Ada Pergeseran Penggunaan Instrumen Kepailitan di Balik Naiknya Tren Perkara PKPU
Edisi Khusus: Tren Perkara Kepailitan dan PKPU 2023

Ada Pergeseran Penggunaan Instrumen Kepailitan di Balik Naiknya Tren Perkara PKPU

Seharusnya PKPU menjadi ranah bilateral antara kreditur dan debitur untuk menyelesaikan masalah utang piutang, bukan ranah anniversarial. Namun tren yang terjadi sekarang ada pergeseran penggunaan instrumen kepailitan yang seharusnya menjadi mekanisme penagihan utang menjadi hal lain, termasuk untuk mengganggu debitur.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit

Sejatinya, Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang saat ini berlaku di Indonesia bertujuan untuk digunakan sebagai sarana menagih utang piutang secara cepat, terbuka dan efektif. Melalui UU ini kreditur dan debitur berkesempatan mengupayakan penyelesaian masalah utang piutang yang adil.

Pada tahun 2021 jumlah PKPU yang masuk di lima pengadilan niaga membengkak dari tahun sebelumnya. Tren ini terus berlangsung hingga tahun 2023. Sejumlah pihak meyakini kenaikan perkara PKPU masih dipengaruhi oleh situasi pandemi di tahun sebelumnya.

Pengajar STHI Jentera, Aria Suyudi, menjelaskan dari 2016-2021 jumlah perkara PKPU di lima pengadilan niaga cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang dimiliki Aria, pada tahun 2016 jumlah perkara PKPU berjumlah 199, tahun 2017 ada 239, tahun 2018 sebanyak 297, tahun 2019 ada 435, tahun 2020 berjumlah 635, dan tahun 2021 ada 726.

Sedangkan untuk perkara kepailitan yang masuk dalam kurun waktu yang sama di lima pengadilan niaga relatif stabil. Di tahun 2016 perkara kepailitan yang masuk berjumlah 129, tahun 2017 berjumlah 115, tahun 2018 berjumlah 114, tahun 2019 terdapat 125, tahun 2020 ada 114, dan tahun 2021 berjumlah 136 perkara.

“Artinya jumlah perkara kepailitan relatif stabil dibandingkan perkara PKPU, di mana jumlahnya melonjak pada tahun 2021 yang kemungkinan besar disebabkan pandemi Covid-19,” kata Aria Dalam sebuah diskusi dengan tema Bisakah Ahli Waris Berstatus Warga Negara Asing PKPU & Pailit di Indonesia, yang diadakan Indonesia Law and Demokracy Studies (ILDES) beberapa waktu lalu.

Hukumonline.com

Jumlah yang dijelaskan Aria belum termasuk gugatan lain-lain terkait perkara kepailitan. Berdasarkan informasi dari teman-temannya di pengadilan, satu perkara kepailitan bisa beranak pinak. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya banyak perkara-perkara kepailitan yang masuk ke pengadilan niaga adalah perkara-perkara yang sederhana.

Menurut Aria, seharusnya PKPU menjadi ranah bilateral antara kreditur dan debitur untuk menyelesaikan masalah utang piutang, bukan ranah anniversarial. Namun tren yang terjadi sekarang ada pergeseran penggunaan instrumen kepailitan yang seharusnya menjadi mekanisme penagihan utang menjadi hal lain, termasuk untuk mengganggu debitur.

Tags:

Berita Terkait