Advokat Ini Usulkan Hak Pihak Ketiga Mengajukan Pembatalan Putusan Arbitrase
Disertasi Doktor:

Advokat Ini Usulkan Hak Pihak Ketiga Mengajukan Pembatalan Putusan Arbitrase

Putusan arbitrase bisa menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga yang tidak terikat perjanjian.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Sidang terbuka promosi doktor Desri Novian di Universitas Jayabaya Jakarta, Selasa (27/3). Foto: MYS
Sidang terbuka promosi doktor Desri Novian di Universitas Jayabaya Jakarta, Selasa (27/3). Foto: MYS

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase) sudah selayaknya direvisi. Materi muatan yang ada saat ini kurang memberikan perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang berkepentingan. Padahal pihak ketiga acapkali dirugikan dalam putusan arbitrase. Memberikan hak kepada pihak ketiga untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase merupakan salah satu bentuk perlindungan yang perlu dimasukkan ke dalam revisi.

 

Demikian intisari paparan yang disampaikan Desri Novian dalam sidang ujian terbuka promosi doktor ilmu hukum di Universitas Jayabaya, Jakarta, Selasa (27/3). Sidang terbuka itu dipimpin langsung Rektor Universitas Jayabaya, Amir Santoso, didampingi tim penguji beserta promotor dan ko-promotor: Syarifuddin Tippe, H. Sinaulan, MS Tumanggor, Ramlani Lina S, Atma Suganda dan Yuhelson.

 

Desri Novian adalah seorang advokat yang selama ini banyak menggeluti dunia hukum bisnis. Pria kelahiran Banda Aceh ini mempertahankan disertasi mengenai ‘Perlindungan Hukum kepada Pihak Ketiga Terhadap Proses dan Putusan Arbitrase di Indonesia’ dan dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan. Ia menggunakan pendekatan hukum progresif yang dikembangkan Satjipto Rahardjo sebagai pisau analisis. Berdasarkan pisau analisis ini, hukum harus diabdikan untuk kepentingan manusia, bukan sebaliknya manusia mengabdi kepada hukum.

 

(Baca juga: M. Irsyad Thamrin: Hukum Progresif Dorong Advokat Lakukan Terobosan)

 

Menurut Desri, dalam perkembangan bisnis internasional, relasi antar para pihak semakin kompleks dan rumit. Satu perjanjian acapkali berkaitan dengan perjanjian lain dengan pihak ketiga. Demikian pula halnya perjanjian yang berisi klausula arbitrase. Walhasil, jika terjadi sengketa dan arbitrase menjadi forum penyelesaian yang dipilih, kadangkala ada kepentingan pihak ketiga yang kena imbas putusan arbitrase. Putusan itu bisa saja merugikan kepentingan hukum pihak ketiga. “Putusan arbitrase itu bukan hanya mengikat para pihak yang bersengketa, tetapi juga pihak ketiga yang berkepentingan,” ujarnya.

 

Masalahnya, kata Desri, UU Arbitrase tak cukup memuat rumusan yang memberikan perlindungan hukum kepada pihak ketiga yang berkepentingan. Memang, ada Pasal 30 yang menyinggung pihak ketiga. Pasal ini menyebutkan: Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait dan keikutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan”. Namun menurut promovendus, pasal ini saja tidak cukup. “Pasal itu saja sudah ada problem norma,” tegasnya.

 

Kepada hukumonline, Desri menjelaskan sulit bagi pihak ketiga untuk masuk sebagai pihak ketiga yang melakukan intervensi atau mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase. Kalaupun misalnya pihak ketiga punya kepentingan langsung dengan arbitrase itu, belum tentu mendapat lampu hijau dari para pihak. “Seringkali para pihak tidak sepakat atas kehadiran pihak ketiga,” ujar ayah dua anak itu.

 

Salah satu contohnya adalah putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) No. 356/VI/ARB-BANI/2010 tanggal 18 Februari 2011 antara PT Terapan Nilai Osilasi Indonesia dengan PT Manunggal Engineering. Dalam putusan sela, majelis arbitrase telah memutuskan tidak menerima pihak ketiga, PT Truba Alam Manunggal Engineering sebagai pihak dalam sengketa itu. Pandangan BANI itu pada akhirnya dikoreksi pengadilan. Putusan PN Jakarta Pusat dan dikuatkan Mahkamah Agung lewat putusan No. 292K/Pdt.Sus/2012, menegaskan frasa ‘para pihak’ dalam UU Arbitrase (khususnya pasal 70) tidak membatasi pihak-pihak yang mengajukan permohonan pembatalan arbitrase. Truba Alam akhirnya diterima sebagai pihak meskipun bukan pihak langsung dalam perjanjian yang memuat klausula arbitrase.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait