Actio Pauliana vs Dalih Iktikad Baik Debitur dalam Putusan Pengadilan
Terbaru

Actio Pauliana vs Dalih Iktikad Baik Debitur dalam Putusan Pengadilan

Salah satu unsur terpenting yang menjadi patokan dalam menentukan diterima atau ditolaknya suatu gugatan actio pauliana yaitu unsur iktikad baik.

Oleh:
Hamalatul Qurani
Bacaan 6 Menit

Setidaknya, perbuatan hukum tersebut betul terbukti merupakan perbuatan yang wajib dan harus dilakukan oleh debitur dengan iktikad baik (good faith) dan tidak dalam rangka untuk merugikan kreditur dengan melakukan perbuatan-perbuatan curang untuk memperdayai para krediturnya.

Salah satu unsur terpenting yang menjadi patokan dalam menentukan diterima atau ditolaknya suatu gugatan actio pauliana yaitu unsur iktikad baik

Tidak hanya melalui satu kali tahapan pengalihan saja, dalam kasus actio pauliana Pailit Batavia Air (Putusan No. 77/Pailit/2012/PN Niaga jkt. Pst) misalnya, YT (mantan Presdir Batavia Air) diketahui terlebih dahulu mengalihkan bangunan dan tanah kantor Batavia sejak 28 Desember 2012 lalu kepada RS, ponakan kandung YT, yang juga menjabat sebagai Direksi pada PT Putra Bandara Mas.

Dalam catatan Hukumonline, pengalihan ini dilakukan kembali oleh RS kepada HS tepat dua hari menjelang Batavia dinyatakan pailit, yaitu 30 Januari 2013 melalui Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tertanggal 28 Januari 2013. Kantor Batavia tersebut diperjanjikan akan dijual senilai Rp67,5 miliar. Namun, pelunasan baru dilakukan sebanyak Rp27,5 miliar dan sisanya akan dilakukan pada 18 Februari 2013.

Pembelaan tangkisan yang ketika itu sempat disampaikan kuasa hukum PT Putra Bandara Mas, Imran Nating adalah terkait fakta aset yang dibeli kliennya (PT Putra Bandara Mas) dari YT adalah murni aset pribadi YT, bukan aset milik PT Metro Batavia. Untuk itu, pembuktian adanya iktikad tidak baik dari para Tergugat dipandangnya menjadi kunci utama yang harus dibuktikan terlebih dahulu, utamanya terkait kapan dan darimana Batavia mendapatkan aset tersebut.

Alhasil, Putusan Majelis Pengadilan tingkat pertama (Putusan No. 2/PDT.Sus.Actio Pauliana /2014/PN.NIaga.Jkt.Pst) memang menolak gugatan actio pauliana yang dilayangkan kurator Turman panggabean dkk. Majelis berpendapat, bahwa objek perkara terbukti merupakan milik pribadi YT dan bukan merupakan aset PT. Metro Batavia (Batavia Air), sehingga penggugat tidak bisa memasukkan objek tersebut ke dalam Daftar Asset Batavia Air sebagai boedel pailit.

Kendati di tingkat PK (lihat Putusan No. 61PK/Pdt.Sus-pailit/2015) objek perkara berupa tanah dan bangunan di JL. Ir H. Juanda No. 15 itu berhasil ditarik ke dalam boedel, keterangan mantan Hakim Agung, Susanti Adi Nugroho yang ketika itu sempat menjadi ahli untuk kasus ini menarik untuk disimak. 

Sesuai catatan Hukumonline, ketika ditanya bagaimana jika aset yang diagunkan tersebut bukanlah aset perusahaan, melainkan aset pribadi direksi, tetap adakah hak direktur tersebut untuk melakukan penjualan demi melunasi utang perusahaan? Susanti menjawab, aset tersebut tetaplah menjadi aset pribadi direktur. Meskipun telah diagunkan kepada kreditor, pribadi direktur tersebut dapat menjual asetnya secara pribadi. Sebab, berdasarkan hukum perusahaan, perseroan terbatas memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dengan harta kekayaan pribadi direksinya.

Dan apabila terjadi pailit, untuk harta benda yang diagunkan ini, kurator tidak bisa langsung merampas harta-harta yang diagunkan. Kurator harus bijak untuk melihat terlebih dahulu kepemilikan harta yang diagunkan tersebut. Meskipun direktur telah mengagunkan harta pribadinya untuk kepentingan perusahaan, kurator tidak bisa menarik harta tersebut dan memasukkannya sebagai boedel pailit.

Intinya, Susanti berpandangan bahwa harta yang bisa masuk ke dalam boedel pailit perusahaan adalah harta kekayaan perusahaan pailit itu sendiri. Adapun penentuan yang bisa membedakan mana yang merupakan harta kekayaan perusahaan dengan harta kekayaan pribadi direksi adalah terlihat dari sertifikat kepemilikan dari harta kekayaan masing-masing pihak.

Tags:

Berita Terkait