Ahli: Kriminalisasi Hakim Langgar Prinsip Universal
Berita

Ahli: Kriminalisasi Hakim Langgar Prinsip Universal

Hakim tidak seharusnya dibuat takut dalam mengadili perkara.

ASH
Bacaan 2 Menit
Sidang pengujian Pasal 96 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Foto: ilustrasi (Sgp)
Sidang pengujian Pasal 96 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Foto: ilustrasi (Sgp)

Sidang pengujian Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang dimohonkan Pengurus Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) kembali digelar. Sidang kali ini, mengangendakan keterangan ahli dari pemohon. Dua ahli yang dihadirkan adalah ahli hukum pidana Prof Romli Atmasasmita dan mantan hakim agung Prof Laica Marzuki.         

Dalam keterangannya, Romli mengatakan substansi pasal-pasal yang dimohonkan pengujian secara jelas bertentangan dengan dengan prinsip-prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman yang diakui secara universal. Prinsip itu tercantum dalam UN Basic Principles on the Independence of the Judiciary.

“Prinsip Independence of the Judiciary ini sama seperti yang tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945. Kemudian prinsip itu telah diadopsi dalam Sidang Umum PBB dengan Resolusi No. 40/32 Tanggal 29 November 1985,” tutur Romli di hadapan majelis MK yang diketuai Moh Mahfud MD, di Gedung MK, Rabu (9/1).

Menurut Romli, ketentuan Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 UU SPPA telah memenuhi rumusan kategori tindakan, pembatasan, tekanan, ancaman/intervensi terhadap prinsip kekuasaan kehakiman internasional itu.

“Prinsip ini diwujudkan dalam bentuk Pedoman Perilaku Hakim (PPH) yang ditetapkan dalam The Bangalore Principles of Judicial Conduct (2007). Dilanjutkan dengan terbitnya SKB Kode Etik dan PPH Tahun 2009,” kata Romli.

Selain itu, dari sudut asas hukum yang berlaku di negara civil law dan common law membedakan pelanggaran kode etik dan perilaku yang berintikan kewajiban dan pelanggaran ketentuan pidana. Pelanggaran terhadap suatu kewajiban terkait kode etik tidak selayaknya dikenakan sanksi pidana.

“Proses beracara termasuk ranah administrasi, sehingga tidak layak dipidana karena sanksi pidana hanya layak ditujukan terhadap perbuatan yang menurut masyarakat dianggap tercela,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait