Ada Kekosongan Hukum Aturan Penundaan Pemilu dalam Konstitusi
Terbaru

Ada Kekosongan Hukum Aturan Penundaan Pemilu dalam Konstitusi

Konstitusi belum mengatur adanya kondisi darurat sehingga pemilu harus ditunda, dan bagaimana masa jabatan pimpinan lembaga negara seperti Presiden, Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD, DPRD, dan Menteri di kabinet.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ketua MPR, Bambang Soesatyo saat berpidato pembukaan Sidang Tahunan MPR, DPR dan DPD di Komplek Gedung MPR/DPR, Rabu (16/08/2023). Foto: RES
Ketua MPR, Bambang Soesatyo saat berpidato pembukaan Sidang Tahunan MPR, DPR dan DPD di Komplek Gedung MPR/DPR, Rabu (16/08/2023). Foto: RES

Reformasi yang bergulir tahun 1998 mendorong perubahan di berbagai sektor termasuk amandemen UUD RI Tahun 1945. Ada banyak ketentuan dalam konstitusi yang diubah dan ditambah salah satunya posisi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang tak lagi sebagai lembaga tertinggi negara.

Ketua MPR, Bambang Soesatyo, melihat setelah 25 tahun sejak reformasi tahun 1998 sudah saatnya untuk melihat kembali penataan lembaga negara yang ada. Reformasi telah melahirkan perubahan UUD RI Tahun 1945 yang sebelumnya dianggap tabu untuk diubah. Alhasil, perubahan konstitusi itu menata ulang kedudukan, fungsi, dan wewenang lembaga negara yang ada sekaligus menciptakan lembaga baru. Termasuk MPR yang sebelumnya sebagai lembaga tertinggi menjadi lembaga tinggi negara.

“Majelis (MPR,-red) tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga yang melaksanakan kedaulatan rakyat sebagaimana diatur UUD RI Tahun 1945,” kata Bambang Soesatyo dalam pidato pembukaan Sidang Tahunan MPR Tahun 2023 di Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Rabu (16/8/2023).

Baca juga:

Salah satu bentuk kedaulatan rakyat melalui penyelenggaraan pemilu. Pelaksanaan pemilu setiap 5 tahun sekali merupakan perintah langsung Pasal 22E UUD 1945. Pria biasa disapa Bamsoet itu mengingatkan, pemilu terkait masa jabatan anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden. Masa jabatan seluruh menteri anggota kabinet juga mengikuti masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang ditentukan oleh UUD Tahun 1945 yakni 5 tahun.

Mantan Ketua DPR itu menyebut, persoalannya bagaimana jika jelang pemilu terjadi situasi darurat seperti bencana alam skala besar, perang, pemberontakan, atau pandemi yang tak bisa ditangani secara cepat. Atau terjadi keadaan darurat negara yang menyebabkan pemilu tidak dapat digelar sebagaimana mestinya sebagaimana perintah konstitusi. Dalam kondisi itu tidak ada Presiden dan/atau Wakil Presiden yang terpilih sebagai produk pemilu.

Mengacu situasi itu Bamsoet menyebut siapa yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan bahaya tersebut?. Lembaga mana yang berwenang menunda pelaksanaan pemilu? Bagaimana pengaturan secara konsstitusinal jika pemilu tertunda dan masa jabatan Preseidan, Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD, dan DPR serta para menteri habis? Berbagai persoalan itu luput diatur konstitusi.

“Hal itu memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dari kita semua sebagai warga bangsa,” ujarnya.

Politis partai Golkar itu mengatakan sebelum amandemen konstitusi MPR bisa menerbitkan berbagai Ketetapan (Tap) yang bersifat pengaturan untuk melengkapi kevakuman pengaturan dalam konstitusi. Apakah MPR masih memiliki kewenangan untuk melahirkan Ketetapan yang bersifat pengaturan itu?. Lagi-lagi hal ini penting untuk dipikirkan bersama demi menjaga keselamatan dan keutuhan kita sebagai bangsa dan negara.

Sebagaimana amanat Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945, Bamsoet menjelaskan sebagai representasi dari prinsip daulat rakyat, MPR dapat diatribusikan dengan kewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum, untuk mengambil keputusan atau penetapan yang bersifat pengaturan guna mengatasi dampak dari keadaan kahar fiskal atau politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara wajar.

Menurutnya MPR idealnya dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri pada saat Hari jadi Lemhanas ke-58 beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, adanya dorongan penundaan pemilu 2024 sempat berhembus. Mulai dari pernyataan berbagai kalangan elite politisi partai, hingga putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas gugatan perdata yang diajukan Partai Prima yang intinya agar tidak melanjutkan rangkaian pemilu. Padahal, penundaan pemilu 2024 bertabrakan dengan UUD 1945.

Tags:

Berita Terkait