Ambiguitas Tanggung Jawab Rumah Sakit dalam Healthcare Associated Infections
Kolom

Ambiguitas Tanggung Jawab Rumah Sakit dalam Healthcare Associated Infections

Tanggung jawab hukum Rumah Sakit terhadap Healthcare Associated Infections, seharusnya diterjemahkan dalam suatu Peraturan Menteri Kesehatan yang bersifat khusus.

Bacaan 6 Menit
Kolase Dania Rizky Nabilla Gumilar dan Wahyu Andrianto
Kolase Dania Rizky Nabilla Gumilar dan Wahyu Andrianto

Tenaga medis dan tenaga kesehatan menjadi profesi dengan risiko tinggi tertular berbagai macam penyakit pada saat bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Tenaga medis dan tenaga kesehatan selalu diliputi rasa takut dan khawatir selepas tertusuk jarum suntik bekas pakai pasien yang mana jarum suntik itu dapat saja terkontaminasi bakteri patogen penyebab berbagai penyakit. Berbagai macam penyakit tersebut bisa berupa HIV/AIDS, Hepatitis B maupun Hepatitis C, ataupun TBC.

Kekhawatiran tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk tertular penyakit, bukan hanya menjadi ketakutan sejawat atau seprofesi, melainkan juga menjadi ketakutan bagi masyarakat (biasanya disebut dengan pasien) ketika mengakses pelayanan Rumah Sakit dengan tujuan pengobatan dan penyembuhan (atau terapeutik). Pasien merasa takut, was-was, tidak nyaman dan merasa tidak aman ketika tenaga medis dan tenaga kesehatan yang melayaninya mengidap atau tertular penyakit di Rumah Sakit.

Tenaga medis dan tenaga kesehatan berpotensi tertusuk jarum atau terkena cairan yang dapat menimbulkan infeksi saat melakukan pelayanan medis atau perawatan kepada pasien di Rumah Sakit. Kenyataan lainnya yang tidak dapat dihindari adalah Rumah Sakit sebagai tempat berkumpul pasien dengan berbagai keluhan dan penyakit, dapat menjadikan Rumah Sakit sebagai salah satu tempat terjadinya rantai penularan infeksi dengan penularan silang penyakit antar penderita.

Kuman penyakit yang hidup dan berkembang di udara, lantai, air, makanan dan peralatan medis ataupun non-medis kemungkinan besar berkembang di lingkungan Rumah Sakit. Kondisi ini memungkinkan timbulnya infeksi oportunis dari bakteri patogen yang mencari tubuh penjamu sebagai tempat berkembang. Akibatnya, seseorang mendapatkan infeksi pada saat ia melakukan perawatan atau sedang berada di lingkungan Rumah Sakit. Infeksi ini dinamakan dengan Infeksi Nosokomial atau Nosocomial Infections, yang saat ini disebut dengan istilah Healthcare Associated Infections.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (PMK No. 27 Tahun 2017), Health Care Associated Infections (HAIs) adalah infeksi yang terjadi selama masa perawatan di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, di mana ketika pasien masuk Rumah Sakit, pada awalnya pasien tidak sedang mengalami infeksi dan tidak dalam masa inkubasi.

Health Care Associated Infections (HAIs) juga termasuk infeksi yang terjadi dalam lingkungan Rumah Sakit, tetapi efeknya baru muncul setelah pasien pulang dari Rumah Sakit. Health Care Associated Infections (HAIs) dapat juga berupa infeksi karena pekerjaan yang terjadi pada petugas Rumah Sakit, tenaga medis dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan medis dan kesehatan di Rumah Sakit.

Berdasarkan pengertian tersebut, Healthcare Associated Infections pada intinya merupakan infeksi yang didapatkan baik itu oleh pasien, petugas kesehatan, tenaga medis, tenaga kesehatan, ataupun pengunjung selama melakukan perawatan atau selama berada di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya Rumah Sakit.

Risiko kemungkinan penularan infeksi pada saat berada di lingkungan Rumah Sakit cukup tinggi, baik penularan infeksi antar pasien yang sedang dalam masa perawatan, maupun penularan infeksi antara tenaga kesehatan atau tenaga medis yang menularkan infeksi terhadap pasien di Rumah Sakit.

Dengan adanya kemungkinan atau peluang munculnya risiko tertular infeksi dan ancaman terhadap keamanan dan keselamatan tenaga medis serta tenaga kesehatan ketika melaksanakan pekerjaan di Rumah Sakit, maka hal ini berkaitan dengan implementasi pertanggungjawaban Rumah Sakit. Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap keamanan, keselamatan, dan kesehatan tenaga medis serta tenaga kesehatan selama melaksanakan tugas profesinya di Rumah Sakit.

Pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit tidak terlepas dari pengaturan yang terdapat di dalam Pasal 46 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang menyatakan bahwa “Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

Pasal tersebut mengisyaratkan adanya hubungan hukum antara rumah sakit dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bekerja di dalamnya. Pasal tersebut menegaskan adanya perlindungan hukum terhadap pasien, sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan yang berpotensi dirugikan atas terjadinya kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

Namun, dikarenakan Rumah Sakit adalah lembaga yang kompleks dengan beragam profesi yang terlibat serta fungsi Rumah Sakit dalam rangka peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemungkinan-kemungkinan bentuk pertanggungjawaban secara hukum terhadap Rumah Sakit bersifat terbuka dan beraneka ragam. Hal ini mengingat, dalam pelayanan medis dan kesehatan yang diberikan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan selalu melekat faktor risiko, yang biasanya disebut dengan risiko medis. Risiko medis dan faktor-faktor lainnya berperan atas terjadinya kerugian yang menimpa pasien pada saat mengakses pelayanan Rumah Sakit.

Terdapat beberapa teori pertanggungjawaban hukum rumah sakit, yaitu Teori Vicarious Liability, Teori Central Responsibility, Teori Strict Liability, dan Teori Contributory of Negligence. Selain itu, pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit dapat ditinjau dari segi penerapan hukum administrasi (tanggung jawab administrasi), hukum perdata (tanggung jawab perdata), dan hukum pidana (tanggung jawab pidana).

Tanggung jawab hukum Rumah Sakit terhadap keamanan, keselamatan, dan kesehatan tenaga medis serta tenaga kesehatan, tidak secara eksplisit diatur dalam UU Rumah Sakit. Tanggung jawab hukum Rumah Sakit kepada tenaga kesehatan dan tenaga medis, salah satu aspeknya adalah mengatur dan melindungi tenaga medis dan tenaga kesehatan dari potensi ancaman atau kecelakaan saat bekerja.

Aspek ini diatur dalam UU Ketenagakerjaan, yang mana semua institusi pemberi kerja mempunyai kewajiban untuk menjaminkan seluruh tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan (Jaminan Kesehatan Nasional). Dalam Pasal 86 UU Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Perwujudan tanggung jawab hukum Rumah Sakit terhadap keamanan, keselamatan, dan kesehatan tenaga medis serta tenaga kesehatan adalah melalui penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang diatur khusus dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit.

Selanjutnya, perwujudan tanggung jawab hukum Rumah Sakit terhadap tenaga kesehatan dan tenaga medis atas Healthcare Associated Infections adalah dengan melaksanakan kewajiban rumah sakit dalam hal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Namun, tanggung jawab yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan tersebut tidak dapat diterapkan secara langsung, melainkan harus diejawantahkan menjadi tanggung jawab dari masing-masing Rumah Sakit melalui peraturan internal yang dibentuk. Misalnya, melalui Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit.

Pasal 46 UU Rumah Sakit merupakan dasar yuridis bagi siapapun yang merasa dirugikan akibat kelalaian tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit, serta sebagai dasar untuk meminta pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit. Dalam praktiknya, apabila pasien merasa dirugikan atas pelayanan medis dan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit melalui tenaga medis dan tenaga kesehatannya, pasien dapat secara langsung meminta pertanggungjawaban hukum kepada Rumah Sakit.

Salah satu hal yang menjadi permasalahan adalah, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan diatur mengenai alur penanganan terhadap infeksi. Misalnya, untuk infeksi akibat tertusuk jarum.

Setelah kejadian tertusuk jarum, harus segera dilakukan pelaporan kepada pihak Rumah Sakit dan dilakukan penanganan pencegahan infeksi. Misalnya, dilakukan tes HB-1s, antitetanus, ataupun vaksin, yang mana penanganan tersebut membutuhkan biaya. Infeksi akibat tertusuk jarum dan terkena cairan tubuh merupakan infeksi yang sulit dibuktikan pada saat kejadian berlangsung dan memerlukan serangkaian tindakan untuk memastikannya.

Pihak yang menjadi “korban” belum dapat dikategorikan sebagai pihak yang terkena infeksi karena penyakitnya belum muncul. BPJS Kesehatan hanya meng-cover penyakit yang riil atau nyata dan dapat dibuktikan. Biaya penanganan inilah yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan dan tidak jelas kepada siapa pertanggungjawabannya. Implikasi dari ketidakjelasan pengaturan tersebut, Rumah Sakit terkadang menjadi pihak utama dan satu-satunya yang dibebani pertanggungjawaban atas kecelakaan kerja yang terjadi di Rumah Sakit.

Terkait dengan kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kesehatan dan tenaga medis di Rumah Sakit, seringkali tenaga medis dan tenaga kesehatan mengalami kesulitan untuk mendapatkan haknya yang seharusnya merupakan tanggung jawab hukum Rumah Sakit. Penyebabnya adalah belum adanya peraturan yang secara komprehensif mengatur mengenai tanggung jawab hukum Rumah Sakit terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatannya.

Peraturan yang ada, saat ini masih bersifat terpisah-pisah dan beraneka ragam, mirip dengan puzzle yang harus disusun dan dilengkapi agar dapat memberikan keadilan yang proporsional bagi para pihak terkait dan Rumah Sakit. Pengaturannya terpisah-pisah dalam berbagai wujud peraturan, misalnya dalam UU Praktik Kedokteran, UU Tenaga Kesehatan, UU Keperawatan, UU Ketenagakerjaan, Permenkes K3RS, Permenkes PPI, dsb.

Tanggung jawab hukum Rumah Sakit terhadap Healthcare Associated Infections, seharusnya diterjemahkan dalam suatu Peraturan Menteri Kesehatan yang bersifat khusus dan menampung permasalahan hukum terkait dengan Healthcare Associated Infections. Peraturan tersebut seyogyanya dapat memberikan keadilan yang proporsional bagi pemberi dan penerima pelayanan medis serta pelayanan kesehatan. Hal ini adalah keniscayaan di tengah perkembangan Healthcare Associated Infections dan Covid 19 yang sangat dinamis.

*)Dania Rizky Nabilla Gumilar adalah Peneliti di Unit Riset Hukum Kesehatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Wahyu Andrianto adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait