Ada Kekhawatiran Militer Berpeluang Seperti Era Orba
Terbaru

Ada Kekhawatiran Militer Berpeluang Seperti Era Orba

Salah satu cara militer masuk ke ranah sipil melalui operasi militer selain perang. Terlebih dalam usulan revisi UU TNI ada ketentuan mengatur TNI dapat langsung mengajukan anggaran kepada Kemenkeu, tidak melalui Kementerian Pertahanan.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
 Direktur Imparsial Gufron Mabruri saat menjadi narasumber dalam diskusi bertema Problematika Revisi UU TNI Ditinjau dari Perspektif Hukum, Politik, dan Hak Asasi Manusia, Selasa (4/7/2023) kemarin. Foto: Istimewa
Direktur Imparsial Gufron Mabruri saat menjadi narasumber dalam diskusi bertema Problematika Revisi UU TNI Ditinjau dari Perspektif Hukum, Politik, dan Hak Asasi Manusia, Selasa (4/7/2023) kemarin. Foto: Istimewa

Reformasi militer yang bergulir sejak 1998 mengalami stagnansi bahkan kemunduran. Sorotan tajam itu karena selama 32 tahun pemerintahan orde baru (Orba) terdapat banyak penyimpangan fungsi dan peran TNI. Pada era orba,  militer tak sekedar institusi pertahanan tapi juga masuk ke berbagai sektor seperti sosial, politik, ekonomi, dan budaya.

“Peran dan fungsi TNI kala itu tak sekedar dwifungsi, tapi lebih tepat multifungsi karena semua aspek ada militernya dan itu berlangsung selama 32 tahun,” ujar Direktur Imparsial Gufron Mabruri dalam diskusi bertema ‘Problematika Revisi UU TNI Ditinjau dari Perspektif Hukum, Politik, dan Hak Asasi Manusia’, Selasa (4/7/2023) kemarin.

Banyak literatur yang mengulas penyimpangan militer selama 32 tahun rezim Orba berkuasa, seperti soal Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut Gufron, penyimpangan itu menyebabkan militer tidak fokus pada tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi) menjaga pertahanan negara dari ancaman luar negeri, tapi malah cawe-cawe di berbagai bidang. Akibatnya, terjadi berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu. Ironisnya korban dan keluarganya masih terus menuntut keadilan hingga kini.

Militer yang digunakan sebagai alat kekuasaan untuk menopang rezim orde baru menjadi salah satu masalah besar yang berdampak pada terjadinya beragam kasus pelanggaran HAM berat. Gerakan masyarakat sipil tahun 1998 mendorong reformasi militer yang tujuannya mengembalikan militer kepada tugas dan fungsinya menjaga pertahanan negara dari serangan negara lain.

“Indikator demokrasi antara lain militer yang profesional. Kalau militer masuk ke berbagai ranah sipil seperti keamanan dalam negeri maka yang terjadi kemunduran demokrasi,” ujarnya.

Baca juga:

Reformasi mendorong militer untuk kembali pada kedudukannya dalam negara demokrasi. Militer harus fokus mengurusi ancaman yang berpotensi datang dari luar negeri. Reformasi militer bisa bergulir sepanjang ada keinginan dari internal institusi militer dan otoritas sipil. Seperti pemerintah dan DPR dalam memastikan dan mengawal berjalannya reformasi militer. Sayangnya, otoritas sipil mengalami kemunduran dalam mendorong reformasi militer dan kondisi tersebut berbahaya karena membuka potensi militer masuk ke berbagai sektor sipil.

Gufron mengingatkan pengalaman sejumlah negara di daratan Amerika Latin menunjukkan reformasi militer berjalan tak lebih 10 tahun. Setelah satu dasa warsa, militer kembali masuk ke ranah sipil termasuk mengurusi keamanan dalam negeri. Situasi yang terjadi di Amerika Latin hampir mirip seperti Indonesia, di mana ada peluang militer kembali masuk ke berbagai sektor sipil.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait