulir sejak 1998 membawa perubahan signifikan antara lain di bidang politik dan hukum. Salah satu agenda reformasi yakni membenahi tata kelola negara berdasarkan demokrasi dan berbasis HAM. Tapi tidak mudah melakukan perubahan itu, butuh perjuangan agar tata kelola negara menjunjung tinggi demokrasi dan HAM. Banyak pembela HAM di Indonesia yang terus mengawal proses ini, salah satunya almarhum Munir Said Thalib.

Komisioner Komnas HAM, Muhammad Choirul Anam, mengatakan 7 September adalah hari duka bagi gagasan tata kelola negara berbasis HAM di Indonesia karena merupakan hari dibunuhnya Munir dengan racun arsenik. Cak Munir, begitu sapaan akrab Munir, meninggal 7 September 2004.

Anam mengenang salah satu tema penting yang diusung Munir dalam memperjuangkan HAM yakni hubungan sipil militer dalam tata kelola negara demokrasi yang berbasis HAM. Jika ini berjalan sesuai harapan, peristiwa penyerangan kantor polisi seperti yang dialami Polsek Ciracas, Jakarta Timur, dan berbagai kasus kekerasan lainnya yang melibatkan hubungan sipil dan militer tidak akan terjadi. Selain itu, negara akan memiliki militer yang tangguh, dan lebih profesional dalam pertahanan negara.

Tak hanya soal hubungan sipil dan militer, Anam menyebut Munir juga mendorong perlindungan bagi pembela HAM. Munir melihat bagaimana kontribusi pembela HAM dalam berbagai usaha memperbaiki kondisi negara, termasuk membangun kesejahteraan. Tapi upaya yang dilakukan pembela HAM itu tidak mendapat perlindungan yang memadai oleh negara.

“Tidak sedikit pembela HAM yang mengalami kekerasan, kriminalisasi, stigma, dan perlakuan lain yang kejam. Pada posisi ini cak Munir dengan beberapa kolega mendirikan organisasi Imparsial,” kata Choirul Anam ketika dikonfirmasi, Senin (7/9/2020).

Anam menjelaskan pembela HAM (human rights defenders) tidak hanya dipahami sebagai aktivis HAM yang berada di garis depan melawan kekerasan, tapi juga para inisiator di kampung, desa, hutan yang memperkuat ekonomi, merawat hutan, dan menyelamatkan binatang. Bahkan guru yang bertugas di pelosok melawan buta huruf dan memfasilitasi akses pendidikan.

Dia menegaskan peran Munir dalam mengkampanyekan perlindungan untuk pembela HAM sangat besar, dan dia salah satu yang terdepan dalam membela pegiat HAM di Indonesia. Mengingat pentingnya perlindungan bagi aktivis HAM, Anam mengusulkan 7 September diperingati sebagai hari perlindungan pembela HAM Indonesia. Menurutnya ini penting bukan hanya untuk mengenang cak Munir, tapi juga merawat semangat dan ide perlindungan pembela HAM agar keadilan dan kesejahteraan berbasis HAM terwujud di Indonesia.

Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, mendukung usulan 7 September diperingati sebagai hari perlindungan pembela HAM nasional. 7 September juga bertepatan dengan hari dibunuhnya cak Munir yang sampai sekarang belum terungkap dalangnya. Kasus Munir mencerminkan situasi pembela HAM di Indonesia yang sampai sekarang masih menghadapi berbagai kekerasan dan pelanggaran.

Tak kalah penting, Gufron menegaskan kepada pemerintah untuk segera mengungkap dan mengadili dalang pembunuhan kasus Munir. “Harus ada langkah politik penting dari pemerintah terutama Presiden Joko Widodo untuk memperkuat jaminan dan perlindungan terhadap kerja-kerja para pembela HAM di Indonesia,” harapnya.

Senada, Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, menilai usulan ini penting dan harus segera diwujudkan untuk menyebarkan semangat yang diwariskan almarhum Munir yakni berani berkorban membela kebenaran dan keadilan. Selain itu, penting untuk merawat ingatan, melawan lupa, bahwa perlindungan terhadap pembela HAM masih suram. “Upaya menghidupkan perjuangan, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM di Indonesia harus terus dilakukan untuk kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial di Indonesia,” katanya.

Tags:

Berita Terkait