Aliansi Reformasi KUHP: Substansi RKUHP Butuh Pembahasan Terbuka, Bukan Sosialisasi Searah
Terbaru

Aliansi Reformasi KUHP: Substansi RKUHP Butuh Pembahasan Terbuka, Bukan Sosialisasi Searah

Tapi, pemerintah mengklaim tidak menutup proses penyusunan RKUHP, bahkan telah membuka ruang partisipasi yang sangat luas untuk menampung berbagai pandangan maupun gagasan yang memperkaya substansi pengaturan RKUHP ini.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Dalam beberapa bulan terakhir, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah menyelenggarakan 12 kegiatan sosialisasi Rancangan KUHP (RKUHP) di berbagai daerah diantaranya Medan, Banjarmasin, Surabaya, Mataram, Manado, Jakarta. Belum lama ini, Kemenkumham telah menggelar program sosialisasi melalui kegiatan Diskusi Publik RUU KUHP di Golden Palace Hotel Lombok, Kota Mataram, Kamis (27/5/2021) lalu. Terakhir, sosialisasi Diskusi Publik RUU KUHP digelar di Hotel JS Luwansa Jakarta, Senin (14/6/2021).

Dalam gelaran diskusi publik RUU KUHP di Jakarta itu menampilkan dua keynote speech yakni Wamenkumham Prof Eddy Omar Sharif Hiariej dan Menkopolhukam Prof M. Mahfud MD. Sejumlah narasumber yakni Anggota Komisi III DPR Mulfachri Harahap; Kabalitbang Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami; Tim Ahli Pembaruan RUU KUHP Surastini Fitriasih; Guru Besar Hukum Pidana UI Prof Topo Santoso; Guru Besar Hukum Pidana UGM Prof Marcus Priyo Gunarto; Guru Besar Hukum Pidana UI Prof Harkristuti Harkrisnowo; Guru Besar Hukum Pidana UI Prof Indriyanto Seno Adji.       

Sejumlah gelaran diskusi publik RUU KUHP di berbagai daerah tersebut dikritik Aliansi Nasional Reformasi KUHP. Ada sejumlah catatan terkait diskusi publik RUU KUHP dengan dalih sosialisasi di berbagai daerah tersebut itu. Pertama, Aliansi tidak melihat ada perubahan dari susunan pembicara. Pemerintah tetap tidak melibatkan baik dari masyarakat sipil ataupun akademisi dari bidang ilmu dan perspektif berbeda untuk memberikan masukan pada RKUHP dengan porsi yang berimbang dengan narasumber dari Pemerintah dan DPR.

“Acara diskusi ini lebih pada sosialisasi searah daripada diskusi substansi yang lebih genting untuk dilakukan agar RKUHP tidak lagi mendapatkan penolakan dari masyarakat,” ujar salah satu Anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP dari PBHI, Julius Ibrani kepada Hukumonline, Senin (14/6/2021). (Baca Juga: Pasal-Pasal ‘Pembunuh’ Demokrasi dalam RKUHP)

Aliansi Nasional Reformasi KUHP terdiri dari ICJR, ELSAM, AJI, LBH Pers, Imparsial, KontraS, ICW, HuMA, PBHI, LeIP, LBH Jakarta, PKBI, PSHK, Arus Pelangi, HRWG, YLBHI, SEJUK, LBH APIK, LBH Masyarakat, MaPPI FHUI, CDS, ILR, ICEL, Rumah Cemara, WALHI, Jatam, YPHA, Ecpat Indonesia, ILRC, Epistema Institute, Yayasan Kesehatan Perempuan, Aliansi Satu Visi, PKNI, PUSKAPA, AMAN Indonesia, AMAN Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia, JKP3, OPSI, Pusat Kajian Gender dan Seks UI, Institut Perempuan, Lintas Feminis Jakarta, Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia, Pusham UII, OHANA, SEHATI Sukoharjo, Green Peace Indonesia, SAFEnet, IJRS, Pamflet.

Julius mengakui beberapa anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP memang diundang dalam sosialisasi 14 Juni 2021 di Jakarta itu. Namun, porsi masukan hanya dialokasikan 1 jam. Itu pun di sesi tanya jawab, tidak seimbang dengan pemaparan substansi yang melibatkan 6 pembicara dari tim perumus pemerintah dan DPR dengan alokasi waktu selama 3 jam lebih. “Hal lain, tidak semua kalangan masyarakat sipil yang berpotensi terdampak diundang oleh Pemerintah, seperti dari kelompok penyandang disabilitas, kelompok advokasi kesehatan reproduksi, kelompok rentan, dan lain sebagainya,” kata Julius.

Kedua, ketidakjelasan proses dan draf RKUHP yang akan dibahas. Sebab, baik pemerintah dan DPR tidak memberikan kejelasan/ketegasan apakah draf yang diedarkan pada acara sosialisasi RKUHP di Manado (Sosialisasi ke-11 sebelum Jakarta) merupakan draf terbaru atau hanya sosialisasi draf lama yang ditolak masyarakat pada September 2019.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait