Akademisi Ini Kritisi Proses Pembentukan UU IKN
Terbaru

Akademisi Ini Kritisi Proses Pembentukan UU IKN

Selain dinilai tidak partisipatif, dalam naskah akademik (nasdik) RUU IKN tak menjawab apa alasan pentingnya pindah Ibu Kota Negara.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Suasana saat pengesahan RUU IKN menjadi UU. Foto: RES
Suasana saat pengesahan RUU IKN menjadi UU. Foto: RES

Pemerintah dan DPR telah mengesahkan RUU Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU. Beleid itu semakin meneguhkan niat pemerintah memindahkan IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Namun, proses pembentukan UU IKN menuai banyak kritikan terutama dari kalangan masyarakat sipil.

Direktur PUSaKO sekaligus Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan konsep rencana perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) tidak menjadi masalah karena itu umum dilakukan berbagai negara. Bahkan dia mencatat Amerika Serikat (AS) pernah memindahkan IKN sebanyak 5 kali. Tapi, lagi-lagi yang menjadi persoalan proses pembentukan UU IKN.

Feri juga menilai naskah akademik (nasdik) RUU IKN tidak menjawab apa urgensi pindah IKN. Pertanyaan itu sangat penting dan mendasar untuk dijawab dalam nasdik. Mengacu UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah terakhir melalui UU No.15 Tahun 2019 menjelaskan nasdik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu RUU, Raperda, sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

“Nasdik harus menjelaskan apa pentingnya pindah IKN. Secara konsep, perpindahan IKN itu dalam hukum tata negara biasa saja, tapi yang jadi masalah UU IKN ini prosesnya,” kata Feri dalam diskusi yang digelar Walhi secara daring dan luring bertema “Membangkang Konstitusi: Mewariskan Krisis Antar Generasi, Senin (31/1/2022) lalu.

Dalam nasdik RUU IKN, Feri tidak melihat bagaimana proses transisi perpindahan IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Bagi masyarakat Kalimantan Timur perpindahan IKN ini diharapkan membenahi aspek lingkungan hidup dan kesejahteraan. “Tapi harus ada kepastian juga bagaimana posisi Jakarta setelah tidak lagi menjadi IKN?”

(Baca Juga: Pembentukan UU Ibu Kota Negara Dinilai Belum Penuhi Partisipasi Bermakna)

Kemudian bagaimana dengan lembaga negara yang dimandatkan dalam regulasi untuk berada di IKN, seperti sidang MPR. Jika perpindahan IKN belum tuntas, apakah sidang MPR nanti digelar di Jakarta atau di Kalimantan Timur? “Proses transisi ini tidak dibahas mendalam dalam nasdik,” kritik Feri.

Soal pengelolaan IKN oleh badan otorita, Feri berpendapat itu tidak masalah. Tapi konsekuensinya tidak ada pemilihan umum daerah baik memilih legislatif (DPRD) atau Kepala Daerah. Tapi anehnya dalam UU IKN memberi ruang untuk digelarnya pemilu nasional yakni memilih DPR, DPD, dan Presiden serta Wakil Presiden.

Menurut Feri, jika IKN baru nanti memiliki penduduk, maka mereka berhak memiliki perwakilan daerah karena tidak tepat jika penduduk IKN nanti menyampaikan keluhan langsung ke DPR. Padahal seharusnya ada perwakilan mereka di tingkat daerah baik itu DPRD (legislatif) dan pemerintah daerah (eksekutif).

“Konsekuensi penggunaan badan otoritas ini tidak ada tertulis dalam nasdik RUU IKN,” bebernya.

Selain itu, Feri juga menyoroti proses pembentukan RUU IKN yang sejak awal tidak melibatkan partisipasi publik dan tidak transparan. Padahal MK melalui berbagai putusannya, seperti Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 telah mengingatkan tahapan penyusunan UU, antara lain pentingnya partisipasi publik yang bermakna (meaningfull participation).

Kepala Divisi Kajian dan Hukum Lingkungan Walhi, Puspa Dewi, melihat ada potensi krisis di wilayah calon IKN baru. Menurutnya, wilayah yang disasar itu bukan tanpa pemilik. Dewi mencatat sedikitnya 50 politisi terkait kepemilikan konsesi di lokasi IKN. Proyek IKN diduga kuat menjadi jalan “pemutihan dosa” perusahaan atas perusakan lingkungan hidup.

Menurut Dewi, proyek IKN ini menjadi legitimasi untuk menggusur dan merampas ruang hidup rakyat, termasuk masyarakat hukum adat. Pembangunan IKN akan menempatkan teluk Balikpapan sebagai kawasan industri karena menjadi satu-satunya jalur logistik untuk menyuplai pembangunan IKN baru. “Akibatnya lebih dari 10 ribu nelayan yang setiap hari mengakses dan menangkap ikan di teluk Balikpapan akan terdampak serius,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait