Adinda Kartika Putri: Asah Empati di Tengah Disrupsi Teknologi
Hukumonline's NeXGen Lawyers 2023

Adinda Kartika Putri: Asah Empati di Tengah Disrupsi Teknologi

Adinda menuturkan, mesin dan teknologi mungkin bisa melakukan banyak hal. Namun, kehadiran manusia selalu menawarkan nilai lebih: feeling of empathy. Dengan empati, seorang pengacara dapat memahami emosi lawan bicara, dan beradaptasi dengan latar belakang lawan bicaranya.

Tim Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Foto: Adinda Kartika Putri. ADCO Law
Foto: Adinda Kartika Putri. ADCO Law

Berangkat dari kesenangan akan berdiskusi, berbagi sudut pandang dengan banyak orang dari lintas latar belakang, keyakinan Adinda Kartika Putri menggeluti profesi lawyer sejak awal memang tidak perlu diragukan. Determinasinya yang tinggi dalam berkarier menjadikan lawyer muda ini seakan tidak memiliki batas. Termasuk dalam mengembangkan dirinya di tengah disrupsi sosial dan teknologi.

“Hari ini dan seterusnya, yang saya butuhkan adalah sensitivitas untuk terus terpapar oleh segala informasi mengenai perkembangan apapun di sekeliling saya. Soal apa yang akan saya lakukan untuk menanggapi informasi tersebut, itu adalah soal cara saya. Dalam hidup, saya punya pola sendiri, yang tidak mudah terdistraksi oleh cara-cara di sekitar saya,” ujar Adinda dengan senyuman dalam sesi wawancaranya. 

Memulai dengan Yakin

Menyelesaikan pendidikannya di University of Leeds, United Kingdom, dengan gelar LLM in International Banking and Finance Law pada 2020, Adinda tidak hanya merasakan kepuasan besar soal keputusan-keputusannya dalam hal akademis, namun juga kebahagiaan soal karier yang ia yakini dengan sepenuh hati: menjadi lawyer.

“Sejak awal, bukan hanya ‘kepikiran’ jadi lawyer, tapi memang saya yakin bahwa profesi inilah yang akan membawa diri saya pada berbagai jalan yang luar biasa, berbagai kesempatan karier yang saya senangi, tepatnya menjadi corporate lawyer,” ujarnya.

Keyakinan itu semakin kuat di semester lima saat menempuh pendidikan S1 di Universitas Diponegoro. Ketika itu, Adinda sudah mulai fokus melakukan hal-hal yang diyakini mampu mengantarkan pada tujuannya. Contohnya, ia urung untuk ikut moot court, padahal banyak mahasiswa hukum melakukannya, kan? 

“Anyway, saya nggak bilang mootcourt itu tidak penting, lho, ya. Tapi saya yakin dengan cara yang saya pilih untuk mencapai tujuan saya,” lanjut Adinda. 

Kapabilitas Adinda dalam memetakan jalan pikirnya secara matang memang patut diacungi jempol. Bukan tanpa alasan, ia merasakan bahwa determinasi tinggi dalam dirinya tumbuh dari figur kakak perempuannya. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: