Advokat Ungkap ‘Sepak Terjang’ Muhtar Ependy
Berita

Advokat Ungkap ‘Sepak Terjang’ Muhtar Ependy

Selain menggunakan uang titipan Romi untuk membeli rumah, Muhtar Ependy juga disebut mengambil sebagian honor advokat Polo.

NOV
Bacaan 2 Menit
Kamarussalam alias Polo (baju biru bergaris) saat memberikan keterangan dalam sidang perkara korupsi Wali kota Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/11). Foto: NOV
Kamarussalam alias Polo (baju biru bergaris) saat memberikan keterangan dalam sidang perkara korupsi Wali kota Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/11). Foto: NOV
Advokat sekaligus mantan kuasa hukum Romi Herton dalam sengketa Pilkada Palembang, Kamarussalam mengungkapkan “sepak terjang” Muhtar Ependy dalam pengurusan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Pria yang akrab disapa Polo ini menyebut Muhtar pernah menyetorkan uang kepada Ketua MK M Akil Mochtar.

Polo menceritakan, perkenalannya dengan Muhtar bermula saat Pilkada Kalimantan Barat (Kalbar) tahun 2008. Ketika itu, Muhtar menjadi penyedia untuk atribut-atribut kampanye Akil yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Kalbar. Muhtar sendiri sudah mengenal Akil karena keduanya satu kampung di Kapuas Hulu, Kalbar.

Sebelum menjadi kuasa hukum Romi, Polo sempat menjadi kuasa hukum calon Bupati Darmas Raya, Sumatera Barat dan Gubernur Bangka Belitung berkat rekomendasi Muhtar. Berkat rekomendasi Muhtar pula, Polo masuk sebagai kuasa hukum Romi dalam sengketa Pilkada Palembang di MK yang diketuai oleh Ari Yusuf Amir.

“Waktu itu Muhtar bilang Pak Romi dizalimi, dicurangi delapan suara. Dia bilang Pak Romi minta bantu siapa yang bisa menangani perkaranya. Lalu, saya disuruh menghubungi langsung orangnya Pak Romi,” kata Polo saat menjadi saksi dalam sidang perkara Romi dan Masyito di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/11).

Kemudian, Polo datang ke Hotel Gran Melia untuk mengikuti rapat bersama tim kuasa hukum lainnya. Polo bertemu Romi dan Romi menanyakan pengalaman Polo dalam menangani sengketa Pilkada di MK. Polo menjelaskan pengalamannya ketika menangani sengketa Pilkada Darmas Raya dan Bangka Belitung.

Polo juga mengaku dahulu dirinya sering menjadi kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalbar dan sejumlah KPU Kabupaten di Kalbar. Setelah menceritakan pelangalamannya, Polo ditunjuk sebagai kuasa hukum Romi. Polo beberapa kali mengikuti sidang panel Pilkada Palembang yang diketuai oleh Akil di MK.

“Usai sidang pembuktian, Muhtar menemui saya di kantin MK. Muhtar bilang mau bertemu sintua, mksdnya Pak Akil. Sintua itu sebutan orang yang dituakan di Kapuas Hulu. Saya tanya, ‘ngapain Ji?’ Saya manggil Muhtar Bang Haji. Dia bilang, mau minta can dulu. Can itu kalau dalam istilah sana, artinya minta bagian,” ujarnya.

Sekitar 10-15 menit, Muhtar kembali menemui Polo. Muhtar memberi tahu dirinya sudah menemui Akil di kantornya. Namun, Polo tidak percaya, sehingga Muhtar menunjukkan foto selfie-nya bersama Akil untuk meyakinkan Polo. Dalam foto itu, terlihat Akil mengenakan baju biru berpose di sebelah Muhtar.

Berselang beberapa waktu, Muhtar menginformasikan kepada Polo bahwa Akil menganggap bukti-bukti yang dihadirkan Romi sebagai sampah. Lantas, Direktur PT Promic Internasional ini meminta Polo untuk mencari bukti-bukti lain yang lebih valid. Pasalnya, Akil menyatakan Romi akan kalah jika bukti-buktinya seperti itu.

Akan tetapi, Polo menyampaikan hanya bukti-bukti itu yang dapat dihadirkan tim kuasa hukum Romi di sidang panel. Polo mempersilakan apabila Akil tidak memenangkan Romi dengan bukti-bukti tersebut. Sempat terbersit dalam pikiran Polo bahwa pernyataan Akil itu sebagai isyarat meminta uang.

Benar saja, belakangan, Polo dihubungi Muhtar melalui telepon. Muhtar memberi tahu dia sedang berada di rumah Akil untuk mengantarkan “setoran”. Polo akhirnya mengetahui bahwa Muhtar menerima sejumlah uang dari Romi untuk pengurusan sengketa Pilkada Palembang di MK. Alhasil, Romi dimenangkan di MK.

Uang itu diterima Muhtar dari istri Romi, Masyito di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalbar cabang Jakarta, di mana Iwan menjabat sebagai Wakil Kepala Cabang. Setelah menerima uang dari Masyito, Muhtar menitipkan sebagian uang kepada Iwan. Lalu, Iwan membuat Berita Acara penitipan uang.

Ketika pertemuan berikutnya di rumah Polo, Muhtar yang datang bersama Iwan Sutaryadi menyampaikan menerima Rp15 miliar dari Romi. Dari Rp15 miliar, sebanyak Rp6 miliar disetorkan kepada Akil, sisanya Rp9 miliar, menurut Akil akan dibagikan kepada hakim lainnya di MK. Namun, uang itu masih ada di tangan Muhtar.

“Kalau tidak salah sekitar Rp6 miliar ada di Muhtar. Saya tanya, ‘Jadi, uangnya ke mana?’ Muhtar bilang dibeliin rumah di Cempaka Putih. Pada saat Muhtar bilang dibelikan rumah, Iwan bilang, ‘Lho, kalau itu duit titipan, kenapa kau belikan rumah?’ Habis itu Muhtar langsung cerita yang lain,” terang Polo.

Selanjutnya, Polo tidak pernah menanyakan mengenai uang Rp6 miliar tersebut. Hingga akhirnya, tersiar kabar penangkapan Akil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Polo mengatakan, tiba-tiba Muhtar ingin pulang kampung. Ternyata, Muhtar bersama Iwan kembali mendatangi rumah Polo di Kalimantan.

Dalam kesempatan itu, menurut Polo, Iwan sempat menyampaikan kekecewaannya kepada Muhtar. Iwan menduga Muhtar menjadi makelar dalam sengketa Pilkada di MK. “Tapi, Muhtar bilang dia bukan makelar, dia cuma membantu orang yang dizalimi. Dia bilang demi Allah. Dia kan biasa menyebut Allah,” tuturnya.

Polo menambahkan, Muhtar tidak hanya menggunakan uang titipan Romi. Muhtar juga mengambil sebagian besar honor advokat yang diberikan Romi untuk Polo. Ia mengaku tidak menerima secara langsung honor dari Romi, melainkan melalui Muhtar. Dari Rp250 juta yang dimintakan Muhtar kepada Romi, Polo hanya menerima Rp75 juta.

Sang “Kyai”
Sementara, Iwan yang juga menjadi saksi dalam sidang Romi dan Masyito membenarkan adanya penitipan uang dari Muhtar. Ketika itu, Iwan mendapat telepon dari Muhtar yang mengaku akan menyetorkan uang. Lalu, datang istri Romi, Masyito bersama dua orang temannya ke kantor BPD Kalbar cabang Jakarta.

Iwan menyatakan, kedatangan Masyito ke kantornya untuk mengantarkan uang kepada Muhtar. Setelah penyerahan uang, pegawai BPD Kalbar cabang Jakarta, Rika Fatmawati dan Risna Hasrilianti menghitung uang tersebut. Sesuai hasil penghitungan, uang itu berjumlah Rp11,395 miliar dan AS$316,7 ribu.

Walau uang itu diserahkan Masyito kepada Muhtar, Muhtar tidak langsung membawa uang tersebut. Menurut Iwan, Muhtar menitipkan uang itu kepadanya, sehingga ia membuat berita acara penitipan uang. Kemudian, Iwan memasukan uang ke rekening BPD Kalbar sampai akhirnya Muhtar mengambil uang itu.

Ketika peristiwa penangkapan Akil mencuat, Iwan mengaku pernah mencoba mengkonfirmasi mengenai asal-muasal uang yang dititipkan kepadanya. Bahkan, Iwan menanyakan, apakah Muhtar adalah makelar kasus di MK.  “Tapi, Muhtar bilang bukan, dia cuma membantu orang yang dizalimi,” jelasnya.

Sebenarnya, Iwan sendiri tidak mengetahui “permainan” yang dilakukan Muhtar dalam pengurusan sengketa Pilkada Palembang di MK. Ia hanya mengetahui jika Muhtar memiliki keterkaitan dengan Romi. Ia menceritakan, saat Muhtar menginap di apartemennya, Muhtar pernah mengetik sesuatu yang menyebut nama “kyai”.

Ketika Iwan menanyakan, siapa “kyai” yang dimaksud, Muhtar mengatakan “kyai” adalah Wali Kota Palembang Romi Herton. Iwan mengungkapkan, selain Romi, Muhtar mengaku pernah membantu Bupati Empat Lawang Budi Antoni Al Jufri. Istri Budi, Suzanna bahkan pernah menyerahkan uang kepada Muhtar di kantornya.

“Awalnya waktu penyerahan uang, Muhtar menyampaikan kepada saya, uang itu untuk pembayaran atribut. Belakangan, saya baca, itu terkait penyerahan uang di Oak Wood dan Pisang Hijau, Kelapa Gading. Baru saya tanyakan, ini siapa-siapa? Dia jelaskan dia membantu Budi Antoni juga karena dizalimi,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait