Alasan Masyarakat Sipil Menolak Pelibatan TNI Tangani Terorisme
Berita

Alasan Masyarakat Sipil Menolak Pelibatan TNI Tangani Terorisme

Mulau dinilai terlalu berlebihan, berpotensi mengganggu sistem peradilan pidana, mengancam HAM, demokrasi, hingga potensi tumpang tindih kewenangan dan tupoksi lembaga lain. Disarankan, pemerintah merevisi Perpres ini.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Penggunaan anggaran dari sumber lain di luar APBN, menurut Julius bertentangan dengan Pasal 66 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI yang menegaskan TNI dibiayai dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari APBN. Seperti diketahui, Pasal 14 rancangan Perpres mengatur pendanaan untuk mengatasi terorisme yang dilakukan TNI bersumber dari APBN, APBD, dan/atau sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai peraturan perundang-undangan.

Selain itu, rancangan Perpres ini berpotensi menghilangkan mekanisme checks and balances dalam UU No.34 Tahun 2004. Sebab, pengerahan TNI bisa dilakukan tanpa pertimbangan DPR. Julius merujuk Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) UU No.34 Tahun 2004 disebutkan pelibatan militer dalam operasi militer selain perang, salah satunya untuk mengatasi tindak pidana terorisme dapat dilakukan jika ada keputusan politik negara. “Yang dimaksud dengan keputusan politik negara adalah keputusan presiden yang dikonsultasikan bersama dengan DPR (Penjelasan Pasal 5 UU TNI),” tegasnya.

Atas dasar itu, Koalisi dan tokoh masyarakat mendesak DPR untuk meminta pemerintah membenahi draft Perpres karena substansinya banyak yang bermasalah. Presiden Joko Widodo harus berhati-hati dalam membuat Perpres ini karena kebijakan ini seolah bisa jadi cek kosong bagi militer dalam mengatasi terorisme di Indonesia. “Sehingga akan memundurkan jalannya reformasi TNI dan demokrasi di Indonesia,” ujar Julius. 

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani melihat substansi rancangan Perpres sama seperti substansi yang sempat mau dimasukan sejumlah pihak dalam proses pembahasan UU No.5 Tahun 2018 di DPR. Ketika RUU itu dibahas ada yang mengusulkan judulnya diubah. Arsul mengakui ada sejumlah pihak yang mengusulkan substansi tersebut antara lain anggota DPR yang berlatar belakang TNI. Hal ini yang menyebabkan pembahasan UU No.5 Tahun 2018 di DPR molor sampai 18 bulan.

Menurut Asrul, Perpres itu seharusnya mengatur praktik perbantuan TNI yang sudah berjalan selama ini seperti operasi Tinombala. Operasi Polri dan TNI dalam memberantas terorisme itu tergolong berhasil. Pelibatan TNI harus berbasis skala ancaman, bukan peristiwa. Walaupun pemerintah telah menyerahkan draf Perpres ini ke DPR, Asrul mengatakan masih terbuka peluang luas bagi masyarakat untuk memberi masukan.

“DPR akan mulai sidang lagi setelah lebaran. Masyarakat silakan memberikan masukan terhadap rancangan Perpres ini,” katanya.

Tags:

Berita Terkait